LEGENDA DESA JUNTINYUAT, DESA JUNTIKEBON DAN JUNTI KEDOKAN
14 Februari 2018
Cerita mengenai awal mula desa Juntinyuat dan desa-desa sekitarnya cenderung bersifat legenda yang bercampur dengan cerita sejarah.
Konon ketika putri raja Titongki yang bernama Ong Tien jatuh hati pada Syarif Hidayat, Ong Tien segera menyusul ke Cirebon, raja Titongki merasa kehilangan anak, maka diutuslah beberapa punggawa di bawah pimpinan Dampu Awang membawa dua gerobak perhiasan emas permata untuk perbekalan dan bekal hidup sang putri di Cirebon.
Perjalanan Ong Tien yang jauh melewati laut sampailah di pesisir Junti. Ong Tien di bantu dan ditolong oleh Ki Ageng Junti dan diantar menemui Syarif Hidayat di Pakungwati dan Ong Tien pun menikah dan menetap disana.
Ki Ageng Junti adalah gegeden wilayah tersebut dan dia mempunyai puteri yang bernama Nyi Ageng Junti. Rumahnya di tegalan pantai Junti.
Diselatannya kediaman ki Ageng Junti da penduduk yang berkebun, lokasi itu kemudian diberi nama Juntikebon.
Sementara disebelah baratnya terdapat kedokan air yang kemudian diperbaiki dan diperpanjang, lokasi itu kemudian diberi nama Juntikedokan.
Di tepi laut ada pohon yang daunnya menyolok (nyongat) ke laut maka tempat itu dinamakan Juntinyuat.
Dampu Awang yang menyusul Ong Tien pun akhirnya mendarat di pesisir yang sama yaitu di pesisir Junti setelah sekian lamanya mencari sang putri.
Ketika di turun Dampu Awang bertemu dengan ki Ageng Junti dan menanyakan kemana arah Cirebon.
Disamping Ki Ageng Junti ada putrinya yang cantik berkulit kuning langsat yang bernama Nyai Ageng Junti.
Disamping Ki Ageng Junti ada putrinya yang cantik berkulit kuning langsat yang bernama Nyai Ageng Junti.
Dampu Awang tertarik dan ingin mengawini Nyi Ageng Junti. Ki Gedeng Junti merasa kurang enak jika langsung menolak lamaran Dampu Awang karena Nyi Ageng Junti tidak menyukai Dampu Awang yang tidak beragama Islam.
Ki Ageng Junti membuat rencana penolakan halus dengan memberi syarat kepada Dampu Awang.
Syarat yang diberikan pada Dampu Awang adalah menembus pagar pekarangan rumah Ki Ageng Junti yang tersusun dari pohon bambu Ori selebar 1,5 m dalam waktu semalam.
Syarat yang diberikan pada Dampu Awang adalah menembus pagar pekarangan rumah Ki Ageng Junti yang tersusun dari pohon bambu Ori selebar 1,5 m dalam waktu semalam.
Dampu Awang ternyata menyanggupinya. Dampu Awang menggunakan daya upaya agar bisa mengawini Nyi Ageng Junti, Ia kemudian menyebarkan berita bahwa akan mengadakan tawur recehan emas di sekitar rumah Ki Ageng Junti pada penduduk sekitar. Mendengar berita itu lalu berbondong-bondonglah penduduk Junti menuju rumah Ki Ageng Junti.
Begitu malam tiba, Dampu Awang mulai menabur recehan emas pada rumpun bambu yang memagari pekarangan Ki Ageng Junti itu. Penduduk berebut mendapatkan emas dengan cara menebas bambu ori satu demi satu, rumpun bambu pun jebol.
Usaha Dampu Awang berhasil, akhirnya benteng pekarangan Ki Gedeng Junti bisa ditembus.
Di mata Ki Ageng Junti, perlakuan Dampu Awang tersebut curang. Ia segera menyelamatkan putrinya menuju gunung Sembung. Dampu Awang murka dan mengejarnya.
Dalam pelariannya disuatu tempat, Nyi Ageng Junti terjatuh ke tanah berikut simbar mahkotanya terlempar jauh karena kakinya tersangkut jerami padi ketan hitam. Nyi Ageng Junti meminta agar kelak warga disana tidak menanam ketan hitam.
Sesampainya di gunung Sembung, mereka menemui Syeh Bentong untuk mohon perlindungan dari kecurangan Dampu Awang. Ki Ageng Junti berjanji akan menyerahkan puterinya agar diperisteri Syeh Bentong.
Syeh Bentong pun lalu menyembunyikan Nyi Ageng Junti dipucuk pohon Gebang.
Syeh Bentong pun lalu menyembunyikan Nyi Ageng Junti dipucuk pohon Gebang.
Pengejaran Dampu Awang dari Junti harus meninggalkan satu gerobaknya yang kosong di Kalinyar, Kerangkeng.
Akhirnya sampai juga Dampu Awang di Gunung Sembung dan bertemu Syeh Bentong. Terjadilah perang fisik yang dimenangkan Syeh Bentong.
Akhirnya Syeh Bentong memperisteri puteri Ki Ageng Junti dan menetap di desa Ujunggebang.