Kepintaran dan Kebijaksanaan: Membangun Kembali Rumah Hikmah di Era Modern
Membangun Kembali Rumah Hikmah di Era Modern
Di era
informasi yang begitu cepat berkembang, pengetahuan dan kepintaran sering kali
dianggap sebagai dua hal yang paling berharga bagi kesuksesan individu maupun
suatu bangsa. Kepintaran sering kali menjadi tolok ukur dalam berbagai aspek
kehidupan, dari pendidikan hingga karier, dan bahkan dalam politik. Namun,
apakah cukup hanya menjadi pintar dan cerdas tanpa disertai dengan
kebijaksanaan dan karakter yang baik? Apakah kepintaran semata dapat membawa
seseorang atau masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik, atau justru membawa
kepada hal-hal yang kurang bermanfaat atau bahkan merugikan?
Pernyataan
bahwa "Anda bisa sepintar apapun, Anda bisa luar biasa, tetapi jika Anda
bukan manusia yang baik, maka pada akhirnya kepintaran Anda itu akan digunakan
untuk hal-hal yang lain," merupakan sebuah refleksi mendalam tentang
pentingnya kebijaksanaan di samping kepintaran. Kebijaksanaan, atau
"hikmah," dalam konteks ini bukan sekadar tentang pengetahuan yang
dimiliki, tetapi lebih kepada cara memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk
kebaikan bersama. Inilah yang membedakan kepintaran murni dari kebijaksanaan
sejati.
Hikmah sebagai Serpihan yang Harus Dikumpulkan
Hikmah
sering kali dibayangkan sebagai serpihan-serpihan pengetahuan dan pemahaman
yang tersebar di berbagai tempat dan situasi. Seperti halnya serpihan mozaik
yang tersebar, hikmah perlu dikumpulkan dan disatukan kembali untuk membentuk
sebuah gambar yang utuh. Ini adalah ide dasar dari "Baitul Hikmah"
(Rumah Hikmah), sebuah konsep yang bertujuan untuk mengumpulkan, mengembangkan,
dan menyebarkan kebijaksanaan yang dapat membawa kebaikan bagi umat manusia.
Konsep
ini sejalan dengan sejarah Baitul Hikmah yang ada pada zaman Kekhalifahan
Abbasiyah di Baghdad, di mana pusat pembelajaran ini bukan hanya menjadi tempat
pengumpulan ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi pusat diskusi dan pertukaran
gagasan dari berbagai kebudayaan. Pada zaman itu, Baitul Hikmah berfungsi untuk
menerjemahkan teks-teks ilmiah dan filosofis dari bahasa Yunani, Persia, India,
dan lain-lain ke dalam bahasa Arab. Hasilnya adalah integrasi pengetahuan yang
tidak hanya meningkatkan kualitas intelektual umat Islam pada saat itu, tetapi
juga menjadi fondasi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Barat.
Namun,
dalam konteks modern, Baitul Hikmah bukan hanya tentang tempat fisik atau
lembaga formal. Ini adalah sebuah gagasan tentang pentingnya mengumpulkan
serpihan-serpihan kebijaksanaan yang ada di sekitar kita dan membangun kembali
nilai-nilai bersama yang dapat memandu kita dalam mengambil keputusan-keputusan
penting. Dengan begitu banyaknya informasi yang tersedia saat ini, tantangan
terbesar bukanlah mengakses pengetahuan, tetapi bagaimana memilah dan
menyatukan serpihan-serpihan tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Kepintaran Tanpa Kebijaksanaan: Bahaya yang
Mengintai
Dalam
banyak kasus, kepintaran tanpa kebijaksanaan bisa menjadi bumerang yang justru
merugikan. Ketika seseorang memiliki pengetahuan atau kecerdasan yang luar
biasa tetapi tidak memiliki nilai-nilai moral dan etika yang kuat, kepintaran
tersebut bisa disalahgunakan untuk hal-hal yang merugikan orang lain. Sejarah
telah menunjukkan bagaimana individu atau kelompok tertentu yang cerdas dapat
memanipulasi informasi, hukum, atau bahkan teknologi untuk tujuan yang kurang
mulia.
Contoh
yang nyata bisa dilihat dalam kasus manipulasi data atau berita palsu yang
tersebar luas di era digital ini. Orang-orang yang memiliki kemampuan dalam
teknologi informasi, misalnya, bisa menyebarkan informasi palsu yang dapat
menyesatkan banyak orang. Hal ini menunjukkan bahwa kepintaran saja tidak cukup
untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan harmonis; kebijaksanaan dan rasa
tanggung jawab juga diperlukan untuk memanfaatkan kepintaran tersebut secara
benar.
Pentingnya Teman dan Lingkungan yang Baik
Dalam
konsep filosofi liberal, sering kali ada anggapan bahwa manusia bisa menjadi
baik dengan sendirinya, tanpa memerlukan bantuan atau dukungan dari pihak lain.
Namun, pandangan ini bisa dipertanyakan. Seperti yang dinyatakan, "Anda
tidak bisa menjadi baik tanpa teman-teman yang baik," menunjukkan bahwa
lingkungan sosial dan orang-orang di sekitar kita memiliki peran besar dalam
membentuk karakter dan moral seseorang.
Manusia adalah
makhluk sosial yang saling mempengaruhi satu sama lain. Lingkungan yang baik
dan teman-teman yang mendukung dapat membantu seseorang untuk tetap berada di
jalan yang benar dan memanfaatkan kepintarannya untuk hal-hal yang positif.
Sebaliknya, jika seseorang berada di lingkungan yang kurang baik, bahkan orang
yang paling pintar sekalipun bisa terjerumus ke dalam perilaku yang merusak.
Di
sinilah pentingnya memiliki komunitas atau jaringan sosial yang mendukung
perkembangan moral dan etika. Komunitas tidak hanya menyediakan dukungan
emosional tetapi juga menyediakan tempat bagi seseorang untuk bertukar pikiran
dan menyaring ide-ide yang mungkin akan berdampak pada perilaku mereka. Dalam
hal ini, komunitas yang berorientasi pada nilai-nilai kebaikan dapat menjadi
semacam Baitul Hikmah modern, tempat di mana serpihan-serpihan hikmah dapat
dikumpulkan dan dibangun kembali.
Kecurigaan Terhadap Negara dan Kepercayaan pada
Manusia
Pernyataan,
"Saya selalu suspicious dengan negara, tetapi saya percaya pada manusia,"
mencerminkan sebuah sikap kritis terhadap otoritas negara yang sering kali
dianggap tidak selalu mewakili kepentingan rakyat secara penuh. Meskipun negara
memiliki peran penting dalam mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik,
sejarah telah menunjukkan bahwa tidak jarang kekuasaan negara disalahgunakan
untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok tertentu.
Dalam hal
ini, kecurigaan terhadap negara bukan berarti menolak keberadaan negara
sepenuhnya, tetapi lebih kepada sikap kritis yang mengawasi kebijakan dan
tindakan negara. Ini adalah sikap yang sehat dalam masyarakat demokratis di
mana partisipasi dan pengawasan masyarakat diperlukan untuk memastikan bahwa
negara menjalankan tugasnya sesuai dengan kepentingan publik.
Di sisi
lain, kepercayaan pada manusia adalah bentuk optimisme bahwa pada dasarnya
setiap individu memiliki potensi untuk menjadi baik dan membawa perubahan
positif. Dengan memberikan ruang bagi setiap orang untuk berpartisipasi secara
aktif dalam kehidupan sosial dan politik, serta mendorong pengembangan karakter
yang baik melalui pendidikan dan komunitas yang mendukung, kita bisa membangun
masyarakat yang lebih adil dan beradab.
Membangun Kembali Baitul Hikmah di Era Digital
Di era
modern ini, membangun kembali konsep Baitul Hikmah berarti menciptakan
tempat-tempat atau komunitas-komunitas di mana pengetahuan dan kebijaksanaan
dapat dikembangkan secara bersama-sama. Ini bukan hanya soal menciptakan
institusi formal seperti universitas atau pusat penelitian, tetapi juga tentang
menciptakan ruang-ruang diskusi yang inklusif dan terbuka, baik di dunia nyata
maupun di platform digital.
Di era
digital, internet memungkinkan pertukaran informasi dan ide secara masif.
Namun, tidak semua informasi yang tersedia di internet mengandung hikmah atau
kebijaksanaan. Maka dari itu, dibutuhkan upaya untuk menyaring dan memilih
informasi yang bermanfaat serta membangun komunitas yang berfokus pada
pengembangan nilai-nilai kebijaksanaan dan moral. Media sosial, forum diskusi
online, dan platform pembelajaran digital bisa menjadi alat yang efektif untuk
menciptakan ruang-ruang Baitul Hikmah di era modern, di mana orang-orang bisa
berkumpul, berbagi pengetahuan, dan mengembangkan ide-ide untuk kebaikan
bersama.
Hikmah sebagai Landasan Masyarakat Beradab
Pada
akhirnya, kepintaran tanpa hikmah adalah seperti pedang tanpa sarung—ia bisa
tajam dan mematikan, tetapi juga berbahaya bagi pemiliknya dan orang lain.
Hikmah bukan hanya soal mengetahui apa yang benar atau salah, tetapi juga
memahami bagaimana menggunakan pengetahuan tersebut untuk mencapai kebaikan
yang lebih besar. Hikmah harus menjadi landasan bagi setiap tindakan dan
keputusan, bukan hanya untuk individu tetapi juga bagi masyarakat dan negara.
Membangun
kembali Baitul Hikmah di era modern berarti menyatukan serpihan-serpihan
kebijaksanaan yang tersebar di berbagai tempat dan situasi, serta
memanfaatkannya untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik dan beradab.
Dengan membangun komunitas yang mendukung pengembangan karakter dan nilai-nilai
moral, serta menjaga sikap kritis terhadap otoritas yang ada, kita bisa
memastikan bahwa kepintaran yang dimiliki tidak hanya menjadi alat untuk
mencapai tujuan-tujuan pribadi semata, tetapi juga untuk membangun masa depan
yang lebih cerah bagi semua.
Penulis
Sumarta
Sumber