Kedaulatan dan Makrifat: Menelusuri Keterlibatan Manusia dalam Kehidupan
Menelusuri Keterlibatan Manusia dalam Kehidupan
KH. Abdul Syakur Yasin, MA |
Dalam diskusi mendalam mengenai kedaulatan, tampak adanya pertanyaan yang
sangat mendasar: Apakah kedaulatan itu berasal dari diri kita sendiri, ataukah
merupakan bagian dari kedaulatan Tuhan? Pemikiran ini menjadi semakin kompleks
ketika kita mengaitkannya dengan konsep makrifat. Dalam konteks ini, makrifat
tidak hanya sekadar pengetahuan, tetapi juga sebuah pengertian yang mendalam tentang
keberadaan diri, hubungan dengan Tuhan, serta hakikat dari kehidupan itu
sendiri.
Kedaulatan Diri dan Kedaulatan Tuhan
Dalam perbincangan ini, seseorang memulai dengan menyatakan bahwa kedaulatan
bisa jadi bersumber dari diri sendiri atau dari Tuhan. Dia menekankan bahwa
seseorang yang telah mencapai tingkat makrifat—yakni pemahaman yang mendalam
tentang berbagai aspek kehidupan—akan mulai merasakan adanya keikhlasan yang
sempurna. Pada titik ini, mereka akan mengucapkan “Kun fayakun” yang artinya “Jadilah,
maka terjadilah.” Dalam konteks ini, kedaulatan dilihat sebagai hasil dari niat
yang kuat, yang dapat memunculkan kekuatan dari Tuhan.
Orang yang sudah mencapai makrifat memahami bahwa segala sesuatu yang ada di
alam ini bersifat meripat, atau bayang-bayang dari kedaulatan Tuhan. Ketika
kita berbicara tentang diri kita, sering kali kita merasa bahwa kita adalah
pusat dari segala tindakan. Namun, bagi mereka yang sudah memahami makrifat,
semua perbuatan yang dilakukan bukanlah hasil dari diri mereka, melainkan hasil
dari kehendak Tuhan.
Merasuk dalam Kehidupan Sehari-hari
Saat seseorang menyatakan bahwa dirinya tidak merasa berbuat, itu adalah
refleksi dari pemahaman bahwa semua tindakan yang terlihat adalah manifestasi
dari kehendak Allah. Dalam konteks ini, ketika kita mengatakan bahwa kita
melakukan sesuatu, sebenarnya adalah Tuhan yang bekerja melalui kita. Ketika
kita melayani orang lain atau melakukan kebaikan, kita tidak melakukannya untuk
mengharapkan imbalan, tetapi semata-mata karena itu adalah kehendak Tuhan.
Hal ini selaras dengan sebuah pandangan bahwa, bagi orang-orang yang sudah
mencapai makrifat, segala sesuatu yang terjadi dalam hidup mereka adalah bagian
dari rencana Tuhan. Mereka tidak lagi terikat pada harapan atau keinginan
pribadi. Misalnya, jika seseorang membangun rumah, mereka tidak akan mencari
pengakuan atau ucapan terima kasih dari orang lain, karena bagi mereka, itu
adalah bagian dari perjalanan spiritual yang lebih besar.
Menanggapi Penderitaan
Dalam pandangan ini, penderitaan juga mengalami transformasi. Orang yang
sudah tidak ada ‘diri’ dalam kehidupannya tidak akan merasa marah atau sakit
hati, bahkan ketika mengalami berbagai cobaan. Ketika seseorang ditimpa
kesulitan, dia tidak akan mengeluh atau merasakan penderitaan, karena dia telah
mencapai tingkat “fana,” di mana segala harapan dan keinginan telah sirna.
Dalam keadaan seperti ini, mereka hanya bergerak sesuai dengan kehendak Allah,
mengizinkan diri mereka untuk menjadi saluran dari apa yang dikehendaki Tuhan.
Tentu saja, ini bukan berarti bahwa mereka tidak merasakan sakit atau
kesedihan. Namun, rasa sakit itu tidak memiliki dampak yang sama seperti pada
orang yang terikat pada ego dan keinginan. Hal ini memberikan gambaran yang
sangat berbeda tentang bagaimana seharusnya kita menghadapi tantangan dalam
hidup.
Membawa Pemahaman ke Dalam Realita
Ketika mengaitkan pemahaman ini dengan realita kehidupan, penting untuk
mengajukan pertanyaan tentang keterlibatan kita dalam hidup. Sejak kita lahir,
seberapa besar kita terlibat dalam proses kehidupan kita? Apakah kita merasa
bahwa kita mengontrol setiap aspek dari hidup kita? Jika kita meneliti lebih
dalam, kita akan menyadari bahwa banyak hal yang terjadi dalam hidup kita
adalah di luar kendali kita. Kelahiran kita, keadaan orang tua kita, dan
berbagai aspek lainnya adalah hasil dari kehendak Tuhan.
Menghadapi fakta bahwa banyak hal dalam hidup kita tidak dapat kita
kendalikan dapat menjadi sebuah pelajaran berharga. Dalam hal ini, pertanyaan
yang lebih mendalam muncul: jika kita tidak mengendalikan kehidupan kita, lalu
siapa yang melakukannya? Jawabannya adalah bahwa semua itu terjadi sesuai
dengan kehendak Allah. Kita mungkin tidak memiliki kendali penuh, tetapi kita
dapat memilih bagaimana merespons setiap situasi.
Kesadaran dan Niat
Kesadaran akan hal ini mendorong kita untuk memiliki niat yang kuat dalam
menjalani hidup. Ketika kita ingin berperan aktif dalam kehidupan kita, kita
perlu menyadari bahwa setiap langkah yang diambil haruslah berdasarkan kehendak
Tuhan. Ini bukan berarti kita tidak boleh memiliki keinginan atau cita-cita,
tetapi lebih kepada memahami bahwa setiap keinginan itu harus selaras dengan
rencana yang lebih besar.
Menghadapi tantangan, ketika kita bisa bersikap tenang dan tidak terganggu
oleh perasaan marah atau sakit hati, itu adalah tanda bahwa kita telah mencapai
tingkat pemahaman yang lebih dalam. Seperti yang dicontohkan dalam kisah Nabi
Muhammad yang dilempari batu di Taif, beliau tidak membalas dengan kemarahan,
melainkan dengan doa bagi orang-orang yang menyakitinya. Ini adalah bentuk
kedaulatan yang sebenarnya—kedaulatan yang tidak terikat pada ego, tetapi
bersumber dari kasih sayang dan pengertian yang dalam.
Mengakhiri Pencarian
Pada akhirnya, perjalanan untuk memahami kedaulatan dan makrifat adalah
pencarian seumur hidup. Setiap langkah yang kita ambil, setiap pengalaman yang
kita miliki, membawa kita lebih dekat kepada pemahaman tentang siapa kita dan
bagaimana kita terhubung dengan yang Maha Kuasa. Kita diundang untuk
merenungkan keterlibatan kita dalam hidup, dan bagaimana kita dapat menyerahkan
diri kepada kehendak Tuhan dengan penuh keikhlasan.
Sebagai penutup, kedaulatan bukanlah tentang siapa yang memiliki kekuatan
atau kendali. Ini adalah pengakuan bahwa semua yang ada di dunia ini adalah
milik Tuhan, dan kita hanya berfungsi sebagai saluran dari kehendak-Nya. Dengan
memahami hal ini, kita dapat menemukan kedamaian dalam hidup kita, meskipun
menghadapi berbagai tantangan yang mungkin datang. Dalam kesadaran akan
keberadaan-Nya, kita bisa lebih menghayati makna dari setiap langkah yang kita
ambil, menjadikan hidup kita lebih bermakna dan berharga.
Sumber
@KHBuyasyakurYasinMA
Penulis
Sumarta