BENARKAH NENEK MOYANG KITA PELAUT ?
Penutur bahasa Austronesia adalah kelompok masyarakat yang berasal dari peradaban Hemudu di Zhejiang sekitar 5500 Sebelum Masehi. Mereka adalah leluhur dari mayoritas orang Indonesia, Malaysia, Filipina, Maori, Madagaskar, Hawaii, dan Pulau Paskah.
Sekitar tahun 3500-2000 SM, banjir besar di sungai Yaojiang membuat tanah menjadi asin dan warga Austronesia harus merantau ke Pulau Taiwan. Pada tahun 2000-1000 SM, mereka pindah lagi ke Asia Tenggara. Pada tahun 500 SM, jejak peradaban mereka sudah ditemukan di Jawa. Kelompok Austronesia lain juga berlayar ke Polinesia, Hawaii, Selandia Baru bahkan ke Madagaskar.
Rahasia dari kesuksesan Austronesia dalam merantau adalah kemampuan mereka sebagai pelaut andal. Bertolak belakang dengan orang Tionghoa yang terkenal sebagai bangsa agraris dan lebih banyak menggunakan kapal sungai, kapal-kapal Austronesia yang disebut Kunlun Po berlabuh di Tiongkok Selatan pada abad ke-3 SM, mereka disewa oleh Biksu Tionghoa yang ingin pergi ke India atau Sri Langka.
Menurut buku 'Hal-hal Ganjil dari Selatan' (Nánzhōu Yìwùzhì) karya Wan Chen kapal Austronesia sanggup memuat 600–700 orang dan 250-100 ton muatan. Bangsa-bangsa Austronesia juga terkenal karena menciptakan pelbagai desain perahu ringan, seperti Proa di Polinesia (Bahasa Sunda : Parahu), Lakana (Madagaskar), Waka Ama (Selandia baru), Baurua (Kiribati), Sakman (Kepulauan Mariana), Camakau (Fiji), Vaa'Tele (Samoa) dan Paduwang (Madura). Untuk Kapal Perang, orang Jawa memiliki Lancaran dan Jong. Armada Laut Imperium Majapahit, Demak dan Kalinyamat sangat disegani bangsa Portugis sebelum musnah akibat kebijakan Amangkurat I.
Dalam ilmu Navigasi, warga Austronesia mengandalkan Matahari, rute migrasi burung bahkan angin di siang hari serta bintang di malam hari. Rasi Bintang Selatan (Southern Cross) yang kerap diandalkan warga Austronesia terlukis di bendera Australia, Selandia Baru dan Samoa.
Sumber : Neo Historia Indonesia