NASIB CALON HAJI LANSIA

Dada terasa sesak, sedih, trenyuh, jengkel dan marah bercampur aduk. Bingung, mau marah  dan jengkel ke siapa?


Para calon haji lansia bisa melunasi, karena diprioritaskan pemerintah. Tapi pendamping yang akan  mengurusnya sehari-hari di tanah suci tidak bisa berangkat sebab belum ada aturan hukum yang memayunginya.

Sementara, disebelah sana dengan dalih karena ada aturannya, bisa melenggang berangkat. Srumingah, senyam senyum dengan sesama teman yang berangkat, selain gratis dikasih uang saku, dari dana APBD. Istilah kang Emil, uang pajak.

Padahal selain Ketua Kloter dan Tenaga Kesehatan (dua kelompok petugas ini memang amat dibutuhkan), yang menyebut dirinya petugas, di Tanah Suci tenaganya tidak terlalu signifikan. Kecuali kalau dimanfaatkan membantu para lansia.

Kelompok ini, umumnya mampu secara finansial dan sudah haji. Ada ASN  seperti Dosen, Kepala KUA, Kepala Seksi,  Kepala Bidang,  DPRD, pengurus Ormas dan lain-lain. Lucu, ada juga yang mengaku pengusaha, tapi aneh  memanfaatkan jalur gratis ini. 

Kenapa para Ustadz, Kiai, atau ulama yang punya santri, dan belum  haji sebab tidak punya uang, tidak menjadi prioritas utama? Kenapa bersedekah kepada orang kaya? Kenapa menyalakan lampu ditengah terik matahari?

Sekedar berandai andai, kalau satu provinsi yang gratisan itu jumlahnya sekian, dikalikan sekian provinsi, diperkirakan bisa mengurangi persoalan yang dihadapi keluarga lansia.

Kini, keluarga lansia menarik mundur orangtuanya, tidak jadi berangkat ke Tanah Suci sebab tidak ada pendamping. Tidak tega hati melepas orangtua tercinta yg makan, minum dan ganti baju diurus keluarga. Kalau dilepas begitu saja,  "serasa membuang mereka", katanya memelas sedih.

Wallahu A'lam.


Penulis :  Muhtar Gandaatmaja

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel