KH. Muhammad Idris Lajer Pejuang NU sejati Ketua MWCNU Tukdana Indramayu 7 Periode
22 Maret 2022
Di Indramayu banyak tokoh-tokoh kharismatik yang menjadi teladan dan panutan bagi masyarakat di sekitarnya, bukan saja karena kealiman dan keilmuannya, tapi juga berkat jasa-jasanya dalam mengembangkan dan mendidik masyarakat tentang ilmu-ilmu agama, seperti fiqih, Tasawuf, dan sebagainya.
Salah satu diantaranya adalah KH. Muhammad Idris yang berasal dari Desa Lajer Kec. Tukdana – Indramayu. Jasanya dalam mengembangkan agama Islam di Desa Lajer hingga kini masih diakui oleh sebagian masyarakat. Beliau adalah guru dan panutan bagi masyarakat, mencetak kader-kader untuk terus menjaga dan melestarikan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Bahkan hampir semua pengurus PAC GP Ansor Tukdana saat ini dulunya adalah santri-santi beliau.
Latar Belakang Kehidupan
Nama lengkapnya adalah KH. Muhammad Idris bin KH. Abdul Qohar dan Hj. Caswi. Beliau lahir di Desa Tukdana Blok Lajer (sekarang Desa Lajer) tahun 1933.M. Istri beliau bernama Nyai Hj. Naedah, namun hingga ahir hayat beliau tidak memiliki keturunan, sehingga beliau mengasuh dan menganggap keponakan-keponakannya seperti anaknya sendiri, salah satunya adalah sahabat Ibnu Jaelani yang sekarang menjadi pengurus PAC GP Ansor Tukdana.
Dari jalur sang ayah, beliau masih keturunan Mbah Buyut Tambi, beliau juga masih kerabat dengan KH. Muslim, Alm yang merupakan tokoh ulama Desa Tambi. Hingga sekarang, ikatan kekeluargaan itu masih dijaga dengan baik, dan masih sering mengadakan pertemuan keluarga, salah satunya haul beliau yang diadakan setiap bulan Sya’ban.
Sedangkan dari jalur Ibu, yaitu Nyai Hj. Caswi, beliau masih keturunan Mbah buyut Lajer. Menurut salah satu sesepuh yang juga masih kerabat dengan beliau yaitu Kiyai Bukhori, beliau mengatakan bahwa KH. Idris masih keturunan ke-7 dari Mbah buyut Lajer dari jalur Ibu.
Tidak banyak kisah yang menceritakan tentang perjalanannya dalam menimba ilmu di pesantren, namun dari cerita yang di dapat dari salah satu sesepuh Desa Lajer yaitu Kiyai Bukhori, beliau mengatakan bahwa Kang Idris (panggilannya Kepada KH. Muhammad Idris) pernah menimba Ilmu pada KH. Masykuri pendiri Pondok Pesantren Nahjul Hidayah Rembes Tegal gubug Cirebon.
Setelah menimba ilmu pada KH. Masykuri Mas’ud, beliau melanjutkan mesantren di Babakan Ciwaringin. pada KH. Muhammad Sanusi yang merupakan murid sekaligus adik ipar dari KH. Amin sepuh. Setelah dari Babakan Ciwaringin, beliau melanjutkan berguru pada KH. Muhammad Halimi pengasuh Pondok Pesantren Nihayatul Falah Ciherang Pandeglang Banten.
Menurut Kiyai Bukhori dan beberapa murid KH. Idris, beliau masih satu angkatan dengan KH. Amin Mubarok Kertasemaya, mantan Ro’is Syuryah PCNU Kab. Indramayu. Namun karena tidak adanya catatan mengenai riwayat perjalanan hidup beliau, serta sudah tidak adanya rekan seangkatan dengan beliau, maka cerita ini hanya bisa di dapat dari orang dekat beliau saja, yang cukup lama bersama mengembangkan Agama Islam di Desa Lajer.(Mukhlis, 2020)
Latar Belakang Pemikiran
Selama hidupnya, tokoh yang biasa dipanggil Kiyai Idris ini mengabdikan dirinya untuk kepentingan ummat dan Nahdlatul Ulama (NU). Semenjak masih muda, beliau sudah aktif di organisasi GP ANSOR. Bisa dibilang beliau adalah pendiri dan sesepuh GP ANSOR Kec. Tukdana. Meskipun tidak banyak bukti tentang perjuangan beliau untuk NU, namun dari penuturan Kiyai Bukhori bahwa beliau sangat gigih dalam memperjuangkan NU yang pada masa itu pergerakan NU masih dibatasi pergerakannya oleh pemerintahan.
Kegigihannya dalam mendidik santri-santrinya juga sangat luar biasa. Beliau sangat tekun mengamalkan ilmunya, tidak ada kata lelah dalam mengabdikan diri untuk kepentingan ummat. Beliau sangat disiplin dalam menggembleng murid-muridnya.
Tahun 1960 beliau diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh Departemen Agama (DEPAG) Kab. Indramayu, menjadi guru agama, dan kemudian menjadi penyuluh agama hingga beliau pensiun. Pada tahun 1986, beliau mendirikan Madrasah Ibtida’yah Al-Qohariyah di Desa Tukdana (tempatnya sekarang di SMP Ma’arif Tukdana), namun pada waktu pemekaran menjadi Desa Lajer, Madrasah itu dipindahkan di samping rumahnya, dan sekarang ada dibawah yayasan Al-Qohariyah.
Setelah pensiun KH. Idris mencurahkan semua waktunya untuk NU dan santri-santrinya. Menurut Sahabat Andi Rohandi (mantan Ketua GP ANSOR Tukdana), Kiyai Idris menjabat sebagai ketua MWC NU Tukdana selama 7 Periode, sampai wafatnya beliau pada tahun 2004. Bukan karena kiyai Idris tidak mau digantikan, tapi karena sangat sulidnya mencari kader NU yang mau dan siap mengurusi NU.
Jumlah santri KH. Muhammad Idris sangat banyak, selain dari wilayah kec. Tukdana sendiri, juga ada dari beberapa daerah di sekitar Kec. Tukdana. Santri-santrinya sekarang banyak yang menjadi publik figur, baik dikalangan birokrasi maupun dikalangan masyarakat. Salah satu santri Kiyai Idris yang masuk birokrasi atau pemerintahan adalah H. AK, Basuni, SIP. Msi (Alm) mantan Camat Kec. Tukdana.
Peninggalan dan karya KH. Muhammad Idris diantaranya:
1. Yayasan Al-Qohariyah. Nama yayasan ini di ambil dari nama ayahnya, yaitu KH. Abdul Qohar, didirikan sekitar Tahun 1986.
2. Ngaji tajwid Jawa, kitab tajwid jawa yang dibuat sendiri oleh KH. Idris. Namun sekarang kitabnya sudah tidak ada. Sedikit yang masih di ingat oleh Kiyai Bukhori adalah “ Bismilah iku kanggo ngawiti, maring perkara kang luwih dadi, barang tuli alhamdulillah..dst”.
3. Pengajian rutin setiap malam rabu yang sudah dijalankan semenjak ayah beliau, yaitu KH. Qohar. Hingga sekarang kegiatan itu masih berjalan. Sepeninggal KH. Idris pengajian tersebut dilanjutkan oleh Kiyai Muslim Tambi, setelah Kiyai Muslim wafat diteruskan oleh anak-anak Kiyai muslim.
Penulis: Mukhlis
Sumber : Buku Jejak Ulama Nahdlatul Ulama kab. Indramayu