Memahami Fenomena Politik Dinasti di Senayan: Kekuatan dan Tantangan di Balik Parlemen


Kekuatan dan Tantangan di Balik Parlemen



Politik di Indonesia, terutama di tingkat legislatif, tidak dapat dipisahkan dari dinamika politik dinasti yang terus berkembang. Setelah pelantikan anggota parlemen di Senayan, perhatian masyarakat tertuju pada sejumlah politisi yang berasal dari latar belakang keluarga elit. Fenomena ini mengundang pertanyaan: bagaimana kiprah para politisi "darah biru" ini di Senayan dan apa dampaknya terhadap proses demokrasi di Indonesia?

Dalam sebuah dialog yang menarik antara pengamat politik Khairul Umam dan Burhanudin Muhtadi, terungkap berbagai aspek terkait keterlibatan anggota parlemen yang memiliki ikatan keluarga dengan tokoh nasional. Melalui dialog ini, kita akan mengeksplorasi isu politik dinasti, dampaknya terhadap rekrutmen politik, serta tantangan yang dihadapi oleh partai politik dalam menghadapi fenomena ini.

Politik Dinasti dan Normalisasi

Prof. Burhan menjelaskan bahwa data yang diperoleh dari Kompas menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam jumlah anggota DPR yang memiliki ikatan kekerabatan dengan pejabat publik. Sekitar 30% dari anggota DPR memiliki hubungan tersebut, menandakan normalisasi praktik politik dinasti di Indonesia. Dalam konteks ini, politik dinasti tidak hanya terjadi di kalangan elit, tetapi juga merembet hingga tingkat kepala desa.

Satu pertanyaan yang mencuat adalah, mengapa politik dinasti bisa tumbuh subur di Indonesia? Menurut Prof. Burhan, ada beberapa faktor yang berkontribusi. Pertama, partai politik seringkali lebih memilih calon berdasarkan ikatan keluarga daripada kompetensi atau kapabilitas. Hal ini menciptakan sebuah siklus di mana calon yang memiliki hubungan keluarga dengan politisi berpengaruh mendapatkan berbagai privilese, seperti urutan nomor di pemilu dan peluang untuk tetap dilantik meskipun gagal dalam pemilihan.

Tantangan bagi Partai Politik

Kedua, kurangnya larangan terhadap politik dinasti di Indonesia juga menjadi penyebab utama. Meskipun ada upaya untuk mengatur hal ini melalui undang-undang, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan beberapa ketentuan karena dianggap melanggar hak asasi manusia. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat cenderung tidak menganggap negatif praktik politik dinasti, yang pada gilirannya menyuburkan keberadaan praktik ini di pentas politik.

Kondisi ini tentunya mengganggu proses rekrutmen dan kaderisasi dalam partai. Politisi yang berasal dari politik dinasti cenderung mendominasi, membuat partai politik menjadi kurang institusional dan lebih terfokus pada brand keluarga. Prof. Burhan menekankan pentingnya partai politik untuk memperkuat struktur dan kaderisasi agar tidak terjebak dalam praktik oligarki.

Wajah Baru DPR dan Dampak Jangka Panjang

Sementara itu, Khairul Umam menyoroti bahwa politik dinasti bukanlah fenomena baru, melainkan tren global. Namun, dalam konteks Indonesia, karakter paternalistik dan budaya patriarkal sangat mendominasi. Nama-nama besar dan simbol keluarga sering kali menjadi magnet politik yang menarik perhatian pemilih. Ini menciptakan potensi oligarki lokal yang dapat menghambat regenerasi politik.

Kehadiran anggota DPR yang merupakan pasangan suami istri atau orang tua dan anak di Senayan juga menjadi indikator betapa dalamnya pengaruh politik dinasti ini. Regenerasi politik yang terhambat dapat berakibat pada distribusi kekuasaan yang tidak merata, mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar dan beragam.

Privilese dan Isu Etika

Diskusi juga berlanjut mengenai privilese yang didapatkan oleh anggota parlemen dari kalangan elit. Apakah kehadiran mereka di Senayan memberikan suntikan elektoral bagi partai? Umam menegaskan bahwa meskipun ada keuntungan politik yang didapat, praktik ini berpotensi menciptakan konflik kepentingan. Misalnya, jika seorang politisi memiliki keluarga yang bekerja di pemerintahan, maka akan ada kemungkinan terjadinya negosiasi dan kompromi yang tidak sehat.

Dalam konteks ini, kembali kepada etika politik, perlu ada aturan yang jelas untuk mencegah konflik kepentingan. Menghidupkan kembali aturan lama yang mengatur tentang keterlibatan keluarga dalam politik bisa menjadi langkah awal untuk mengatasi isu ini.

Kesimpulan: Membangun Politik yang Inklusif

Dari analisis yang disampaikan oleh kedua narasumber, dapat disimpulkan bahwa fenomena politik dinasti di Indonesia memiliki dampak yang kompleks. Sementara politisi dari kalangan elit bisa membawa keuntungan elektoral bagi partai, keberadaan mereka juga menimbulkan tantangan serius terhadap regenerasi dan inklusi politik.

Penting bagi partai politik untuk tidak hanya mengandalkan brand keluarga tetapi juga membangun sistem rekrutmen yang transparan dan inklusif. Ini adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa setiap lapisan masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam proses politik dan berkontribusi pada pembangunan bangsa.

Jalan Menuju Perubahan

Melihat tantangan yang dihadapi, kita sebagai masyarakat perlu aktif dalam menyuarakan harapan untuk politik yang lebih demokratis dan berkeadilan. Regenerasi kepemimpinan yang sehat, partisipasi publik yang luas, dan upaya untuk mendorong partai politik agar kembali pada prinsip dasar mereka adalah langkah-langkah penting menuju masa depan politik yang lebih baik.

Sebuah pertanyaan tetap menggelayuti: apakah Indonesia siap untuk mengubah paradigma politik dari yang didominasi oleh dinasti menuju politik yang lebih adil dan berkelanjutan? Jawabannya ada di tangan kita, sebagai pemilih yang cerdas dan partisipatif.

 

Penulis

Sumarta

 

Sumber

https://youtu.be/akXDCYBb-tk

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel