Jalan Keluar Timur Tengah: Mencari Solusi di Tengah Ketegangan yang Berkelanjutan

Mencari Solusi di Tengah Ketegangan yang Berkelanjutan


Konflik di Timur Tengah telah berlangsung selama puluhan tahun, dengan banyaknya ketegangan yang muncul akibat perbedaan ideologi, agama, dan kepentingan politik. Sejak 7 Oktober tahun lalu, situasi semakin memprihatinkan, dan banyak yang bertanya-tanya, "Apa jalan keluar untuk mengatasi konflik ini?" Terutama terkait solusi dua negara (two-state solution) yang tampaknya semakin menjauh dari kenyataan. Dalam artikel ini, kita akan menganalisis tantangan yang dihadapi dalam pencarian solusi dan bagaimana peran negara-negara, termasuk Indonesia, dapat berkontribusi terhadap perdamaian di kawasan ini.

Tantangan Solusi Dua Negara

Di tengah upaya untuk mencapai solusi dua negara, banyak pihak skeptis mengenai keberhasilannya. Salah satu argumen utama yang dikemukakan adalah masalah sumber daya, khususnya air. Israel bergantung pada 80% pasokan airnya dari wilayah Tepi Barat (West Bank). Dengan menjadikan Tepi Barat sebagai negara merdeka, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana Israel akan memenuhi kebutuhan airnya? Kondisi ini menciptakan keraguan apakah solusi dua negara benar-benar dapat terwujud.

Lebih jauh lagi, di dalam wilayah Israel sendiri, diskusi mengenai solusi satu negara (one-state solution) dianggap sebagai tindakan kriminal. Seseorang dapat dijatuhi hukuman hanya karena mengusulkan ide ini. Hal ini menunjukkan betapa sensitifnya isu ini dan bagaimana ketakutan akan identitas dan keberlangsungan negara Israel menjadi penghalang untuk mencapai kesepakatan.

Perspektif Historis

Melihat kembali pada sejarah, Theodor Herzl, salah satu pendiri Zionisme, menggambarkan visinya tentang Israel sebagai tempat di mana orang-orang Yahudi dan Arab dapat hidup berdampingan. Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa visi tersebut tidak tercapai. Sebaliknya, ada persepsi bahwa ideologi Zionisme telah berkembang menjadi bentuk genosida, yang diperkuat oleh ketakutan terhadap eksistensi negara Israel sendiri.

Kekhawatiran ini menjadi semakin kompleks ketika mengingat bahwa Israel tidak diakui oleh banyak negara tetangga dan oleh masyarakat yang dijajah. Pengakuan terhadap fakta bahwa Israel adalah negara kolonial pemukim (settler colonial state) adalah langkah penting untuk melangkah maju. Tanpa pengakuan ini, sulit untuk melihat solusi yang berkelanjutan.

Faktor Internasional dan Peran Negara

Di tengah krisis ini, muncul harapan dari pihak luar. Misalnya, Tiongkok mengambil langkah proaktif dalam mencoba mendamaikan kelompok-kelompok Palestina, seperti Fatah dan Hamas. Qatar juga berperan dalam memfasilitasi dialog. Namun, pertanyaan tetap muncul: Mengapa Indonesia, sebagai negara Muslim terbesar di dunia dan demokrasi ketiga terbesar, tidak dapat mengambil peran sebagai mediator?

Secara diplomatik, Indonesia mungkin masih terbilang lemah dalam konteks Timur Tengah, terutama karena tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Namun, eksistensi Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar dan negara Muslim terbesar di dunia seharusnya memberikan posisi tawar yang kuat. Pengakuan internasional terhadap Indonesia sebagai kekuatan dalam komunitas Muslim seharusnya mendorong negara ini untuk memainkan peran lebih aktif dalam meredakan ketegangan di Timur Tengah.

Potensi Indonesia sebagai Pemimpin Muslim

Dalam konteks ini, sangat penting bagi Indonesia untuk menyadari potensi dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin dalam dunia Muslim. Pada masa pemerintahan Soekarno, Indonesia tidak merasa sebagai negara pinggiran dalam komunitas Muslim. Soekarno memiliki visi yang jelas untuk menjadi salah satu pemimpin dunia Muslim, dan hal ini diakui oleh banyak negara Arab hingga saat ini.

Ketidakaktifan Indonesia dalam memainkan peran lebih signifikan dalam konflik Timur Tengah mencerminkan mentalitas periferal yang perlu diubah. Indonesia harus mampu menunjukkan bahwa, meskipun jauh dari jazirah Arab, negara ini dapat berkontribusi dalam menciptakan solusi bagi masalah yang ada. Dialog antara Iran dan negara-negara Teluk, misalnya, adalah salah satu area di mana Indonesia dapat berperan sebagai mediator yang konstruktif.

Kesimpulan

Mencari jalan keluar dari konflik Timur Tengah adalah tugas yang sangat kompleks. Tantangan solusi dua negara semakin besar, dan pergeseran ideologi menuju pemikiran satu negara tidak semudah dibayangkan. Namun, negara-negara luar, termasuk Indonesia, memiliki potensi untuk berperan dalam mencari solusi yang berkelanjutan. Indonesia harus bangkit dan mengambil peran sebagai pemimpin dalam komunitas Muslim, mengingat pengaruh dan statusnya di dunia internasional.

Ke depan, diperlukan kerjasama dan dialog antara semua pihak untuk menciptakan kedamaian yang langgeng di Timur Tengah. Hanya dengan saling menghormati, memahami, dan mengakui keberadaan satu sama lain, kita dapat mengharapkan masa depan yang lebih baik untuk wilayah ini.

Penulis

Sumarta

 

Sumber

Ismail Fajrie Alatas. (16 Oktober 2024). Debat & Koalisi Ide di Era Imperium Islam. https://youtu.be/N_B6Q83fIg4

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel