GARAM
Tiap kali Aku diajak makan oleh Kang Asan bin Habib Usman bin Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin Yahya Kempek Cirebon Jabar, tiap kali itu pula Aku melihat garam di atas meja makan. Aku tidak pernah bertanya dan Kang Asan pun tidak pernah menjelaskan, kenapa mesti ada garam di atas meja makan. Sebelum makan, Kang Asan mesti mencicipi garam dulu, lalu makan, dan Aku pun menirunya, tanpa pernah bertanya, mengapa.
Suatu hari, Aku dipanggil Walidiy KH Umar Sholih Kempek Cirebon, disuruh mengumpulkan santri sebanyak lima belas orang untuk mengikuti sholat janazah di Panguragan Cirebon.
Selesai sholat Janazah, Aku menduga beliau Walidiy KH Umar Sholih ikut ke maqbaroh Panguragan, guna untuk mentalqin mayit. Aku pun ikut rombongan mengantar janazah ke pemakaman.
Sesampai di pemakaman, Aku tidak melihat guruku KH Umar Sholih, dan tiba-tiba Aku dicolek oleh teman, "Kang, ditunggu Walid di rumah almarhumah", Aku pun kaget, dan segera pulang dari pemakaman menuju rumah almarhumah.
Sampai di rumah almarhumah, semua sudah kumpul menghadapi hidangan makanan. Kirain hanya Aku yang belum makan, begitu datang, Aku langsung ambil piring, nasi, lauk pauk dan segera menyantap makanan.
Tiba-tiba ...
"Munawiiiiiiirrrr ....", ujar Walidiy dgn suara khasnya.
Semua orang menoleh ke arah diriku.
"Ibda'uuu bil milhi !", ujar Walidiy.
Semua diam, tidak ada yg mengerti apa yang dimaksud oleh Walidiy, kecuali Aku. Aku langsung mencari dan mengambil garam. Kucicip garam dan langsung menyantap makanan.
Semua orang masih diam, lalu terdengar gremeng gremeng, "apa je kang Nawir, apa je
.." tanya teman teman santri Kempek Cirebon.
Sambil menyantap makanan, Aku bergumam, "Uyah cah, uyaaaahh"
"Maksude?", kata teman teman.
"Mangane uyah dikit, kih kaya isun kih", sambil mengambil garam dan lalu meneruskan makan.
Dan sejurus kemudian, berebutlah teman teman mengambil dan mencicip garam, kemudian menyantap makanan.
Heeemm ...
Sumber : FB KH. Munawir Amin