Dinamika DPR dan Politik Dinasti: Pandangan Ulil Abshar-Abdalla tentang Harapan Publik dan Tantangan Demokrasi

 

Pandangan Ulil Abshar-Abdalla tentang Harapan Publik dan Tantangan Demokrasi



Politik Indonesia terus menjadi perbincangan menarik, terutama setelah pelantikan anggota DPR yang baru. Dengan wajah-wajah baru yang mendominasi, serta banyaknya politisi dinasti yang terpilih, publik menyimpan harapan besar pada periode legislatif kali ini. Ulil Abshar-Abdalla, yang banyak menulis opini di Kompas dan aktif memberikan pandangan melalui cuitan di platform media sosial X (sebelumnya Twitter), memberikan perspektif berbeda tentang hal ini.

Dalam salah satu cuitannya, Ulil mengungkapkan keraguannya pada DPR yang baru dilantik. Menurutnya, memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi pada DPR bukanlah hal realistis. Ulil menyatakan, “Saya tidak memiliki bar atau parameter yang terlalu tinggi untuk DPR, kasihan kalau kita terlalu berharap banyak. Memang kita harus realistis, banyak keterbatasan yang menghambat kerja para anggota DPR.” Pernyataan ini menggambarkan sikap skeptis Ulil terhadap kinerja legislatif, di mana hambatan-hambatan struktural, termasuk hubungan yang kompleks antara partai politik dan elitnya, kerap membatasi efektivitas anggota parlemen.

Ulil pernah menjadi bagian dari partai politik selama beberapa tahun, sehingga ia memahami secara mendalam bagaimana dinamika internal partai berpengaruh pada kinerja anggota DPR. Sistem kepartaian dan mekanisme internal partai, menurutnya, sering kali menjadi penghalang yang membuat politisi tidak bisa bertindak bebas. “Ada hal-hal di luar kontrol politisi yang membuat mereka tidak bisa berbuat banyak. Jadi, jika kita melihat hasil DPR sekarang, bukan hanya karena bahan mentah politisinya kurang bagus, tapi juga ada struktur-struktur yang memang membatasi,” kata Ulil.

Harapan Publik Terhadap DPR Baru

Yang menarik, terlepas dari skeptisisme Ulil, survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa publik menaruh harapan besar pada DPR yang baru dilantik. Sebanyak 50% responden dalam survei tersebut menyatakan keyakinan mereka bahwa DPR kali ini akan mampu bekerja lebih baik. Bahkan, jika digabungkan antara responden yang berharap tinggi dan cukup berharap, angka kepercayaannya bisa mencapai hampir 70%. Angka ini mencerminkan optimisme publik yang cukup tinggi terhadap anggota DPR yang baru saja dilantik.

Menanggapi fenomena ini, Ulil memberikan pandangan bahwa optimisme publik mungkin berkaitan dengan tindakan DPR periode sebelumnya yang dianggap positif oleh masyarakat. Salah satunya adalah ketika DPR membatalkan pembahasan RUU Pilkada setelah mendapatkan protes keras dari publik. Langkah ini memperlihatkan bahwa DPR masih bisa dikontrol oleh suara publik. “Mungkin karena itu, publik masih berpikir bahwa DPR bisa mendengarkan suara mereka dan berpotensi membawa perubahan yang lebih baik,” jelas Ulil.

Namun, Ulil juga mengingatkan bahwa optimisme publik ini bisa berkurang seiring waktu jika DPR tidak memenuhi harapan yang ada. “Ini masih pengantin baru,” ujarnya sambil tersenyum, menekankan bahwa sering kali, harapan awal yang tinggi pada anggota baru bisa memudar saat realitas politik dan tantangan internal mulai terlihat.

Politik Dinasti dan Dominasi Keluarga

Satu hal yang menjadi perhatian besar Ulil adalah tingginya angka keterlibatan politik dinasti dalam DPR yang baru dilantik. Lebih dari 60% anggota DPR yang terpilih memiliki hubungan kekerabatan dengan politisi lainnya, baik dalam bentuk vertikal (orang tua-anak) maupun horizontal (suami-istri atau saudara). Fenomena politik dinasti ini menjadi salah satu persoalan yang mencemaskan.

Menurut Ulil, hal ini tidak hanya menunjukkan keterbatasan dalam sistem politik, tetapi juga memperlihatkan bagaimana faktor ketenaran dan popularitas lebih dominan dalam pemilihan daripada prestasi individu. “Masyarakat kita, dalam memilih politisi, mirip seperti konsumen yang memilih barang. Mereka cenderung memilih bukan karena kualitas, tapi karena merek yang sudah dikenal. Ini berlaku juga dalam politik, di mana keluarga atau nama besar menjadi faktor utama dalam menentukan pilihan,” papar Ulil.

Popularitas yang dibangun oleh iklan, media, dan jaringan keluarga membuat masyarakat cenderung memilih figur-figur yang sudah dikenal, meskipun belum tentu memiliki rekam jejak yang solid dalam dunia politik.

Koalisi Tanpa Oposisi: Masa Depan Politik Indonesia?

Isu lain yang mengemuka adalah potensi tidak adanya oposisi yang kuat di parlemen dalam periode pemerintahan mendatang. Dengan semakin kuatnya indikasi bahwa banyak partai politik akan bergabung dalam koalisi pemerintah, potensi untuk tidak adanya oposisi di parlemen menjadi sangat besar. Dalam pandangan Ulil, situasi ini adalah sesuatu yang memprihatinkan.

“Seharusnya ada kekuatan pengimbang dalam parlemen,” jelasnya. Namun, ia juga menyadari bahwa politik adalah sesuatu yang sangat dinamis dan fluid. Potensi tidak adanya partai oposisi memang ada, tetapi Ulil belum bisa memberikan komentar pasti karena masih banyak hal yang belum jelas.

Beberapa hari setelah pelantikan DPR, Ketua DPR yang baru terpilih mengumumkan rencana pertemuan dengan presiden terpilih, Prabowo Subianto, dan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Pertemuan ini memunculkan spekulasi bahwa PDIP, yang pada awalnya diharapkan menjadi oposisi, mungkin juga akan bergabung dalam pemerintahan. “Sinyal untuk PDIP masuk pemerintahan ada, tapi semua masih tergantung pada keputusan akhir,” kata Ulil.

Ulil sendiri sejak awal mengharapkan PDIP untuk menjadi kekuatan oposisi di parlemen, seperti yang pernah mereka lakukan pada masa pemerintahan SBY. “PDIP adalah partai yang pernah menjadi oposisi dengan cukup baik. Pengalaman mereka dalam menjadi oposisi di parlemen sangat penting, karena kita butuh kekuatan pengimbang yang kredibel,” jelasnya.

Kesimpulan

Pandangan Ulil Abshar-Abdalla memberikan gambaran yang mendalam tentang kompleksitas politik Indonesia saat ini. Meski publik menyimpan harapan besar pada DPR yang baru dilantik, Ulil mengingatkan bahwa harapan tersebut harus diimbangi dengan realisme politik. Hambatan struktural dan politik dinasti adalah tantangan besar yang harus dihadapi oleh anggota parlemen baru.

Selain itu, potensi tidak adanya oposisi yang kuat di parlemen juga menjadi ancaman bagi keseimbangan demokrasi. Ulil berharap bahwa PDIP atau partai lain mampu memainkan peran sebagai kekuatan pengimbang, agar dinamika politik di Indonesia tetap sehat dan demokratis.

Bagi Ulil, meskipun politik penuh dengan ketidakpastian, penting untuk tetap optimis dan berusaha melihat sisi positif dari setiap perubahan yang terjadi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa ekspektasi publik harus tetap realistis, karena perubahan besar dalam politik tidak pernah terjadi dengan cepat.

Penulis

Sumarta

 

Sumber

Dialog Rosi dan Ulil Abshar Abdalla

Di Youtube KOmpas TV ditayangkan  3 Okt 2024

https://youtu.be/CkBAR8Van3M

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel