Jelang Akhir Masa Jabatan Jokowi: Antara Sanjungan, Kampanye Citra, dan Kritikan Tajam

Antara Sanjungan, Kampanye Citra, dan Kritikan Tajam



Menjelang akhir masa jabatannya sebagai Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) menjadi sorotan besar di berbagai platform media sosial. Sejak awal Oktober 2024, sanjungan dan pujian gencar mengalir dalam bentuk kampanye keberhasilan pemerintah. Tagar-tagar seperti #TerimaKasihPakJokowi dan #KerjaanNyataJokowi menjadi populer, diunggah ribuan kali dan membentuk opini publik tentang capaian pemerintah selama satu dekade terakhir. Namun, di balik gelombang positif ini, terdapat kritikan terhadap kampanye pencitraan dan sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai kontroversial.

Gempuran Tagar di Media Sosial

Gelombang kampanye keberhasilan Jokowi di media sosial dimulai sejak 1 Oktober 2024, dengan sejumlah tagar yang mendominasi percakapan publik. Tagar #TerimaKasihPakJokowi telah diunggah lebih dari 11.000 kali hingga pertengahan Oktober. Diikuti oleh #KerjaanNyataJokowi, yang mencatat lebih dari 4.400 unggahan. Kampanye ini bukan hanya sekadar ungkapan rasa terima kasih dari warga, tetapi juga merupakan bagian dari strategi pencitraan yang masif.

Menurut data yang dihimpun, volume engagement atau audiens yang terlibat dalam percakapan tentang Jokowi mencapai 113 juta di media sosial X (sebelumnya Twitter). Jika digabungkan dengan platform lain seperti Facebook, TikTok, dan YouTube, total volume keterlibatan mencapai lebih dari 140 juta kali. Kampanye ini didorong oleh sekitar 2.892 akun, termasuk akun anonim yang diduga berafiliasi dengan pemerintah dan kelompok relawan.

Strategi Pencitraan: Dari Media Sosial ke Media Massa

Tidak hanya di media sosial, kampanye keberhasilan pemerintah juga merambah media massa. Sejumlah kementerian dan lembaga dilaporkan bekerja sama dengan berbagai media untuk meningkatkan pemberitaan tentang capaian pemerintah. Kerja sama ini melibatkan dana miliaran rupiah, di mana media diminta untuk mempublikasikan berita yang memuat keberhasilan pemerintah sebagai berita utama, bukan iklan berbayar.



Ketua Umum Projo, organisasi relawan pendukung Jokowi, secara terbuka mengakui bahwa mereka telah mengerahkan anggota mereka, baik di kementerian maupun di luar, untuk menyebarkan narasi keberhasilan pemerintah. Arahan langsung dari Jokowi kepada kementerian dan lembaga agar mengampanyekan keberhasilannya dalam satu dekade terakhir menunjukkan bahwa operasi ini dirancang untuk menciptakan citra positif yang kuat menjelang lengsernya presiden.

Strategi pencitraan ini mencakup pembuatan konten audio visual tentang capaian pemerintah dalam 10 tahun terakhir, dengan video berdurasi 3 hingga 90 detik yang memuat soundbite menarik untuk menarik perhatian publik. Pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, bandara, bendungan, serta program hilirisasi komoditas menjadi sorotan utama dalam kampanye ini. Selain itu, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga ditekankan sebagai salah satu pencapaian besar pemerintah.

Kampanye yang Kontroversial: Kritik dan Tudingan Manipulasi

Kampanye pencitraan ini, meski terstruktur dan terencana dengan baik, tidak luput dari kritik dan kecaman. Netizen menyoroti penggunaan dana pemerintah untuk menggaungkan narasi keberhasilan, menyebutnya sebagai "pencucian otak" dan "propaganda terselubung." Beberapa kalangan bahkan menilai bahwa kampanye ini merupakan bentuk narsisme politik yang berlebihan.

Ciri-ciri narsistik ini, menurut beberapa pakar, dapat dilihat dari kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan dan pujian. Ketika seseorang dengan kecenderungan narsistik merasa kehilangan perhatian, stres dan tekanan akan muncul. Dalam kasus Jokowi, di akhir masa jabatannya, upaya untuk mendapatkan kembali pujian dan membangun citra baik bisa dipahami sebagai respons terhadap kemungkinan kehilangan sorotan publik.

Lebih lanjut, kritik juga datang terkait dengan cara pemerintah menyajikan data ekonomi. Misalnya, utang negara yang meningkat drastis, kesulitan yang dialami kelas menengah, serta banyaknya UMKM yang gulung tikar tidak banyak mendapatkan sorotan dalam kampanye ini. Sebaliknya, yang lebih ditonjolkan adalah program-program infrastruktur yang dilaksanakan selama masa jabatan Jokowi.

Hilangnya Keterbukaan: Media dan Topik yang Dilarang

Salah satu kritik terbesar terhadap kampanye ini adalah adanya larangan untuk memberitakan topik tertentu, termasuk isu yang terkait dengan bisnis keluarga Jokowi. Topik seperti "fufu Fafa," yang diduga terkait dengan anak-anak presiden, khususnya Gibran Rakabuming Raka yang juga wakil presiden terpilih, menjadi sangat sensitif. Larangan ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa jauh kebebasan pers dihormati dalam upaya membentuk citra pemerintah.

Dalam hal ini, media massa yang bekerja sama dengan pemerintah dikritik karena dianggap mengabaikan prinsip independensi jurnalistik. Berbagai laporan menyebutkan bahwa pemerintah berusaha menggiring opini publik dengan hasil survei yang dirancang untuk menunjukkan tingginya tingkat kepuasan terhadap Jokowi, dengan angka mencapai lebih dari 80 persen. Angka ini dianggap tidak sepenuhnya mencerminkan kenyataan karena metode dan pertanyaannya dinilai diarahkan untuk mendapatkan hasil positif.

Apa yang Disembunyikan di Balik Citra Sukses?

Meski banyak kampanye yang menggambarkan capaian pemerintah sebagai kesuksesan besar, tidak semua kebijakan Jokowi bebas dari masalah. Beberapa isu yang jarang mendapat perhatian dalam kampanye keberhasilan ini meliputi:

1.      Utang Negara yang Melonjak: Selama masa jabatan Jokowi, utang luar negeri meningkat signifikan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang kemampuan negara untuk melunasi utang dan dampaknya terhadap stabilitas ekonomi jangka panjang.

2.      Kelas Menengah yang Tertekan: Kebijakan ekonomi yang diambil, terutama di masa pandemi COVID-19, dinilai membuat kondisi kelas menengah menjadi semakin sulit. Berkurangnya daya beli dan meningkatnya biaya hidup menjadi masalah utama yang dirasakan masyarakat.

3.      Kerugian di BUMN: Beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami kerugian besar, yang bahkan menyebabkan beberapa proyek pemerintah terhambat.

4.      Korupsi yang Meluas: Meski banyak kampanye antikorupsi yang dilakukan, kasus korupsi besar tetap terjadi di bawah pemerintahan Jokowi, termasuk yang melibatkan pejabat tinggi dan perusahaan negara.

5.      Krisis Pangan dan Energi: Dalam sektor pangan, Indonesia masih menghadapi masalah ketergantungan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yang berimbas pada harga pangan yang fluktuatif dan rentan terhadap perubahan harga global.

Citra dan Realitas: Harapan untuk Masa Depan

Ketika masa jabatan Jokowi segera berakhir, warisan politiknya akan terus menjadi bahan perdebatan. Upaya kampanye pencitraan yang masif bisa saja memberikan kesan positif, tetapi apakah itu cukup untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada? Kritik terhadap kampanye ini menunjukkan bahwa banyak yang merasa masih ada hal-hal penting yang belum diselesaikan, dan tantangan bagi presiden selanjutnya akan sangat besar.

Selama ini, kampanye pencitraan mungkin berhasil meningkatkan keterlibatan publik dan membentuk opini, tetapi pertanyaannya adalah apakah citra yang dibangun dapat bertahan lama di tengah berbagai tantangan ekonomi dan sosial yang dihadapi negara. Pada akhirnya, masa depan Indonesia tidak hanya ditentukan oleh bagaimana pemerintahan Jokowi dikenang, tetapi juga oleh kemampuan pemimpin berikutnya untuk menghadapi masalah-masalah nyata yang dihadapi rakyat.

Kesimpulan

Jelang lengsernya Jokowi, kampanye besar-besaran untuk mempromosikan citra positif pemerintah terus bergulir. Meski ada banyak apresiasi atas pencapaiannya, terutama di bidang infrastruktur dan pemberdayaan UMKM, kritik tajam terhadap strategi pencitraan dan manipulasi data tetap menjadi sorotan. Apa yang ditinggalkan oleh Jokowi akan menjadi penilaian sejarah: apakah itu merupakan warisan yang membanggakan atau sekadar citra yang memudar seiring waktu.

Pada akhirnya, masyarakat Indonesia akan menentukan sendiri bagaimana mereka mengenang satu dekade pemerintahan Jokowi—apakah sebagai era yang membawa perubahan signifikan atau sebagai periode yang penuh dengan kebijakan kontroversial dan kampanye pencitraan yang masif.

Penulis

Sumarta

 

Sumber

@bmediabybossmanmardigu. Tawaran Miliaran Rupiah 'Memoles Citra Jokowi', Juga Tidak Memberitakan Fufufafa !! - Mardigu Wowiek. 15 Oktober 2024.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel