Elaborasi Memori dalam Dunia Pendidikan: Kajian Teori dan Informasi Terbaru


Kajian Teori dan Informasi Terbaru



Elaborasi memori merupakan salah satu strategi penting dalam dunia pendidikan yang membantu memindahkan informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Dalam konteks pembelajaran, elaborasi memori melibatkan pemrosesan yang mendalam terhadap informasi baru dengan menghubungkannya dengan pengetahuan yang sudah ada. Strategi ini tidak hanya membantu pelajar mengingat informasi lebih lama, tetapi juga meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran.

Konsep Memori dalam Pendidikan

Untuk memahami elaborasi memori, penting untuk terlebih dahulu membahas konsep dasar tentang memori dalam konteks pendidikan. Memori sering dibagi menjadi tiga tahap: memori sensorik, memori jangka pendek (short-term memory), dan memori jangka panjang (long-term memory) (Atkinson & Shiffrin, 1968).

1.      Memori Sensorik menyimpan informasi yang diperoleh dari panca indra dalam waktu sangat singkat, hanya beberapa detik. Informasi yang dianggap relevan kemudian diproses ke tahap selanjutnya.

2.      Memori Jangka Pendek (Short-Term Memory) adalah tempat penyimpanan sementara di mana informasi dipertahankan selama beberapa detik hingga beberapa menit. Memori ini memiliki kapasitas terbatas.

3.      Memori Jangka Panjang (Long-Term Memory) adalah tempat penyimpanan informasi yang lebih permanen dan memiliki kapasitas hampir tak terbatas. Informasi yang masuk ke memori jangka panjang dapat bertahan selama berhari-hari, berminggu-minggu, hingga bertahun-tahun.

Namun, informasi tidak serta merta pindah ke memori jangka panjang. Ada mekanisme yang harus dilalui, salah satunya adalah proses elaborasi.

Elaborasi Memori: Definisi dan Fungsi dalam Pendidikan

Elaborasi memori didefinisikan sebagai proses menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada untuk menciptakan makna yang lebih dalam (Craik & Lockhart, 1972). Elaborasi ini dapat melibatkan penjelasan tambahan, membuat contoh konkret, menceritakan ulang informasi kepada orang lain, atau mencatat ulang dalam kata-kata sendiri.

Menurut Craik dan Lockhart (1972), elaborasi dapat meningkatkan kedalaman pemrosesan informasi. Semakin dalam suatu informasi diproses, semakin baik pula informasi tersebut akan diingat. Elaborasi memungkinkan pelajar untuk menghubungkan konsep-konsep baru dengan skema kognitif yang ada, sehingga memfasilitasi retensi jangka panjang dan memperdalam pemahaman.

Strategi Elaborasi dalam Pembelajaran

Terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan dalam proses elaborasi untuk memperkuat ingatan dan pemahaman. Berikut adalah beberapa metode elaborasi yang sering digunakan dalam pendidikan:

1.      Penciptaan Contoh-Contoh Kontekstual
Memberikan atau menciptakan contoh yang relevan dengan kehidupan nyata dapat membantu siswa mengaitkan informasi baru dengan pengalaman mereka sebelumnya (Ormrod, 2020). Contoh konkret dan aplikatif membantu memperkuat pemahaman serta memudahkan penarikan kembali informasi.

2.      Menjelaskan Materi kepada Orang Lain
Menjelaskan materi kepada orang lain adalah salah satu bentuk elaborasi yang kuat, karena memaksa pelajar untuk mengorganisasikan, memproses, dan menyampaikan kembali informasi. Ini dikenal sebagai teaching effect, yang menunjukkan bahwa mengajarkan konsep kepada orang lain dapat memperdalam pemahaman dan memperkuat retensi (Fiorella & Mayer, 2013).

3.      Membuat Hubungan Antara Informasi Baru dan Pengetahuan Lama
Pelajar dapat mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah mereka miliki. Misalnya, dalam pelajaran biologi, konsep-konsep baru dapat dihubungkan dengan fenomena-fenomena alam yang sudah dikenal oleh pelajar sebelumnya, yang membantu mereka memahami konsep secara lebih mendalam (Chi, Glaser, & Rees, 1982).

4.      Penggunaan Peta Konsep
Peta konsep (concept maps) adalah alat visual yang membantu pelajar mengatur dan menghubungkan berbagai konsep yang dipelajari. Dengan membuat peta konsep, siswa secara aktif melakukan elaborasi dengan cara mengorganisasi dan mengaitkan informasi baru dan yang sudah ada (Novak, 2010).

5.      Penulisan dalam Kata-Kata Sendiri
Teknik ini melibatkan pelajar untuk merangkum atau mencatat informasi yang mereka pelajari menggunakan bahasa mereka sendiri. Proses ini memaksa mereka memproses informasi secara lebih mendalam dan aktif, sehingga membantu meningkatkan retensi (Dunlosky et al., 2013).

Penelitian Terbaru tentang Elaborasi Memori

Dalam dekade terakhir, penelitian tentang neurosains kognitif telah memberikan wawasan baru tentang mekanisme otak yang mendasari elaborasi memori. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Schacter, Addis, dan Buckner (2007), elaborasi melibatkan aktivasi jaringan otak yang berhubungan dengan default mode network (DMN), yaitu sistem otak yang terlibat dalam tugas-tugas yang berhubungan dengan imajinasi, berpikir bebas, dan membangun skenario masa depan.

Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa elaborasi memori bekerja lebih efektif ketika pelajar melibatkan keterlibatan emosional atau motivasi intrinsik dalam proses pembelajaran. Kajian oleh Immordino-Yang dan Damasio (2007) menemukan bahwa emosi yang kuat, baik positif maupun negatif, dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengingat informasi, terutama ketika mereka merasa termotivasi oleh makna dari materi yang dipelajari.

Elaborasi Memori dan Penggunaan Teknologi dalam Pendidikan

Seiring dengan perkembangan teknologi, konsep elaborasi memori telah diintegrasikan ke dalam berbagai platform dan alat pembelajaran digital. Misalnya, aplikasi pendidikan seperti Quizlet atau Kahoot memanfaatkan prinsip-prinsip elaborasi dengan menyediakan pertanyaan latihan yang mengharuskan pelajar untuk menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada.

Learning Management Systems (LMS) seperti Moodle atau Canvas juga menyediakan fitur diskusi kelompok yang mendorong pelajar untuk berpartisipasi dalam proses elaborasi sosial. Diskusi ini tidak hanya meningkatkan elaborasi, tetapi juga memungkinkan konstruksi pengetahuan sosial, di mana siswa dapat mempelajari sudut pandang dan penjelasan dari teman sekelas mereka.

Selain itu, Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR) telah mulai digunakan untuk membantu proses elaborasi dalam konteks pembelajaran interaktif. Teknologi ini memungkinkan pelajar untuk berinteraksi dengan simulasi tiga dimensi, memberikan pengalaman belajar yang lebih mendalam dan melibatkan banyak modalitas sensorik sekaligus, yang diketahui dapat meningkatkan proses elaborasi memori (Jowallah et al., 2018).

Tantangan dalam Menerapkan Elaborasi Memori di Pendidikan

Meskipun elaborasi memori adalah strategi yang sangat efektif dalam meningkatkan pembelajaran, penerapannya dalam kelas memiliki beberapa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya waktu dan kurikulum yang padat, yang sering kali membatasi kesempatan bagi pelajar untuk terlibat dalam proses elaborasi secara mendalam. Selain itu, banyak guru mungkin kurang terlatih dalam mengintegrasikan strategi elaborasi secara efektif ke dalam pengajaran sehari-hari (Veenman, Van Hout-Wolters, & Afflerbach, 2006).

Selain itu, elaborasi memori membutuhkan keterlibatan aktif dari siswa, dan hal ini sulit dicapai ketika pelajar kurang termotivasi atau tidak memiliki minat terhadap subjek yang dipelajari. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk merancang pembelajaran yang menarik dan relevan, serta memberikan dukungan bagi pelajar untuk mengembangkan strategi belajar yang efektif.

Kesimpulan

Elaborasi memori adalah strategi kunci dalam pendidikan yang membantu mengubah informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang dengan menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Kajian terbaru menunjukkan bahwa elaborasi memori melibatkan aktivasi jaringan otak tertentu dan dapat diperkuat dengan keterlibatan emosional atau motivasi intrinsik. Teknologi modern juga telah membuka peluang baru untuk meningkatkan proses elaborasi melalui alat digital dan pembelajaran interaktif.

Namun, tantangan dalam penerapan elaborasi dalam dunia pendidikan tetap ada, seperti kurangnya waktu dan motivasi siswa. Meskipun demikian, dengan desain pembelajaran yang tepat dan dukungan dari guru, elaborasi memori dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan pemahaman siswa.

Penulis

Sumarta

 

Sumber:

Atkinson, R. C., & Shiffrin, R. M. (1968). Human memory: A proposed system and its control processes. The psychology of learning and motivation, 2, 89-195.

Craik, F. I. M., & Lockhart, R. S. (1972). Levels of processing: A framework for memory research. Journal of Verbal Learning and Verbal Behavior, 11(6), 671-684.

Chi, M. T. H., Glaser, R., & Rees, E. (1982). Expertise in problem solving. In R. J. Sternberg (Ed.), Advances in the psychology of human intelligence (Vol. 1, pp. 7-75). Hillsdale, NJ: Erlbaum.

Dunlosky, J., Rawson, K. A., Marsh, E. J., Nathan, M. J., & Willingham, D. T. (2013). Improving students' learning with effective learning techniques: Promising directions from cognitive and educational psychology. Psychological Science in the Public Interest, 14(1), 4-58.

Fiorella, L., & Mayer, R. E. (2013). The relative benefits of learning by teaching and teaching expectancy. Contemporary Educational Psychology, 38(4), 281-288.

Immordino-Yang, M. H., & Damasio, A. (2007). We feel, therefore we learn: The relevance of affective and social neuroscience to education. Mind, Brain, and Education, 1(1), 3-10.

Jowallah, R., Bennett, L., & Bastedo, K. (2018). Augmented reality in education: A case study of AR use in an online course. The Journal of Interactive Technology and Pedagogy, 13.

Novak, J. D. (2010). Learning, creating, and using knowledge: Concept maps as facilitative tools in schools and corporations. Routledge.

Ormrod, J. E. (2020). Human learning (8th ed.). Pearson.

Schacter, D. L., Addis, D. R., & Buckner, R. L. (2007). Remembering the past to imagine the future: The prospective brain. Nature Reviews Neuroscience, 8(9), 657-661.

Veenman, M. V. J., Van Hout-Wolters, B. H. A. M., & Afflerbach, P. (2006). Metacognition and learning: Conceptual and methodological considerations. Metacognition and Learning, 1(1), 3-14.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel