SURAT TERBUKA UNTUK AYAH AZUN MAUZUN

Salam Ayah Azun, semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Mohon maaf jika saya menuliskan surat terbuka untuk panjenengan, karena banyak pesan dari para perempuan single parent, perempuan kepala keluarga, para janda baik yang ditinggal mati ataupun cerai, yang merasa terganggu dengan postingan panjenengan di media sosial. Bagaimana stigma dan streotype tentang janda terus panjenengan langgengkan sebagai meme, bahan lelucon dan becanda.


Satu sisi para perempuan ingin protes, tapi mereka tak punya nyali dan keberanian karena panjenengan adalah Ketua Rabithah Ma'had Islami (RMI) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Indramayu yang menaungi pondok pesantren seluruh Kabupaten Indramayu. Ketua Forum Pondok Pesantren (FPP) Kabupaten Indramayu. Karena panjenengan adalah Kiai, Putra Kiai, dan pengasuh pondok pesantren. Bahkan jabatan sebagai Anggota DPRD Kabupaten Indramayu pun pernah panjenengan emban.

Mohon maaf Ayah Azun, saya tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan pesan dari para sahabatku itu kecuali melalui surat terbuka ini. Berhari hari saya berpikir bagaimana saya harus membela sahabat-sahabatku ini. Karena keluarga saya baik di Kertasemaya maupun Segeran Kidul punya hubungan baik secara kekerabatan. Adik-adik saya pun bekerja bersama panjenengan dalam organisasi dan komunitas yang sama. Untuk hal satu ini, secara pribadi saya menyampaikan rasa terimakasih karena telah memberi akses, ruang dan kesempatan.
Saya memikirkan apa dampak yang muncul ketika saya menulis surat terbuka ini. Untuk itu, saya menyerahkan pada sahabat-sahabat di Facebook ini agar memberi para perempuan janda kekuatan dan keberanian melawan. Atas harga diri mereka yang terinjak-injak sedemikian rupa. Atas nama kemanusiaan, dan memanusiakan perempuan. Para guru-guru saya di gerakan perempuan. Mohon saran dan masukan, apa yang harus saya lakukan untuk membela sahabat-sahabat perempuanku ini.
Tahukah Ayah Azun, para perempuan tak pernah ingin menjadi janda, bahkan ketika usia masih muda. Entah janda mati atau karena perceraian, ada banyak hal yang telah mereka lalui sebagai anak perempuan, sebagai perempuan, sebagai istri dan sebagai seorang ibu. Para janda yang telah punya anak, bagaimana harus memutar otak agar keberlangsungan pendidikan anak-anaknya tetap berjalan. Ia menjadi tulang punggung keluarga untuk menafkahi anak-anaknya. Sementara ia juga harus melawan streotype janda yang dianggap negatif. Para perempuan ini diam bukan karena tak punya keberanian, tapi ada masa depan anak-anak yang harus mereka perjuangkan.
Ibunda Nabi Muhammad saw. Sayyidah Aminah menjanda ketika mengandung sang Nabi. Ibu panjenengan juga saat ini telah menjanda. Ibu saya, menjanda tiga tahun setelah ditinggal wafat ayah kami. Saya yang membersamai Ibu, menemani gelisahnya harus mengasuh, dan membiayai pendidikan, dan membesarkan 5 orang anak-anaknya. Karena dua anak sudah menikah dan berkeluarga. Ibu kami perempuan kuat, yang sesekali saya melihatnya menangis di atas hamparan sajadah di sepertiga malam. Merindukan suaminya, mendoakan anak-anaknya, dan memohon pada Tuhan agar diberi kekuatan untuk mampu menghantarkan anak-anaknya hingga masa depan. Rasanya ketika ada yang menghina para janda, saya seperti melihat Ibu yang kerap menyeka air mata serta peluh ketika menghadapi masalah pelik anak-anaknya. Sementara tak ada lagi penyokong utama ekonomi keluarga.
Melalui surat terbuka ini, saya berharap Ayah Azun menghentikan segala bentuk candaan, dan hinaan pada para janda. Menyampaikan permohonan maaf secara terbuka, dan tidak mengulanginya lagi. Saya tidak tahu seberapa efektif pesan ini. Tetapi saya punya sahabat-sahabat di facebook, jaringan para ulama perempuan, jaringan para penggerak kesetaraan, serta restu dari para guru. Saya berharap kekuatan semesta pun menyertai. Terimakasih. []
Indramayu, Kamis 3 November 2022

Sumber : FB Zahra Amin

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel