Hakim: Pilar Utama Peradilan yang Terpinggirkan, Sudah Saatnya Negara Hadir
Pilar Utama Peradilan yang
Terpinggirkan, Sudah Saatnya Negara Hadir
Kehidupan para hakim di Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah dilema
besar. Di satu sisi, mereka adalah pilar utama peradilan, di mana keputusan
mereka mengandung hukum dan menjadi dasar keadilan di negeri ini. Namun, di
sisi lain, nasib mereka sebagai penjaga keadilan sering kali diabaikan,
terutama terkait dengan kesejahteraan dan jaminan keamanan yang seharusnya
mereka terima dari negara. Dialog para hakim yang disampaikan dengan penuh
emosi dalam pertemuan dengan para pimpinan dewan baru-baru ini menjadi bukti
nyata dari kegelisahan yang mereka rasakan selama bertahun-tahun.
Hakim yang Berjibaku dengan Hukum, Namun Tanpa Dasar Hukum yang
Jelas
"Perkenalkan nama saya Jusrani Pandi, saya dari Pengadilan Agama
Tanjung Pandan," ucap salah satu hakim yang hadir dalam pertemuan
tersebut. Dengan nada yang tegas namun penuh kekecewaan, Jusrani menyampaikan
keluhannya kepada para pimpinan dewan. Para hakim, termasuk dirinya, telah
menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan kejelasan mengenai status mereka.
"Kami datang ke sini adalah jalan terakhir kami, Pak. Jalan terakhir
kami," katanya, dengan nada suara yang bergetar.
Jusrani menjelaskan bahwa selama bertahun-tahun, para hakim telah menerima
gaji tanpa dasar hukum yang jelas. "Kami hakim, Pak. Kami berjibaku dengan
hukum. Putusan kami mengandung hukum dan menjadi hukum. Tapi gaji kami tanpa
dasar hukum," ungkapnya. Keadaan ini telah berlangsung selama
bertahun-tahun, dan para hakim merasa bahwa negara telah mengabaikan hak mereka
sebagai pejabat yang seharusnya mendapatkan penghasilan yang layak dan sesuai
dengan tanggung jawab yang mereka emban.
Peraturan yang Membingungkan dan Hakim yang Terabaikan
Keluhan utama yang disampaikan oleh para hakim berkaitan dengan peraturan
pemerintah yang tidak konsisten terkait status mereka. Pada tahun 1999,
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99, yang menyebutkan bahwa
gaji hakim setara dengan 80% dari gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun,
seiring berjalannya waktu, peraturan tersebut mengalami perubahan yang
membingungkan dan tidak memberikan kejelasan mengenai status keuangan para
hakim. Bahkan, beberapa pasal dalam peraturan tersebut kemudian dibatalkan
melalui uji materi.
"Kami sudah menunggu, kami sudah melakukan pendekatan-pendekatan kepada
stakeholder, tapi permasalahannya sepele. Kami digaji tanpa dasar hukum,"
lanjut Jusrani dengan nada kecewa. Para hakim merasa bahwa mereka telah
berjuang terlalu lama dan tidak mendapatkan perhatian yang layak dari
pemerintah. "Negara kita negara hukum, Pak. Tapi siapa yang mau
bertanggung jawab selama 12 tahun ini?" tanyanya, mengingatkan para
pimpinan dewan akan pentingnya peran negara dalam menjaga kesejahteraan dan
hak-hak mereka.
Hakim di Ujung Tanduk: Kehidupan Ekonomi yang Terpinggirkan
Tidak hanya soal gaji yang tidak jelas, kondisi ekonomi para hakim pun
berada di ujung tanduk. Haji Prakoso, hakim dari Pengadilan Negeri Sampang,
Madura, dengan suara bergetar menyampaikan bahwa selama 12 tahun, negara telah
abai terhadap kondisi para hakim di seluruh penjuru Indonesia. "Kami tidak
hanya bicara soal kesejahteraan yang terabaikan, ada juga hak-hak lain yang
tidak dipenuhi oleh negara, salah satunya adalah hak atas jaminan
keamanan," tegasnya.
Prakoso menambahkan bahwa inflasi yang terus meningkat selama bertahun-tahun
semakin memperburuk kondisi ekonomi para hakim. Salah satu contoh yang
disampaikan adalah rekan sesama hakim yang bertugas di Kepulauan Buru, Maluku.
Hakim tersebut harus rela hidup terpisah dari keluarganya yang berada di
Gresik, Jawa Timur, hanya karena biaya untuk pulang kampung sangat mahal.
Kondisi ini semakin memperburuk kehidupan keluarga para hakim, di mana banyak
dari mereka harus berpisah dengan pasangan atau bahkan mengalami perceraian
akibat tekanan ekonomi yang berat.
"Kami tidak minta kaya raya, Pak. Kami sadar ekonomi masyarakat juga
tidak sedang baik-baik saja. Tapi negara harus hadir untuk kami," ungkap
Prakoso dengan nada harap.
Ancaman terhadap Keamanan Hakim: Tugas Berisiko Tanpa Perlindungan
Negara
Salah satu poin krusial yang disampaikan oleh para hakim adalah kurangnya
jaminan keamanan yang mereka terima dari negara. Dalam menjalankan tugasnya,
seorang hakim sering kali harus berhadapan dengan kasus-kasus yang penuh
risiko, termasuk ancaman terhadap keselamatan pribadi dan keluarga mereka.
Namun, kenyataannya, negara tidak memberikan perlindungan yang memadai.
Prakoso menceritakan pengalamannya saat menangani kasus pembunuhan. Rumahnya
berkali-kali didatangi oleh orang-orang tak dikenal di tengah malam, yang
mengetuk pintu dengan keras. Istrinya yang tinggal bersama tiga anak kecil di
rumah merasa ketakutan, sementara dirinya harus bekerja lembur di kantor untuk
menyelesaikan putusan. "Ini bukan hanya cerita saya saja, Pak. Ini cerita
rekan-rekan hakim lainnya juga," ujarnya, menggambarkan betapa nyata
ancaman yang dihadapi oleh para hakim di seluruh Indonesia.
Ancaman terhadap keselamatan para hakim bukanlah hal yang bisa dianggap
enteng. Dalam beberapa kasus, para hakim telah menjadi target intimidasi dari
pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan putusan mereka. Namun, sayangnya,
hingga saat ini negara belum memberikan perlindungan yang memadai bagi para
hakim, baik dalam bentuk keamanan fisik maupun dukungan hukum yang kuat.
Harapan pada Pemerintahan Baru: Oase di Padang Gurun
Dalam beberapa kesempatan, calon presiden Prabowo Subianto telah
menyampaikan komitmennya untuk memperhatikan kesejahteraan para hakim. Bagi
para hakim yang selama ini merasa terpinggirkan, janji ini terasa seperti oase
di padang gurun. "Ketika Pak Prabowo dalam beberapa kesempatan
menyampaikan akan memperhatikan kesejahteraan hakim, ini bagaikan tetesan embun
di tengah kekeringan," kata Prakoso dengan penuh harap.
Para hakim berharap bahwa pemerintahan yang akan datang benar-benar bisa
mengatasi masalah yang telah mereka hadapi selama bertahun-tahun. Mereka tidak
meminta untuk menjadi kaya raya, tetapi mereka hanya ingin negara hadir untuk
memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraan yang layak bagi mereka dan
keluarga. "Kami yakin apa yang kami sampaikan ini akan direspon positif
oleh Bapak Prabowo Subianto dan para anggota dewan yang terhormat,"
tambahnya.
Hakim, Pilar Utama yang Terpinggirkan: Saatnya Negara Hadir
Hakim adalah pilar utama dalam sistem peradilan. Tanpa hakim, sistem
peradilan tidak akan berjalan dengan baik. Namun, realitas yang dihadapi oleh
para hakim di Indonesia saat ini sangatlah ironis. Mereka yang seharusnya
menjadi garda terdepan dalam menegakkan keadilan justru merasa diabaikan oleh
negara. Gaji yang tidak layak, jaminan keamanan yang minim, serta kondisi
ekonomi yang terpinggirkan menjadi tantangan besar bagi para hakim dalam
menjalankan tugas mereka.
Sudah saatnya negara hadir untuk memberikan dukungan penuh kepada para
hakim. Kesejahteraan mereka harus menjadi prioritas, bukan hanya untuk
menghormati posisi mereka sebagai penjaga keadilan, tetapi juga untuk memastikan
bahwa sistem peradilan di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Kesejahteraan
dan keamanan para hakim bukan hanya kepentingan mereka, tetapi juga kepentingan
seluruh rakyat Indonesia yang berharap mendapatkan keadilan yang sesungguhnya.
Dengan segala harapan yang mereka sampaikan, para hakim kini menanti langkah
nyata dari pemerintah dan para pemimpin negara untuk memberikan solusi atas
permasalahan yang telah lama mereka hadapi.
Penulis
Sumarta
Sumber
https://youtu.be/2jDJOFwXZJ4