Militer dalam Lingkup Sipil: Analisis Peran dan Dinamika TNI di Bawah Kepemimpinan Presiden Jokowi
Analisis Peran dan Dinamika TNI di Bawah Kepemimpinan Presiden Jokowi
Selama
masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, isu keterlibatan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) dalam berbagai aspek kehidupan sipil menjadi perhatian penting.
Hal ini mencerminkan kompleksitas hubungan sipil-militer yang masih berlangsung
di Indonesia. Di satu sisi, semangat reformasi yang menjadi pendorong
demokratisasi pasca-Orde Baru menuntut pembatasan peran militer dalam urusan
sipil, sementara di sisi lain, realitas politik dan kebutuhan teknis
kadang-kadang memperlihatkan keterlibatan militer dalam struktur pemerintahan
sipil. Artikel ini membahas peran TNI dalam pemerintahan sipil selama era
Presiden Jokowi, dinamika kontrol sipil atas militer, dan beberapa contoh
keterlibatan militer di jabatan sipil.
Reformasi dan Wajah Pemerintahan Jokowi:
Menguji Semangat Demokratisasi
Semangat
reformasi yang dimulai pada akhir 1990-an membawa perubahan signifikan dalam
hubungan antara sipil dan militer di Indonesia. Salah satu pencapaian terbesar
dari reformasi adalah pembatasan peran militer dalam urusan sipil, yang
sebelumnya sangat dominan selama Orde Baru. Namun, dengan berakhirnya masa
jabatan Presiden Jokowi yang tinggal beberapa bulan lagi, muncul pertanyaan
tentang sejauh mana semangat reformasi tersebut benar-benar diwujudkan selama
kepemimpinannya. Beberapa pengamat menilai bahwa beberapa kebijakan Jokowi
cenderung "memelihara" hubungan tradisional antara militer dan sipil.
Sejak
awal pemerintahannya, Jokowi memang sering terlibat dalam interaksi langsung
dengan Panglima TNI tanpa selalu mengandalkan mekanisme formal seperti Dewan
Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti). Salah satu contoh adalah ketika
Andika Perkasa menjabat sebagai Panglima TNI dan Dudung Abdurachman sebagai
Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad). Saat itu, proses pengambilan keputusan
seringkali dilakukan melalui komunikasi langsung antara Presiden dan Panglima
TNI, bukan melalui mekanisme Wanjakti yang sudah ditetapkan.
Menurut
analisis, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya praktik tersebut.
Salah satunya adalah perbedaan struktur vertikal di dalam Angkatan Darat dan
Markas Besar TNI, di mana jabatan-jabatan di Angkatan Darat seringkali memiliki
tingkat kepangkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada di Mabes
TNI. Hal ini menciptakan kebutuhan akan interaksi langsung untuk memastikan
bahwa kebijakan yang diambil dapat diterapkan secara efektif.
Keterlibatan TNI dalam Jabatan Sipil: Di Mana
Batasannya?
Salah
satu topik yang sering menjadi perdebatan adalah keterlibatan TNI dalam
jabatan-jabatan sipil. Di bawah pemerintahan Jokowi, beberapa contoh perwira
TNI yang ditempatkan di jabatan sipil sering menimbulkan kontroversi. Misalnya,
penunjukan perwira tinggi aktif sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) dan pejabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Pada
saat Doni Monardo, yang saat itu masih perwira aktif, diusulkan menjadi Kepala
BNPB, regulasi terkait perluasan fungsi militer dalam penanggulangan bencana
harus dicari untuk memfasilitasi penunjukan tersebut. Pasal 7 Undang-Undang
TNI, yang memperbolehkan penugasan militer dalam tugas-tugas tertentu termasuk
penanggulangan bencana, digunakan sebagai dasar hukum bagi Doni Monardo untuk
tetap menjabat sebagai perwira aktif saat memimpin BNPB.
Namun,
kasus serupa tidak selalu menemukan solusi yang sama. Misalnya, penunjukan
perwira aktif sebagai Deputi di Kantor Staf Presiden (KSP) menemui jalan buntu
karena tidak adanya celah regulasi yang memungkinkan hal tersebut. Dalam hal
ini, posisi KSP tidak termasuk dalam instansi yang dikoordinasi oleh
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam),
sehingga tidak ada dasar hukum yang membolehkan seorang perwira militer aktif
untuk mengisi jabatan tersebut.
Politik Anggaran dan Regulasi: Pengaruh pada
Keterlibatan Militer
Politik
anggaran dan regulasi juga memainkan peran penting dalam memperkuat atau
membatasi keterlibatan TNI dalam jabatan sipil. Selama pemerintahan Jokowi,
berbagai revisi undang-undang yang berhubungan dengan sektor pertahanan,
termasuk Undang-Undang TNI dan revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara
(ASN), menjadi topik pembicaraan penting. Salah satu isu yang diangkat adalah
revisi Undang-Undang ASN yang diusulkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Usulan ini mencakup beberapa ketentuan
yang memungkinkan perwira aktif untuk mengisi posisi tertentu di dalam lembaga
pemerintahan.
Selain
itu, kebijakan anggaran yang diatur oleh Kementerian Keuangan dan Bappenas
turut menentukan alokasi sumber daya bagi TNI. Di parlemen, Komisi I dan
beberapa anggota DPR lain memainkan peran penting dalam mengawasi kebijakan
anggaran dan legislasi yang berdampak pada TNI. Dalam hal ini, kemampuan para
anggota legislatif untuk mengawal kebijakan yang berkaitan dengan TNI
seringkali dipertanyakan, terutama terkait dengan pemahaman mereka mengenai
seluk-beluk kebijakan pertahanan.
Pengaruh Militer dalam Politik dan Elektoral:
Aura yang Tak Pudar
Walaupun
reformasi telah berjalan lebih dari dua dekade, pengaruh politik militer di
Indonesia masih terlihat cukup kuat, terutama dari Angkatan Darat. Aura ini
semakin tampak pada masa-masa pemilihan umum, baik pemilihan presiden maupun
pemilihan kepala daerah. Banyak calon kepala daerah, termasuk yang berlatar
belakang militer, dipandang memiliki daya tarik tersendiri bagi konstituen,
terutama di wilayah-wilayah yang masih memiliki ikatan historis dengan Angkatan
Darat.
Beberapa
pengamat menyatakan bahwa hal ini terjadi karena tidak adanya batasan yang
jelas dari pejabat sipil dalam hal menempatkan militer di posisi sipil. Seringkali,
keinginan untuk menempatkan perwira militer aktif di jabatan sipil justru
datang dari kementerian atau lembaga sipil itu sendiri. Misalnya, beberapa
menteri atau kepala lembaga pemerintahan secara khusus meminta perwira militer
untuk ditempatkan di jabatan tertentu, dengan alasan kebutuhan teknis atau
keamanan.
Tantangan dan Kontroversi: Antara Kepentingan
Teknis dan Kepatuhan pada Regulasi
Penempatan
militer dalam jabatan sipil tidak selalu berjalan mulus dan seringkali
menimbulkan perdebatan tentang kepatuhan pada regulasi yang ada. Ada beberapa
contoh di mana penempatan tersebut diakui sah karena adanya celah regulasi,
tetapi ada juga yang tidak menemukan dasar hukum yang jelas. Dalam beberapa
kasus, hal ini menciptakan ambiguitas yang dapat merusak semangat reformasi.
Contoh
lain yang cukup mencolok adalah ketika Luhut Binsar Panjaitan, seorang mantan
perwira Kopassus, dianggap memiliki preferensi untuk mengusulkan perwira aktif
sebagai pejabat di kementerian yang ia pimpin. Kasus ini menggambarkan dinamika
yang sering terjadi antara latar belakang militer seorang pejabat dan keputusan
penunjukan jabatan sipil yang melibatkan TNI.
Kesimpulan: Mencari Keseimbangan dalam Relasi
Sipil-Militer
Sejak
era reformasi, peran militer dalam urusan sipil seharusnya mengalami pembatasan
yang ketat untuk memastikan bahwa demokrasi berjalan sesuai dengan
prinsip-prinsip yang telah disepakati. Namun, kenyataannya di era pemerintahan
Presiden Jokowi, keterlibatan TNI dalam jabatan sipil masih menjadi topik hangat
dan kontroversial. Beberapa penunjukan dianggap sah berdasarkan regulasi,
sementara yang lain masih diperdebatkan keabsahannya.
Sebagai
negara demokrasi, Indonesia harus terus mengupayakan keseimbangan antara
kebutuhan teknis yang melibatkan militer dan kepatuhan terhadap aturan
reformasi. Ke depannya, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa reformasi
sektor pertahanan tetap berlanjut, sambil tetap mengakomodasi kebutuhan teknis
yang mendesak dalam struktur pemerintahan. Pejabat sipil perlu lebih tegas
dalam menempatkan batasan yang jelas terkait keterlibatan militer, untuk
menjaga semangat reformasi tetap hidup dan menghindari kembalinya dominasi
militer dalam urusan sipil.
Dengan
demikian, wajah pemerintahan pasca-Jokowi akan sangat bergantung pada bagaimana
reformasi sektor pertahanan dan peran militer dalam jabatan sipil terus
dievaluasi dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Penulis
Sumarta
Sumber
Dialog Podcast
Akbar Faizal Uncensored dengan Andi Wijayanto (Mantan
Gubernur Lemhanas Era Presiden Joko Widodo) tanggal 12 Nopember 2024