Kontroversi dan Tradisi: Menggugat Kirab Pusaka di Kabupaten Indramayu

 Prosesi kirab pusaka di Kabupaten Indramayu merupakan tradisi tahunan yang diadakan untuk merayakan hari jadi kabupaten tersebut. Dalam acara ini, berbagai benda pusaka milik Raden Bagus Arya Wiralodra, pendiri Indramayu, dibawa berkeliling ke 31 kecamatan. Pusaka-pusaka ini, seperti Cakra Udaksana Kiai Tambu, Gagak Pernala, dan Jubah Tambal Sewu, merupakan simbol sejarah dan identitas budaya Indramayu yang dijaga turun-temurun oleh Keluarga Trah Wiralodra dan pemerintah daerah.


Namun, kirab pusaka ini tak lepas dari kontroversi. Keluarga besar Trah Wiralodra, yang mewarisi hak atas pusaka-pusaka tersebut, mengkritik penyelenggaraan acara oleh pemerintah daerah. Mereka merasa bahwa penggunaan dan penanganan benda pusaka sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai tradisional. Raden Inu Danubaya, pewaris keturunan Trah Wiralodra, menilai bahwa prosesi kirab telah "melenceng dari adat dan budaya leluhur," terutama karena benda pusaka diarak ke berbagai wilayah tanpa perlindungan yang memadai​.

Salah satu kritik utama dari pihak keluarga adalah ketidakjelasan mengenai kondisi benda-benda pusaka tersebut. Sejak pemerintah daerah mulai menggelar acara kirab pada awal 2000-an, keluarga merasa terputus dari akses terhadap pusaka-pusaka tersebut. Raden Inu juga menyoroti bahwa benda-benda ini sering kali tidak lagi disimpan di tempat yang semestinya, yakni di Pendopo Kabupaten Indramayu​.

Kritik ini menarik perhatian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Indramayu, yang telah berjanji akan memediasi antara keluarga Trah Wiralodra dan pemerintah untuk menemukan solusi. Mediasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa pusaka-pusaka tersebut dirawat dengan baik dan tradisi kirab tetap bisa dilanjutkan dengan menghormati nilai-nilai tradisi​.

Di sisi lain, pemerintah daerah Indramayu, melalui acara kirab pusaka, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sejarah lokal dan melestarikan budaya leluhur. Bupati Indramayu, Nina Agustina, melalui perwakilannya, menegaskan bahwa acara ini dimaksudkan untuk mengenalkan sejarah dan budaya kepada generasi muda, agar mereka lebih memahami warisan leluhur​.

Sementara itu, acara kirab tetap menarik banyak perhatian dari masyarakat lokal. Setiap tahun, masyarakat menyambut kirab dengan antusiasme, meskipun sebagian pihak mulai mempertanyakan validitas dan keaslian dari prosesi yang dianggap sudah kehilangan "marwah" atau esensi budaya aslinya​.

Dalam perdebatan ini, jelas ada perbedaan pandangan antara pelestarian budaya sebagai tradisi kolektif dan penghormatan terhadap hak warisan pribadi. Meski prosesi kirab memiliki tujuan baik sebagai upaya melestarikan sejarah dan budaya, penting bagi pihak-pihak terkait untuk menemukan keseimbangan agar tidak mengabaikan aspek etika dan adat. Benda pusaka, selain sebagai simbol kebanggaan lokal, juga merupakan warisan personal dari keluarga yang harus dihormati, terutama dalam konteks budaya Jawa yang sangat menjunjung tinggi ikatan leluhur.

Dengan berbagai pandangan yang muncul, prosesi kirab pusaka di Indramayu menjadi contoh bagaimana tradisi dan warisan budaya tetap relevan dalam dinamika masyarakat modern, namun tetap memerlukan kehati-hatian dalam pengelolaannya agar tidak mengaburkan nilai-nilai asli yang seharusnya dijaga.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel