Ketegangan PKB dan PBNU: Perebutan Kursi Menteri hingga Manuver Politik di Istana
Perebutan Kursi Menteri hingga Manuver Politik di Istana
Hubungan antara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) belakangan ini semakin meruncing. Salah satu penyebab utamanya
adalah perebutan kursi menteri dalam kabinet Presiden Joko Widodo. Situasi ini
memanas, terutama setelah penunjukan Ma'ruf Amin sebagai Ketua Dewan Syura PBNU
yang dianggap sebagai langkah strategis untuk melindungi PBNU dari pengaruh
PKB.
Ma'ruf Amin, yang merupakan tokoh penting dalam politik Indonesia, diduga
memiliki peran signifikan dalam membentengi PBNU dari tekanan PKB, terutama
setelah muktamar besar-besaran yang digelar NU. Menariknya, Ma'ruf Amin
dikabarkan langsung menelepon Prabowo Subianto untuk memastikan bahwa PBNU
tidak diganggu oleh PKB dan pengaruh politiknya. Hal ini menandai dimulainya konflik
baru antara kedua organisasi yang dulunya berjalan seiring dalam membangun
kekuatan politik berbasis keagamaan di Indonesia.
Jokowi Tak Sepenuhnya Terinformasi
Presiden Joko Widodo tampaknya tidak sepenuhnya mengetahui manuver yang
terjadi di antara PBNU dan PKB. Menurut sumber yang terpercaya, sejumlah
langkah penting seperti penunjukan Ma'ruf Amin sebagai Ketua Dewan Syura dan
gerakan politik lainnya tampaknya tidak melalui Jokowi secara langsung. Bahkan,
muncul rumor bahwa beberapa pengambil kebijakan di istana tidak sepenuhnya
terlibat dalam isu-isu sensitif ini, yang menyangkut persaingan perebutan kursi
menteri.
Di antara langkah yang dipermasalahkan adalah upaya PKB untuk melobi agar
bisa mendapatkan dua jatah kursi menteri dalam kabinet, bukan hanya satu
seperti yang telah disepakati sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa PKB merasa
berhak untuk memiliki pengaruh lebih besar, dan kondisi inilah yang menambah
ketegangan antara kedua organisasi.
Konflik Internal PKB dan PBNU
Tidak hanya di luar, di dalam kedua organisasi ini pun terjadi berbagai
intrik dan manuver politik. PBNU yang dipimpin oleh Gus Yahya terlihat semakin
mengukuhkan posisinya sebagai organisasi independen, terlepas dari
bayang-bayang PKB. Sebaliknya, PKB yang diketuai oleh Muhaimin Iskandar alias
Cak Imin berusaha memperkuat pengaruhnya di kalangan NU untuk menjaga basis
massanya tetap solid.
Situasi ini semakin pelik ketika PBNU, melalui Ma'ruf Amin, mulai melibatkan
pihak-pihak eksternal seperti Prabowo Subianto dalam mengatasi ancaman yang
datang dari PKB. Manuver ini dianggap sebagai langkah yang tak main-main untuk
memastikan PBNU tidak diganggu oleh kepentingan politik PKB, terutama di saat
mendekati transisi kekuasaan di Indonesia.
Perebutan Kursi Menteri dan Kepentingan Politik
Konflik antara PKB dan PBNU, yang sebelumnya tampak samar-samar, semakin
jelas ketika masing-masing pihak saling berebut pengaruh di kabinet. PKB yang
merasa berhak mendapatkan lebih banyak kursi menteri, berupaya keras untuk
melobi sejumlah pihak di pemerintahan. Hal ini tentunya menjadi perhatian bagi
PBNU, yang menganggap PKB terlalu mendominasi dalam pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan Nahdlatul Ulama.
Salah satu posisi yang menjadi perebutan adalah kursi menteri agama, yang
selama ini dipegang oleh tokoh-tokoh dari NU. Namun, PKB yang berupaya
mendapatkan lebih banyak posisi di kabinet Jokowi, menilai bahwa mereka pantas
mendapatkan kursi tambahan, termasuk posisi menteri strategis lainnya. Upaya
ini membuat PBNU semakin waspada, terutama karena PKB dianggap tidak lagi
sepenuhnya merepresentasikan kepentingan NU.
Telepon Langsung Ma'ruf Amin kepada Prabowo
Dalam situasi politik yang semakin tegang, langkah Ma'ruf Amin untuk
langsung menghubungi Prabowo Subianto menunjukkan betapa seriusnya ancaman yang
dihadapi PBNU dari PKB. Telepon tersebut diduga dilakukan untuk memastikan
bahwa Prabowo tidak terlibat dalam upaya-upaya PKB untuk melemahkan NU. Ini
adalah langkah strategis yang dilakukan Ma'ruf Amin untuk mempertahankan
integritas dan independensi PBNU.
Tidak bisa dipungkiri bahwa NU memiliki kekuatan politik yang sangat besar
di Indonesia, dan posisi Ma'ruf Amin sebagai salah satu tokoh sentral semakin
memperkuat pengaruh organisasi tersebut. Namun, PKB yang merasa memiliki
hubungan historis dengan NU, tidak tinggal diam dalam menghadapi manuver yang
dilakukan oleh PBNU.
Pengaruh Politik di Istana
Tentu saja, perseteruan antara PKB dan PBNU ini tidak hanya terjadi di dalam
organisasi masing-masing, tetapi juga meluas hingga ke lingkaran istana. Jokowi,
yang tampaknya tidak sepenuhnya menyadari betapa dalamnya konflik ini, menjadi
figur sentral yang diharapkan dapat menengahi kedua belah pihak. Namun, dengan
berbagai kepentingan politik yang bermain, tidak mudah bagi presiden untuk
menyeimbangkan antara keinginan PBNU dan PKB.
Kedekatan Jokowi dengan Ma'ruf Amin memberikan keuntungan bagi PBNU, tetapi
PKB juga memiliki jalur tersendiri di pemerintahan. Oleh karena itu,
perseteruan ini tidak hanya berkaitan dengan perebutan kursi menteri, tetapi
juga tentang siapa yang memiliki pengaruh lebih besar di istana.
Manuver Politik di Tahun Pemilu
Tahun 2024 akan menjadi momen penting dalam politik Indonesia, dengan
digelarnya Pemilihan Umum (Pemilu). Kedua organisasi, PKB dan PBNU, berusaha
memperkuat posisinya menjelang Pemilu ini. PKB yang memiliki basis massa besar
di kalangan Nahdliyin, berupaya menjaga pengaruhnya di NU, sementara PBNU yang
dipimpin Gus Yahya, berusaha memastikan bahwa NU tetap menjadi organisasi yang
independen dari partai politik manapun.
Dalam konteks ini, penunjukan Ma'ruf Amin sebagai Ketua Dewan Syura dianggap
sebagai langkah taktis untuk mempertahankan independensi NU dari pengaruh PKB.
Di sisi lain, PKB yang dipimpin oleh Cak Imin, terus berupaya memperluas
pengaruh politiknya, tidak hanya di kalangan NU, tetapi juga di pemerintahan.
Kesimpulan
Konflik antara PKB dan PBNU tampaknya akan terus berlanjut, terutama
menjelang tahun politik 2024. Perebutan kursi menteri hanya salah satu dari
sekian banyak isu yang menjadi sumber ketegangan antara kedua organisasi ini.
Dengan Ma'ruf Amin yang berperan aktif dalam membentengi PBNU dari pengaruh
PKB, serta manuver politik yang dilakukan oleh Cak Imin di pemerintahan,
perseteruan ini diperkirakan akan semakin memanas.
Jokowi sebagai presiden tentu memiliki peran penting dalam meredam konflik
ini, tetapi dengan berbagai kepentingan yang bermain, tidak mudah bagi siapapun
untuk menengahi perseteruan antara dua kekuatan besar di dalam dunia politik
dan keagamaan Indonesia ini.
Sumber
https://youtu.be/6Ey24VtKJmQ
Penulis
Sumarta