Dari Palembang ke Jogja: Perjalanan Spiritual dan Kehidupan di Ambang Kematian
Perjalanan Spiritual dan Kehidupan di Ambang Kematian
Hidup
sering kali membawa kita ke perjalanan yang tak terduga. Dalam keadaan kritis
atau penuh misteri, terkadang kita menemukan pelajaran hidup yang mendalam.
Kisah perjalanan ini adalah tentang bagaimana seorang individu yang hampir
kehilangan nyawanya di Palembang, mengalami rangkaian peristiwa spiritual yang
mengantarnya ke Yogyakarta—kota yang sarat dengan sejarah dan budaya. Di tengah
tantangan medis yang hampir merenggut nyawanya, ia tidak hanya diselamatkan
secara fisik tetapi juga menemukan panggilan spiritualnya.
Krisis di Palembang: Bertahan di Ambang
Kematian
Perjalanan
dimulai di Palembang, ketika penulis mengalami kondisi medis yang mengancam
jiwa, yaitu akut peritonitis, sebuah infeksi yang menyerang rongga perut.
Setelah menjalani operasi, ia masih harus berjuang melawan komplikasi yang
serius. Meskipun telah menjalani perawatan intensif, kondisinya terus memburuk.
Wajahnya semakin pucat dan tubuhnya semakin lemah, seolah-olah sedang
dihadapkan pada batas antara hidup dan mati.
Dalam
situasi seperti itu, ia menggambarkan dirinya berada di antara dua dunia: yang
satu ditandai oleh kehadiran malaikat penyelamat, dan yang lain oleh
"Hades," sang dewa dunia bawah. Seperti yang dikatakannya, hidup
kadang menyeret kita ke arah yang tak terduga, bahkan saat kita sibuk
merencanakan sesuatu yang lain.
Namun,
dalam kegelapan itu, hadir seorang teman yang berperan penting dalam
penyelamatannya. Saat tidak muncul di Pelabuhan Tanjung Priok seperti yang
dijanjikan, temannya segera mengambil inisiatif. Ia terbang menggunakan Merpati
Airlines ke Palembang dan menemukan penulis terbaring lemah di Rumah Sakit
Karitas. Dengan penuh perhatian, ia tak hanya menjadi pendamping yang setia,
tetapi juga menggunakan pengaruhnya untuk menghubungi Kedutaan Besar Inggris,
demi mendapatkan izin evakuasi medis dari Palembang ke Singapura.
Dengan
bantuan sistem CL (Chain of Life) dan intervensi dari pihak-pihak yang
berwenang, termasuk dukungan dari RAF (Royal Air Force) di Singapura, akhirnya
pesawat evakuasi dikirim ke Talang Betutu, Palembang, untuk membawa penulis
keluar dari situasi kritis. Proses penyelamatan ini menjadi bukti kuat tentang
arti persahabatan dan pentingnya dukungan dalam kondisi yang paling genting.
Kehadiran Malaikat di Tengah Kegelapan
Tidak
hanya melalui teman yang setia, tetapi juga melalui keajaiban evakuasi medis,
penulis berhasil diselamatkan. Pesawat RAF yang dikirim dari Singapura menjadi
penyelamat di saat yang tepat, seolah-olah Tuhan telah mengirim malaikat untuk
menjemputnya dari pintu kematian. Setelah dibawa ke Singapura, ia menjalani
perawatan yang lebih intensif, memulihkan kondisi kesehatannya yang nyaris
hilang.
Meskipun
perjuangan melawan maut begitu berat, ia mampu melewatinya. Penulis
menggambarkan pengalaman itu sebagai campuran antara keberuntungan, bantuan
ilahi, dan persahabatan yang tulus. Kehadiran sahabat yang datang tanpa pamrih
menjadi bukti bahwa manusia bisa saling menopang dalam keadaan paling genting.
Tiba di Jakarta: Perjalanan Lanjut Menuju
Yogyakarta
Setelah
melewati masa pemulihan, penulis akhirnya tiba di Jakarta, di mana ia
melanjutkan perjalanannya ke Yogyakarta. Menariknya, meskipun dalam keadaan
yang lemah, ia merasa ada panggilan yang kuat untuk pergi ke kota tersebut.
Tanpa tahu apa yang menantinya di sana, penulis mengikuti nalurinya.
Dengan
menggunakan kereta api "Senja Utama," ia tiba di Stasiun Yogyakarta
menjelang magrib. Perjalanan ini menjadi bagian penting dari narasi perjalanan
spiritualnya. Tanpa mengenal banyak orang di kota itu, ia merasa ada sesuatu
yang menantinya di sana—sesuatu yang belum jelas, tetapi sangat mendesak untuk
ditemukan.
Setibanya
di Yogyakarta, ia berjalan di sepanjang Jalan Malioboro dan kebetulan menemukan
penginapan sederhana. Namun, panggilan spiritual yang dirasakannya semakin
kuat. Seorang teman lama yang kebetulan sedang berada di kota itu mengajaknya
untuk menonton pertunjukan Wayang Wong, sebuah seni pertunjukan
tradisional Jawa.
Wayang Wong: Panggilan Spiritual di Tengah
Keheningan Yogyakarta
Pengalaman
menonton Wayang
Wong menjadi titik balik dalam perjalanan spiritual penulis. Lokasi
pertunjukan berada di daerah barat laut Yogyakarta, di tengah sawah-sawah yang
sunyi. Perjalanan menuju lokasi dengan becak, melintasi persawahan yang
diterangi oleh kunang-kunang, menciptakan suasana magis yang tak terlupakan.
Sesampainya
di tempat pertunjukan, penulis menyadari bahwa ia sedang berada di pelataran
puing-puing kediaman Pangeran Diponegoro, tokoh penting dalam sejarah
perjuangan melawan kolonialisme Belanda di Indonesia. Kesadaran itu seolah
menjadi panggilan spiritual baginya, seakan-akan Diponegoro sendiri sedang
mengundangnya untuk "sowan," atau berkunjung.
Pengalaman
ini begitu mendalam dan penuh makna bagi penulis. Dalam sekejap, ia merasa
bahwa keberadaannya di Yogyakarta bukanlah kebetulan belaka, melainkan bagian
dari panggilan takdir yang lebih besar. Panggilan spiritual ini tidak disertai
dengan teror atau ancaman, melainkan dengan rasa damai dan elok, seolah-olah ia
diterima sebagai tamu kehormatan dalam perjalanan hidup yang penuh makna.
Refleksi: Perjalanan Hidup yang Penuh Makna
Kisah
ini bukan sekadar cerita tentang perjalanan fisik dari satu tempat ke tempat
lain. Ini adalah refleksi tentang bagaimana hidup, meskipun penuh dengan
rintangan dan tantangan, selalu membawa kita pada tujuan yang lebih besar.
Dalam hal ini, perjalanan penulis dari Palembang ke Yogyakarta menjadi simbol
dari perjalanan spiritual yang lebih dalam—perjalanan yang menghubungkan masa
lalu, sejarah, dan takdir dengan kehidupan nyata.
Melalui
pengalaman yang hampir merenggut nyawanya, penulis menemukan panggilan yang
lebih besar di Yogyakarta. Sebuah panggilan yang melibatkan warisan sejarah,
spiritualitas, dan pertemuan dengan tokoh-tokoh penting yang telah membentuk
jalannya sejarah Indonesia. Perjalanan ini bukan hanya tentang bertahan hidup,
tetapi juga tentang menemukan makna di balik setiap langkah yang diambil dalam kehidupan.
Dalam
akhir refleksinya, penulis menyadari bahwa hidup adalah rangkaian peristiwa
yang sering kali tidak terduga, tetapi selalu membawa kita menuju pemahaman
yang lebih dalam tentang diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita.
Sebagaimana dikatakan oleh Rolling Stones: "Life is what happens to you
when you're busy making other plans."
Penulis
Sumarta
Sumber
Tanah Jawa 300 Tahun yang Lalu - Peter Carey | Endgame #197 (Luminaries)