Jalan Keluar Timur Tengah: Mencari Solusi di Tengah Ketegangan yang Berkelanjutan
Mencari Solusi di Tengah Ketegangan yang Berkelanjutan
Tantangan Solusi Dua Negara
Di tengah upaya untuk mencapai solusi dua negara, banyak pihak skeptis
mengenai keberhasilannya. Salah satu argumen utama yang dikemukakan adalah
masalah sumber daya, khususnya air. Israel bergantung pada 80% pasokan airnya
dari wilayah Tepi Barat (West Bank). Dengan menjadikan Tepi Barat sebagai
negara merdeka, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana Israel akan memenuhi
kebutuhan airnya? Kondisi ini menciptakan keraguan apakah solusi dua negara
benar-benar dapat terwujud.
Lebih jauh lagi, di dalam wilayah Israel sendiri, diskusi mengenai solusi
satu negara (one-state solution) dianggap sebagai tindakan kriminal. Seseorang
dapat dijatuhi hukuman hanya karena mengusulkan ide ini. Hal ini menunjukkan
betapa sensitifnya isu ini dan bagaimana ketakutan akan identitas dan
keberlangsungan negara Israel menjadi penghalang untuk mencapai kesepakatan.
Perspektif Historis
Melihat kembali pada sejarah, Theodor Herzl, salah satu pendiri Zionisme,
menggambarkan visinya tentang Israel sebagai tempat di mana orang-orang Yahudi
dan Arab dapat hidup berdampingan. Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa
visi tersebut tidak tercapai. Sebaliknya, ada persepsi bahwa ideologi Zionisme
telah berkembang menjadi bentuk genosida, yang diperkuat oleh ketakutan
terhadap eksistensi negara Israel sendiri.
Kekhawatiran ini menjadi semakin kompleks ketika mengingat bahwa Israel
tidak diakui oleh banyak negara tetangga dan oleh masyarakat yang dijajah.
Pengakuan terhadap fakta bahwa Israel adalah negara kolonial pemukim (settler
colonial state) adalah langkah penting untuk melangkah maju. Tanpa pengakuan
ini, sulit untuk melihat solusi yang berkelanjutan.
Faktor Internasional dan Peran Negara
Di tengah krisis ini, muncul harapan dari pihak luar. Misalnya, Tiongkok
mengambil langkah proaktif dalam mencoba mendamaikan kelompok-kelompok
Palestina, seperti Fatah dan Hamas. Qatar juga berperan dalam memfasilitasi
dialog. Namun, pertanyaan tetap muncul: Mengapa Indonesia, sebagai negara
Muslim terbesar di dunia dan demokrasi ketiga terbesar, tidak dapat mengambil
peran sebagai mediator?
Secara diplomatik, Indonesia mungkin masih terbilang lemah dalam konteks
Timur Tengah, terutama karena tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Namun, eksistensi Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar dan negara Muslim
terbesar di dunia seharusnya memberikan posisi tawar yang kuat. Pengakuan
internasional terhadap Indonesia sebagai kekuatan dalam komunitas Muslim
seharusnya mendorong negara ini untuk memainkan peran lebih aktif dalam
meredakan ketegangan di Timur Tengah.
Potensi Indonesia sebagai Pemimpin Muslim
Dalam konteks ini, sangat penting bagi Indonesia untuk menyadari potensi dan
tanggung jawabnya sebagai pemimpin dalam dunia Muslim. Pada masa pemerintahan
Soekarno, Indonesia tidak merasa sebagai negara pinggiran dalam komunitas
Muslim. Soekarno memiliki visi yang jelas untuk menjadi salah satu pemimpin
dunia Muslim, dan hal ini diakui oleh banyak negara Arab hingga saat ini.
Ketidakaktifan Indonesia dalam memainkan peran lebih signifikan dalam
konflik Timur Tengah mencerminkan mentalitas periferal yang perlu diubah.
Indonesia harus mampu menunjukkan bahwa, meskipun jauh dari jazirah Arab,
negara ini dapat berkontribusi dalam menciptakan solusi bagi masalah yang ada.
Dialog antara Iran dan negara-negara Teluk, misalnya, adalah salah satu area di
mana Indonesia dapat berperan sebagai mediator yang konstruktif.
Kesimpulan
Mencari jalan keluar dari konflik Timur Tengah adalah tugas yang sangat
kompleks. Tantangan solusi dua negara semakin besar, dan pergeseran ideologi
menuju pemikiran satu negara tidak semudah dibayangkan. Namun, negara-negara
luar, termasuk Indonesia, memiliki potensi untuk berperan dalam mencari solusi
yang berkelanjutan. Indonesia harus bangkit dan mengambil peran sebagai
pemimpin dalam komunitas Muslim, mengingat pengaruh dan statusnya di dunia
internasional.
Ke depan, diperlukan kerjasama dan dialog antara semua pihak untuk
menciptakan kedamaian yang langgeng di Timur Tengah. Hanya dengan saling
menghormati, memahami, dan mengakui keberadaan satu sama lain, kita dapat
mengharapkan masa depan yang lebih baik untuk wilayah ini.
Penulis
Sumarta
Sumber