Kesejahteraan Hakim: Harapan dan Realita yang Menyentuh Hati
Harapan dan Realita yang Menyentuh Hati
Dalam sebuah forum yang dihadiri oleh para hakim dan anggota solidaritas
Hakim Indonesia, sebuah narasi yang menggugah hati muncul dari ucapan Mustaqim,
seorang hakim yang berbagi pengalaman pribadi dan harapannya terhadap masa
depan kesejahteraan hakim di Indonesia. Melalui ungkapan emosionalnya, ia
mengisahkan perjuangan yang harus dihadapi oleh para hakim, terutama di tengah
kondisi yang sulit seperti pandemi COVID-19 dan tantangan ekonomi yang melanda
banyak pihak.
Sebuah Kisah Kehilangan
Mustaqim menceritakan bagaimana tahun lalu ia merasakan kehilangan yang
mendalam. Saat terinfeksi COVID-19, ia menerima kabar duka bahwa ibunya telah
meninggal dunia. Keterbatasan yang dihadapi, terutama terkait kondisi keuangan
dan mobilitas yang dibatasi oleh pandemi, membuatnya tidak bisa pulang untuk
mengucapkan selamat tinggal terakhir kepada ibunya. Ia merasa hancur karena
tidak bisa hadir dalam pemakaman, dan hanya bisa menatap foto ibunya dari jauh.
Dalam pernyataannya, Mustaqim menjelaskan betapa beratnya situasi yang harus
dihadapi para hakim. Keterbatasan fisik dan finansial bukan hanya memengaruhi
mereka secara pribadi, tetapi juga berdampak pada kinerja mereka dalam
menjalankan tugas mulia sebagai penegak hukum. Ia berharap, meskipun di akhir
masa jabatan pemerintah saat ini belum bisa memenuhi tuntutan kesejahteraan
hakim, para pemimpin yang baru dilantik nantinya akan memperhatikan
kesejahteraan para hakim dan penegak hukum lainnya.
Tuntutan Kesejahteraan
Mustaqim melanjutkan dengan memberikan penilaian mengenai calon presiden
Prabowo Subianto, yang dianggapnya peduli terhadap kesejahteraan hakim.
Menurutnya, dalam kampanye politiknya, Prabowo berkomitmen untuk memperbaiki
kualitas hidup para hakim dan penegak hukum lainnya. Ia mengutip pernyataan
Prabowo yang menekankan bahwa untuk mengurangi korupsi, penting untuk menjamin
kualitas hidup para pejabat negara dan penegak hukum. "Kita harus lipat
gandakan gaji-gaji hakim, jaksa, polisi, dan seterusnya," ucap Mustaqim,
menekankan pentingnya upaya tersebut.
Dalam pandangan Mustaqim, perhatian terhadap kesejahteraan hakim sangatlah
penting, tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga kesehatan, jaminan
keamanan, dan aspek lainnya. Kesejahteraan hakim bukan hanya berdampak pada
mereka secara pribadi, tetapi juga pada sistem peradilan yang lebih luas di
Indonesia.
Perjuangan Hakim Perempuan
Isnatul Latifah, juru bicara solidaritas Hakim Indonesia, menyampaikan pesan
dari teman-teman hakim perempuan yang sering kali diabaikan. Ia menunjukkan
data yang mengungkapkan beban kerja yang sangat berat yang harus ditanggung
oleh para hakim, termasuk hakim perempuan. Dengan rata-rata beban perkara
mencapai ribuan kasus per tahun, banyak hakim merasa terjebak antara tuntutan
pekerjaan dan tanggung jawab sebagai ibu atau istri di rumah.
“Dalam satu tahun, setiap hakim di pengadilan negeri menangani rata-rata
1.000 perkara, sementara hakim di pengadilan agama menangani rata-rata 600
perkara,” ujar Isnatul. Data tersebut mencerminkan betapa banyaknya pekerjaan
yang harus diselesaikan dalam waktu yang terbatas, yang sering kali
mengorbankan waktu untuk keluarga.
Lebih jauh lagi, Isnatul juga menyoroti risiko yang dihadapi hakim
perempuan, termasuk keamanan mereka. Banyak hakim perempuan merasa terancam,
menghadapi pelecehan, dan bahkan ancaman fisik ketika menjalankan tugas mereka.
“Kami, hakim perempuan, sering kali jauh dari keluarga, membawa anak-anak
sendiri, dan menghadapi situasi yang tidak aman,” keluhnya.
Penyakit Mental dan Risiko Keberlangsungan Hidup
Kondisi kerja yang berat dan tantangan yang terus-menerus membuat banyak
hakim mengalami masalah kesehatan mental. Isnatul menyebutkan bahwa beberapa
hakim telah mengalami stres berat, hingga ada yang terpaksa mengkonsumsi obat
penenang atau bahkan bunuh diri akibat beban pekerjaan yang tak tertahankan.
“Kami tidak bisa tidur dengan tenang, tidak bisa berolahraga, dan harapan hidup
kami semakin menurun,” katanya.
Di sisi lain, data mencengangkan juga muncul mengenai kematian hakim. Sejak
awal tahun, sudah ada sejumlah hakim yang meninggal dunia. “Ini menggambarkan
bagaimana kondisi kami yang terus-menerus berada dalam tekanan,” ungkap
Isnatul.
Afirmasi dan Harapan untuk Masa Depan
Melalui pidatonya, Isnatul menekankan perlunya afirmasi dan dukungan
terhadap hakim perempuan agar bisa berkontribusi tidak hanya di lingkungan
kerja tetapi juga di rumah. Ia berharap ada perhatian dari pihak-pihak terkait
untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan mendukung.
Mustaqim dan Isnatul, bersama dengan rekan-rekan hakim lainnya, menekankan
pentingnya mendengar suara mereka yang sering kali terpinggirkan. Dalam dunia
yang banyak berbicara tentang keadilan dan integritas, sangat penting untuk
memperhatikan kesejahteraan mereka yang berjuang untuk menegakkan hukum.
Di akhir forum, mereka berharap agar para pemimpin yang akan datang dapat
memberikan perhatian lebih terhadap kondisi para hakim dan penegak hukum
lainnya. “Kami adalah bagian dari sistem peradilan yang penting, dan kami
berharap agar suara kami didengar,” tutup Isnatul.
Kesimpulan: Menciptakan Lingkungan Kerja yang Sehat dan Aman
Dalam momen-momen emosional tersebut, terlihat betapa pentingnya
kesejahteraan para hakim untuk memastikan mereka dapat menjalankan tugas mereka
dengan baik. Kesejahteraan bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga menyangkut
kesehatan, keamanan, dan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Melalui cerita Mustaqim dan Isnatul, kita diingatkan bahwa di balik setiap
keputusan hukum yang diambil, terdapat manusia dengan segala keterbatasan dan
perjuangan. Semoga harapan mereka untuk masa depan yang lebih baik dapat
terwujud, bukan hanya untuk para hakim, tetapi juga untuk sistem peradilan yang
lebih adil dan berkeadilan di Indonesia.
Dengan dukungan dan perhatian dari seluruh masyarakat, diharapkan
kesejahteraan para hakim dapat terwujud, sehingga mereka dapat menjalankan
tugas mulia mereka dengan sebaik-baiknya demi keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Penulis
Sumarta
Sumber
https://youtu.be/2jDJOFwXZJ4