KEBAJIKAN SANG NENEK TUA
Seperti biasa perempuan tua itu mengayuh gerobak sepedanya. Buah pisang yang dia bawa dalam gerobak pisang memang tak terlalu banyak hari itu. Usianya memang sudahlah renta namun perempuan renta itu sanggup mengayuh gerobak sepedanya puluhan kilometer 5 kadang 7 desa dia putari untuk menjajakan dagangannya yang tidak seberapa.
Bagi mereka yang biasa menerima penghasilan besar tentu dagangan nenek tua itu tidaklah begitu berharga. Untung yang nenek tua terima itu tentu bisa jadi senilai segelas kopi atau setara makan siang kalian yang berpenghasilan tinggi. Semangat baja sang nenek tua itu bisa jadi mengalahkan banyak dari kita-kita meski usia kita masih muda. Untuk sekedar bertahan hidup sang nenek mampu mengayuh gerobak sepedanya dari pagi buta dan pulang menjelang duhur kemudian istirahat di gubuknya.
Sang nenek biasa menjajakan pisang, dan itupun bukan pisang
terbaik. Nenek menerima dan membeli pisang tetangga dan juga pisang penjual
lainnya yang belum juga laku untuk dibawa berputar di desa-desa di kecamatan
Gabuswetan Indramayu. Bagi yang sering berjalan-jalan pagi hari di kecamatan
Gabuswetan bisa jadi anda pernah melihatnya. Kadang bukan hanya pisang, sang
nenek juga membawa dagangan buah-buahan lain selain pisang.
Di tengah terbatasnya lapangan kerja yang disediakan
pemerintah, nenek tua ini mengajarkan satu hal yaitu gigihlah dalam memperjuangkan
kehidupan ini. Dengan perjuangan keras kita pasti bisa makan, dengan kegigihan
kita terus maju seperti gerobak sepedanya. Nanti di suatu saat beliau akan pada
satu titik finish, bahwa perjuangan hidup ini akan usai. Sebagai seorang yang
pernah bertemu dengan beliau saya belajar satu hal yaitu kegigihan sampai titik
akhir. Bukankah sang nenek tua tidak akan berhenti di suatu tempat meski
kakinya linu dan sangat sakit. Sang nenek akan terus mengayuh gerobak sepedanya
sampai rumah apapun rasanya, agar esok hari bisa berjualan kembali.
Seringkali kita mudah menyerah karena rasa sakit, karena
beberapa persoalan, karena rumitnya keadaan. Sebenarnya semua biasa saja,
dengan menjalaninya sang nenek tua terus saja melajukan gerobak sepedanya.
Tentu saja dengan rusaknya ruas jalan makin membuat kayuhan sang nenek makin
berat, kayuhan pedalnya harus makin ekstra. Semoga saja Bupati atau pihak
lainnya ikut meringankan beban sang nenek tua dengan memperbaiki ruas jalan
yang dilaluinya, semoga saja.
Mari kita berhitung, seberapa berat sih hidup kita
dibandingkan sang nenek tua yang di usia 70an masih terus mengayuh gerobak
sepedanya untuk memperjuangkan hidup. Sang nenek tentu tak perlu berfikir masa
depan seperti kita. Dari Sang Nenek kita belajar satu hal kebajikan “