SEJARAH DESA CIKEDUNG DALAM BEBERAPA VERSI LAIN
05 Desember 2013
Sejarah desa Cikedung memang sangat menarik dibahas dan diteliti oleh beberapa orang untuk berbagai kepentingan, sayangnya sejarah desa Cikedung hanya berdasarkan pada sumber-sumber sekunder karena belum ditemukannya bukti sejarah atau catatan/transkip kuno yang menjadi dasar utama (sumber primer) dalam menyusun sebuah catatan sejarah maka tidak heran jika kemudian muncul catatan sejarah yang carut marut dan tidak jelas, semoga tidak kemudian menjadi terikat dengan catatan yang bersumber sekunder walau dirasakan ada tarik ulur kepentingan tertentu dari beberapa penyusun sejarah ini baik yang diterbitkan melalui blog, catatan lain atau yang sengaja disimpan memenuhi meja kerja atau menghiasi lemari buku belaka.
Sebelumnya telah diposting diblog ini catatan yang berkaitan dengan sejarah desa Cikedung misalnya di sini .
Berikut sejarah desa Cikedung/Cikedunglor versi tokoh-tokoh yang lain :
VERSI BAPAK WIRYA
Kawasan hutan Cikedung (sekarang) kedatangan tiga orang keturunan Buyut Sumber (desa Sumber Jatitujuh Majalengka, pen). Ketiga orang itu, dua orang perempuan memiliki keahlian bercocok tanam dan menetap di daerah Kalensambi sedangkan satu laki-laki memiliki keahlian olah kanuragan (kemiliteran) dan menjadi anggota pasukan inti Ki Bagus Rangin (Perang Cirebon/Perang kedongdong, pen).
Ketika terjadi pengusiran Belanda dan berperang di Sumedang tepatnya di Conggeang beliau tertembak kakinya. Beliau yang bernama Ki Marsidem ini berserta pengikutnya pulang menuju Kalensambi tetapi ditengah perjalanan beliau tidak kuat lagi, beliau mengucapkan kata-kata terakhir “ wis tek dadapaken nyawa ingsun ning kene “ dengan menyuruh saudaranya untuk mempercepat kematiannnya dengan cara menembaknya atau adapula yang menyebutnya dengan memukulkan sebatang kayu Walikukun dimana kemudian batang kayu bekas memukulnya ditancapkan dan tumbuh sampai sekarang, tempat itu sekarang menjadi situs Walikukun (terletak di dusun Cidadap Desa Cikedung, pen).
Sementara dua orang saudara wanitanya menetap ditempat kurang lebih 500 meter ke arah timur dari aliran Sungai Cipanas dan membuka kawasan pertanian, banyak orang-orang yang berdatangan untuk belajar bercocok tanam dan menetap di Kalensambi.
Pada suatu ketika Kalensambi dilanda becanda kekeringan. Sawah-sawah dan kebun kering, binatang ternak kehausan. Akhirnya para tokoh Kalensambi memutuskan untuk mencari tempat baru yang banyak airnya. Konon katanya dari hasil berkhalwat maka diutuslah seseorang (Ki Buyut Kepel?, pen) untuk mencari air ke arah timur (sampai desa Pangkalan, Losarang ?, pen). Utusan itu berjalan terus dari timur keselatan dan sampai di tempat yang sekarang bernama dusun Lunggadung (desa Cikedunglor,pen) ternyata tidak ada air. Kemudian terus berjalan menuju ke arah selatan sampailah di suatu tempat dan bertemu dengan seseorang bernama Ki Rangin kemudian tempat itu di sebut Pasirangin. Dari Pasirangin terus ke arah barat kemudian menemukan sungai dan kedung yang besar. Kedung itu airnya sangat jernih dan banyak ikannya lalu sang utusan menancapkan pohon jati sebagi ciri didekat tempat itu. Setelah menemukan sumber air utusan itu kembali ke Kalensambi untuk melaporkan. Dan akhirnya para tokoh Kesambian (Kalensambi) dan masyarakat ramai-ramai menuju (bermigrasi) ke tempat yang diberi ciri tonggak kayu jati tadi. Tonggak itu tumbuh menjadi pohon jati yang besar dan tempat itu masyarakat menyebutnya Kramat Jati sementara kedungnya disebut sumur Rumpon Jati (bambu?, pen).
Sumur Rumpon Jati |
VERSI BAPAK SARWITA
Pada suatu waktu ingin lebih dekat ke lintas jalan yang dipergunakan orang-orang yang akan setor pajak berupa beras ke pademangan maka warga Kesambian bersetuju untuk pindah dan semua pakaian perang berupa sumping, dan ketu (topong) dikubur sebelah timur Kesambian dengan menugaskan seseorang warga bernama Embah Temur untuk menjaga dan jangan sampai diberikan kepada siapa saja kecuali keturunan Kesambian. Dari Kesambian menutur jalan ke utara bertemu dengan seseorang bernama Rangin terus membuat pedesaan dan diberi nama Pasirangin karena tanahnya berpasir dan yang pertama ketemu Mbah Rangin ). Lama kelamaan pada musim kemarau kekurangan air, maka pindah ke Kalentengah (Blok Pasar Cikedung?,pen), sebelum berangkat alat-alat berupa keris, pedang, tumbak dikumpulkan dan dikubur di Kramatjati dan ditunggu oleh seseorang bernama Syeh Jangkung.
Ketika berdiam di Kalentengah sekitar tahun 1700 Masehi, ada orang keturunan Cina janda bernama Nyonya Kedung dengan cucu bernama Cong Asam dari Jayalaksana (Kedokanbunder?, pen).
Warga kesambian terus pindah membuat pendukuhan baruyang bernama Bojonglengkong dan lama-kelamaan penduduk menentukan nama desa Cikedung yang berasal dari kata Caci (atau taci dari bahasa china yang berarti yayu/kakak perempuan) dan nama janda Kedung.
VERSI BAPAK WATMI
Ki Marsidem meninggalkan 5 (lima) orang putra di pedukuhan Kalensambi, kelima putra Ki Mardisem itu adalah bernama Cangga Pras. Buyut Tasu, Buyut Salwan, Buyut Magun, dan Buyut Murjan.
Kelima orang putra Ki Mardisem itu berpencar mencari sumber air ke sebelah timur waktu Kesambian mengalami kekeringan.
Di sebuah hutan yang banyak kalinya mereka menemukan sebuah kedung (di timur Pasar Cikedung?, pen) yang airnya banyak dan bening maka daerah itu diberi nama Cikedung.
Hal lain yang berkaitan adalah cerita rakyat tentang perjuangan Ki Bagus Rangin (Ki Bagus jabin?, pen) yang terkenal dan heroik itu. Masyarakat Cikedung dan sekitarnya mengakui bahwa daerahnya dahulu merupakan tempat dan barak (daerah gerilya) terakhir pasukan Ki Bagus Rangin menyusun kekuatan kembali untuk melawan kolonial kompeni Belanda/Inggris dan keadipatian dalem Dermayu dan Sumedang yang pro Belanda.
Pasukan Ki Bagus Rangin ketika dikejar pasukan Belanda bersembunyi di rawa Bolang dan blok buyut Asem di dusun Ludoyong (desa Karangasem). Kemudian pindah ke Blok Sukupajang (Kandang sekarang). Dan pada akhirnya konon menyepi di bawah buyut Asem Gede yang terletak di desa Cikedunglor (Ki Remol).
Ki Marsidem meninggalkan 5 (lima) orang putra di pedukuhan Kalensambi, kelima putra Ki Mardisem itu adalah bernama Cangga Pras. Buyut Tasu, Buyut Salwan, Buyut Magun, dan Buyut Murjan.
Kelima orang putra Ki Mardisem itu berpencar mencari sumber air ke sebelah timur waktu Kesambian mengalami kekeringan.
Di sebuah hutan yang banyak kalinya mereka menemukan sebuah kedung (di timur Pasar Cikedung?, pen) yang airnya banyak dan bening maka daerah itu diberi nama Cikedung.
Hal lain yang berkaitan adalah cerita rakyat tentang perjuangan Ki Bagus Rangin (Ki Bagus jabin?, pen) yang terkenal dan heroik itu. Masyarakat Cikedung dan sekitarnya mengakui bahwa daerahnya dahulu merupakan tempat dan barak (daerah gerilya) terakhir pasukan Ki Bagus Rangin menyusun kekuatan kembali untuk melawan kolonial kompeni Belanda/Inggris dan keadipatian dalem Dermayu dan Sumedang yang pro Belanda.
Pasukan Ki Bagus Rangin ketika dikejar pasukan Belanda bersembunyi di rawa Bolang dan blok buyut Asem di dusun Ludoyong (desa Karangasem). Kemudian pindah ke Blok Sukupajang (Kandang sekarang). Dan pada akhirnya konon menyepi di bawah buyut Asem Gede yang terletak di desa Cikedunglor (Ki Remol).
Pebedaan-perbedaan sumber ini sangat wajar terjadi dalam penyusunan sebuah sejarah, semoga diwaktu kedepan ada upaya menyatukan persepsi tentang sejarah desa Cikedung yang sebenarnya.
Cikedung bukanlah desa istimewa namun demikian Cikedung dulu dikenal sebagai gudangnya seniman dan orang-orang jenius dikawasan Indramayu selatan.
Jika anda membaca juga dua postingan lain dari blog ini tentang sejarah Cikedung maka anda bisa menyimpulkannya sendiri tentang sejarah desa Cikedung namun tetap diketahui dan digaris bawahi bahwa ini bersumber pada data-data sekunder yang masih belum dibuktikan keakuratanya.
Semoga bermanfaat.
Cikedung bukanlah desa istimewa namun demikian Cikedung dulu dikenal sebagai gudangnya seniman dan orang-orang jenius dikawasan Indramayu selatan.
Jika anda membaca juga dua postingan lain dari blog ini tentang sejarah Cikedung maka anda bisa menyimpulkannya sendiri tentang sejarah desa Cikedung namun tetap diketahui dan digaris bawahi bahwa ini bersumber pada data-data sekunder yang masih belum dibuktikan keakuratanya.
Semoga bermanfaat.