Kedaulatan Sejati: Menyadari Kehendak Allah dalam Kehidupan
Menyadari
Kehendak Allah dalam Kehidupan
Dalam
perjalanan hidup ini, sering kali kita terjebak dalam pemikiran bahwa kita
adalah penguasa atas diri kita sendiri, bahwa segala keputusan dan tindakan
yang kita ambil sepenuhnya berasal dari kekuatan kita. Namun, di balik semua
itu, ada sebuah kebenaran yang lebih dalam: kedaulatan sejati berasal dari
Allah. Dialog ini, yang melibatkan refleksi mendalam tentang makna kedaulatan,
kehendak, dan pengendalian diri, membuka jendela bagi kita untuk memahami peran
kita sebagai makhluk dalam skema yang lebih besar.
Kedaulatan Diri atau
Kedaulatan Ilahi?
Pertanyaan
yang muncul adalah, "Apakah kedaulatan itu berasal dari diri kita sendiri
atau merupakan manifestasi dari kedaulatan Tuhan?" Kedaulatan, dalam
konteks ini, bukan hanya tentang kekuasaan, tetapi lebih kepada pemahaman
mendalam tentang siapa kita dan di mana posisi kita di hadapan Sang Pencipta.
Saat seseorang mencapai makrifat, dia tidak hanya memahami aspek-aspek duniawi,
tetapi juga menyadari bahwa segala sesuatu yang ada adalah karena kehendak
Allah.
Seiring
dengan pencapaian makrifat, seseorang mulai merasakan bahwa dirinya bukanlah
penguasa mutlak. Sebaliknya, semua yang ada dalam hidupnya, termasuk keberadaan
dan segala keinginan, adalah hasil dari ketentuan Allah. Ketika seseorang
mengucapkan "F kayakun" (jadilah, maka terjadilah), itu mencerminkan
kekuatan kehendak Allah yang lebih besar daripada apa pun yang bisa dilakukan
manusia.
Nafsu dan Kedaulatan
Di sisi
lain, ada nafsu yang menggerakkan kehidupan kita. Nafsu bukanlah sesuatu yang
harus dihindari, melainkan dipahami dan dikelola. Dalam kehidupan sehari-hari,
kita sering terjebak dalam keinginan yang bersifat duniawi, seperti keinginan
untuk mencintai, menikmati makanan, dan mencapai kesenangan. Namun, penting
untuk diingat bahwa nafsu harus dikendalikan agar tidak menguasai tindakan
kita.
Menyadari
bahwa kedaulatan mutlak ada di tangan Allah membantu kita memahami bahwa
keinginan yang muncul dalam diri kita juga merupakan bagian dari rencana-Nya.
Dalam hal ini, kita bisa berusaha untuk bekerja, belajar, dan berdoa, namun
hasil akhirnya tetaplah milik Allah. Keterlibatan kita dalam hidup ini menjadi
penting, bukan karena kita mengendalikan segalanya, tetapi karena kita memahami
peran kita sebagai bagian dari rencana ilahi.
Kehidupan Sehari-hari dan
Keterlibatan
Ketika
kita menjalani kehidupan sehari-hari, sering kali kita lupa akan keterlibatan
kita dalam proses tersebut. Apakah kita benar-benar terlibat dalam setiap aspek
kehidupan kita, atau hanya berdiam diri dan mengandalkan nasib? Seperti sopir
kereta listrik yang merasa berkuasa saat kereta melaju, kita sering kali baru
menyadari bahwa segala sesuatu bergantung pada kekuatan luar ketika situasi
berubah.
Seseorang
yang telah mengalami stroke, misalnya, akan menyadari bahwa semua kemampuan
yang pernah dimiliki tiba-tiba lenyap. Pada saat itu, kesadaran tentang kedaulatan
Allah menjadi lebih jelas. Kita mungkin merasa mampu dan berkuasa, tetapi
kenyataannya, semua itu adalah anugerah dari-Nya.
Pelajaran dari Kehidupan
Dalam
berbagai pengalaman hidup, kita belajar untuk tidak terjebak dalam pandangan
sempit tentang kekuasaan. Sebagaimana Nabi Muhammad menghadapi tantangan dalam
hidupnya, kita juga akan dihadapkan pada berbagai ujian. Saat Nabi dilempari
batu oleh penduduk Taif, reaksi beliau adalah doanya kepada Allah agar memberi
hidayah kepada mereka yang tidak memahami. Ini adalah contoh nyata bagaimana
seseorang yang telah mencapai tingkat makrifat tidak membalas kebencian dengan
kebencian, tetapi memilih untuk mengandalkan Allah.
Sebagai
manusia, kita sering kali merasa terjebak dalam situasi sulit, baik itu masalah
keuangan, kesehatan, atau hubungan. Namun, melalui pengakuan bahwa kita hanya
menjalani kontrak sementara dengan Allah, kita dapat menemukan kedamaian. Semua
pengalaman, baik atau buruk, adalah bagian dari perjalanan kita kembali
kepada-Nya.
Kesadaran Spiritual
Kesadaran
akan kedaulatan Allah sering kali datang pada saat kita merasa terjepit dalam
hidup. Mungkin kita akan merasa lebih dekat kepada Allah ketika kita menghadapi
kesulitan, hutang, atau kehilangan. Dalam keadaan terdesak, kita cenderung
mencari-Nya dan berharap untuk mendapatkan pertolongan. Namun, seharusnya kita
selalu ingat bahwa kita dapat mendekatkan diri kepada-Nya tidak hanya saat
kesulitan, tetapi dalam setiap aspek kehidupan kita.
Sering
kali, kita melihat orang-orang yang rajin beribadah saat menghadapi masalah,
tetapi setelah masalah teratasi, mereka kembali kepada kehidupan lama mereka.
Ini menunjukkan bahwa pengabdian kepada Allah tidak seharusnya bergantung pada
keadaan, tetapi harus menjadi bagian dari identitas kita sebagai makhluk-Nya.
Kembali kepada Allah
Akhirnya,
saat kita menjalani kehidupan ini, penting untuk mengingat bahwa kita hanya
seorang penumpang di dunia ini. Hidup ini adalah terminal yang sementara, dan
suatu saat kita akan kembali kepada-Nya. Seperti para Tenaga Kerja Wanita (TKW)
yang merindukan keluarga mereka di tanah air, kita juga harus menyadari bahwa
kerinduan untuk kembali kepada Allah adalah hal yang alami. Kita mungkin merasa
nyaman di dunia ini, tetapi pada akhirnya, panggilan-Nya akan datang.
Dalam
perjalanan spiritual kita, penting untuk tidak terjebak dalam kehidupan duniawi
dan melupakan tujuan akhir kita. Kedaulatan Allah yang mutlak harus menjadi
dasar pemikiran kita dalam menjalani hidup. Mengandalkan-Nya, menyadari bahwa
kita hanyalah alat dalam rencana-Nya, akan membantu kita menemukan makna sejati
dalam hidup ini.
Penutup
Kedaulatan
sejati tidak terletak pada kekuasaan dan kemampuan kita, tetapi pada pengakuan
bahwa Allah adalah sumber segala sesuatu. Dengan memahami hal ini, kita dapat
menjalani hidup dengan lebih tenang dan penuh syukur. Sebagai manusia, tugas
kita adalah menjalani peran kita dengan baik, tanpa mengharapkan imbalan dari
siapapun, karena pada akhirnya, segala kebaikan yang kita lakukan adalah untuk
mendekatkan diri kepada-Nya. Mari kita ingat, hidup ini adalah perjalanan, dan
kita semua sedang menuju terminal akhir yang sama: kembali kepada Allah.
Sumber
@KHBuyasyakurYasinMA
Penulis
Sumarta