Dari Oxford ke Jawa: Perjalanan Seorang Akademisi dalam Menemukan Akar Sejarah Indonesia
Perjalanan Seorang Akademisi dalam Menemukan Akar Sejarah
Indonesia
Perjalanan
seorang akademisi tidak selalu mengikuti jalur lurus yang terprediksi. Sejarah
dan budaya sering kali menjadi alasan mengapa seseorang menekuni bidang
tertentu, namun dalam kasus seorang akademisi ini, perjalanan hidupnya yang
penuh dengan kebetulan dan tantangan justru membawa ke tempat-tempat yang tak
terduga, termasuk Indonesia. Dalam narasi berikut, kita akan menggali bagaimana
seorang akademisi Inggris yang terpesona oleh sejarah revolusi dunia berakhir
dengan meneliti Pulau Jawa dan menjalani petualangan luar biasa yang membawanya
dari Oxford hingga menjejakkan kaki di tanah Indonesia.
Awal Ketertarikan pada Sejarah dan Perjalanan
ke Oxford
Akademisi
ini awalnya tidak tertarik dengan sejarah Asia. Lahir di lingkungan pendidikan
bergengsi di Inggris, ia mengenyam pendidikan di beberapa sekolah ternama
seperti Winchester dan Temple Grove. Namun, fokusnya saat itu adalah pada
sejarah Eropa, terutama revolusi yang mengguncang Prancis pada abad ke-18.
Saat ia
menghadapi ujian akhir di Oxford, posisinya bukanlah yang terbaik. Bukan
peringkat pertama maupun kedua, namun ia sedang mempersiapkan diri untuk ujian
lisan yang menentukan. Di tengah persiapan itu, seorang teman dari profesornya,
Jack Galaher, memberikan sebuah kesempatan emas. Ia menyatakan bahwa jika sang
akademisi mampu meyakinkan penguji pada ujian lisan, ia berpeluang untuk meraih
peringkat pertama, yang otomatis akan memberikannya beasiswa pemerintah.
Dengan
motivasi tinggi, akademisi ini mulai berpikir tentang topik penelitiannya.
Awalnya, ia ingin menulis tentang dampak revolusi Prancis terhadap masyarakat
lokal di sebuah wilayah di Prancis. Namun, Galaher memberikan saran berbeda. Ia
berkata, "Jika kamu tertarik pada revolusi Prancis, kenapa tidak mengambil
Pulau Jawa sebagai subjekmu?" Saran itu beralasan, karena Pulau Jawa juga
terkena dampak revolusi tersebut, terutama saat Napoleon menunjuk seorang
marshal untuk mereformasi pemerintahan kolonial VOC di sana.
Pindah ke Cornell dan Studi tentang Jawa
Berbekal
ide tentang Pulau Jawa, akademisi ini memperoleh beasiswa English Speaking
Union untuk mendukung studi pascasarjananya di Cornell University, Amerika
Serikat. Namun, saat tiba di Cornell, ia menghadapi tantangan baru. Sejarah
kolonial Jawa bukanlah bidang yang umum di sana. Profesor-profesor di Cornell
justru mendorongnya untuk mempelajari bahasa lokal, termasuk bahasa Indonesia,
Jawa, dan Belanda, untuk dapat memahami sumber-sumber asli dari sejarah
kolonial tersebut.
Ini
bukan hal yang mudah. Belajar bahasa-bahasa tersebut membutuhkan waktu dan
ketekunan, namun akademisi ini melaluinya dengan baik. Ia bahkan meminjam buku
dari seorang profesor terkenal, Ben Anderson, yang kemudian membantunya
memahami lebih dalam tentang sejarah perang Jawa. Salah satu momen paling
berkesan baginya adalah ketika ia melihat sebuah litografi Diponegoro, pahlawan
nasional Indonesia, yang sedang memimpin pasukannya. Ia merasakan semacam
“kontak batin” dengan figur Diponegoro, yang kemudian menjadi salah satu tokoh
penting dalam penelitiannya.
Pengalaman di Kapal Jakarta Lloyd: Perjalanan
Menuju Indonesia
Setelah
bertahun-tahun menghabiskan waktu di perpustakaan dan arsip, akademisi ini
merasa sudah saatnya untuk melihat langsung Indonesia, negara yang selama ini
hanya ia kenal melalui buku dan dokumen sejarah. Kesempatan itu datang ketika
ia bertemu dengan seseorang yang bekerja sebagai agen Jakarta Lloyd di New
York. Jakarta Lloyd adalah perusahaan pelayaran milik Indonesia yang sering
mengirim kapal dari Amerika Serikat ke Indonesia.
Dengan
bantuan agen tersebut, akademisi ini berhasil mendapatkan tempat di atas kapal
Samratulangi, sebuah kapal yang dibuat di Danzig untuk Presiden Sukarno pada
tahun 1950-an. Perjalanan ini, yang memakan waktu berbulan-bulan, memberinya
pengalaman langsung tentang Indonesia dan masyarakatnya. Di atas kapal, ia
bertemu dengan orang-orang dari berbagai latar belakang suku, mulai dari
nakhoda Minangkabau hingga insinyur mesin asal Jawa. Kapal itu, dengan segala
keragamannya, ia sebut sebagai “Taman Mini Indonesia yang terapung.”
Selama
perjalanan, kapal membawa 20.000 ton gandum dari New York ke Jeddah, Arab
Saudi. Akademisi ini turut terlibat dalam pekerjaan di atas kapal, seperti
mencuci mesin dan menyesuaikan diri dengan makanan yang tersedia. Pengalaman
ini memperkaya wawasannya tentang Indonesia dan membantunya memahami dinamika
sosial yang tidak ia dapatkan dari buku-buku di perpustakaan.
Namun,
perjalanan ini tidak selalu berjalan mulus. Di tengah pelayaran, akademisi ini
mengalami masalah kesehatan yang cukup serius. Akibat terlalu banyak makan
makanan yang terbuat dari gula jawa dan kacang, ia menderita usus buntu. Di
tengah lautan, jauh dari fasilitas medis modern, ia harus bertahan dan berharap
bisa sampai ke pelabuhan terdekat untuk mendapatkan bantuan medis.
Akhirnya Sampai ke Tanah Indonesia
Setelah
berminggu-minggu di atas kapal, akhirnya akademisi ini sampai di Sumatera
Timur. Bukannya mendarat di Jakarta seperti yang ia harapkan, kapal diarahkan
ke Palembang untuk memuat karet yang akan dibawa ke negara lain. Meski
perjalanan ini jauh lebih panjang dan penuh tantangan daripada yang ia
bayangkan, pengalaman tersebut memberinya pemahaman yang lebih dalam tentang Indonesia
dan sejarahnya.
Pengalaman
ini juga mengingatkannya pada masa lalu, saat kapal-kapal kolonial
menghubungkan Eropa dengan wilayah-wilayah jajahannya. Akademisi ini merasa
bahwa perjalanan panjang di laut ini adalah cerminan dari cara orang-orang pada
abad ke-19 mengalami dunia, di mana kapal adalah satu-satunya sarana untuk
mencapai tempat-tempat yang jauh seperti Indonesia.
Menemukan Akar Sejarah dari Akar Rumput
Setelah
tiba di Indonesia, akademisi ini mulai meneliti lebih dalam tentang sejarah Jawa
dari perspektif akar rumput, bukan dari sudut pandang kolonial. Ia ingin
menulis tentang sejarah rakyat, bukan hanya sejarah yang diceritakan oleh para
penguasa kolonial. Baginya, tokoh-tokoh seperti Diponegoro adalah figur
transisi yang penting dalam memahami perubahan sosial dan politik di Indonesia
pada masa kolonial.
Perjalanannya
dari Oxford ke Cornell, hingga akhirnya menjejakkan kaki di Indonesia melalui
perjalanan laut yang panjang, membentuk cara pandangnya terhadap sejarah dan
memperkaya pemahamannya tentang Indonesia. Baginya, Indonesia bukan lagi
sekadar negara yang dipelajari dari buku, tetapi tempat yang penuh dengan
kehidupan nyata, dengan sejarah yang hidup dalam diri rakyatnya.
Penutup
Perjalanan
seorang akademisi ini adalah contoh bagaimana takdir dan kebetulan bisa membawa
seseorang ke tempat-tempat yang tak terduga. Dari seorang mahasiswa yang
awalnya tidak tertarik pada sejarah Asia, ia akhirnya menjadi salah satu
akademisi terkemuka dalam sejarah kolonial Indonesia. Perjalanannya ke Pulau
Jawa, baik melalui buku maupun secara fisik, menunjukkan bahwa untuk memahami
sejarah, kita harus melihat lebih dari sekadar dokumen dan arsip; kita harus
mengalami kehidupan nyata yang ada di balik sejarah tersebut.
Penulis
Sumarta
Sumber
https://youtu.be/rc5MI1qSMBU