Kekosongan Wabup Indramayu Harus Dijawab Secara Realita : Bukan Sesuai Selera
Sebagai sekretaris Bappilu Gerindra Kabupaten Indramayu dan juga sekaligus aktifis exponen 98 sangat menyayangkan jika dalam opini yang berkembang, membuat polemik dan suhu politik di Indramayu tidak stabil, yang akhirnya masyarakat berbondong-bondong harus meng-amini setiap isu yang beredar. Maka dalam hal ini saya memberikan catatan, agar isu yang menjadi buah bibir nasional ini harus diangkat secara baik, bukan hanya menyampaikan sesuai selera dari para pemangku politik, namun lebih dari itu, harus dijawab secara realistis, bukan dijawab dengan dogmatis.
Saya akan mulai dengan mengulas diskusi ini sebagai studi kasus yang menjadi gerbang untuk membahas, bagaimana politik berbenah dan beradaptasi dengan konteks era disrupsi dan semangat mencari platform politik baru yang jauh dari kata politik selera. Setelah itu saya akan membahas topik kedua dengan pendekatan sejarah partai pemenang 2019 lalu, karena seperti kata sejarawan Kuntowijoyo, sejarah itu, seperti spiral yang selalu berulang namun selalu maju ke depan.
Politik selera, menjadi studi kasus dan gerbang untuk membahas bagaimana eksistensi menjadi sebuah kerja politik yang konkret, karena era saat ini, disrupsi politik melanda hampir disemua lini kehidupan. Tak terkecuali dunia politik di Indramayu.
Jika beberapa tahun lalu politik di Indramayu masih terasa seperti monarki, maka hari ini seharusnya lebih mencerminkan pandangan baru ditengah masyarakat, politik harus lebih humanis, dan menjadi platform kemajuan di tengah kemunduran indeks pembangunan masyarakat yang notabene masih disebut sebagai daerah miskin ekstrem di Jawa Barat.
Jadi ketika ada kursi kekosongan Wakil Bupati, para pemangku politik harus dapat menjawab secara realita, bukan menjawab berdasarkan selera. Kalau jawabannya menjadi sebuah jawaban politik selera, maka mau dikemanakan Indramayu kedepan, dan yang pasti revolusi demokrasi 98 adalah buah dari politik selera.
Pada diskusi kedua, saya akan membuka, bagaimana pembuatan gerbong sejarah kemenangan politik tahun 2019 di Indramayu. Kemenangan politik tersebut adalah sebuah hasil jerih payah bersama dalam webseries ekslusif partai koalisi. Bahkan label originalis dibelakangnya, yang mengatur titik sebanyak 890 titik kampanye, adalah ketua dari partai berlambang burung Garudayaksa. Sehingga, jika persoalan kekosongan kursi wabup dijawab tanpa melihat sejarah, bisa dipastikan bahwa pelaku politik itu amnesia, jauh dari kata sejarah perjuangan politik bangsa.
Pada Persoalan sejarah politik, saya seperti direkomendasikan melihat kembali film “Argo” karya Ben Affleck sebagai sutradara sekaligus tokoh sebagai tokoh utamanya.
Film yang juga diperankan oleh Alan Arkin, Clea DuVall dan John Goodman ini mengangkat tema konflik politik yang menegangkan antara Iran dan Amerika Serikat, terinspirasi dari kisah nyata tentang misi penyelamatan staf kedutaan besar Amerika Serikat di Iran yang masih terjebak dan tak bisa menyelamatkan diri kemana pun.
Sentimen negatif terhadap orang Amerika Serikat, membuat misi penyelamatan sangat beresiko. Jika kurang jeli, bisa-bisa mereka semua dieksekusi tentara Iran.
Film tentang strategi politik ini begitu menarik, karena penuh dengan ketegangan yang membuat adrenalin berpacu, akibat tegang dengan misi penyelamatan yang dilakukan. Sekali lagi, ini bukan soal kekosongan kursi Wakil Bupati, namun hari ini kita dihadapkan untuk membangun Indramayu, yang didalamnya ada di pundak dan tanggungjawab kita. Ini bukan webseries ataupun telenovela, tapi ini adalah sebuah realita untuk Indramayu mulih harja.
Penulis : Ade Sunandar