Modernisasi TNI di Era Jokowi: Antara Profesionalisme dan Kepentingan Politik
Antara Profesionalisme dan Kepentingan Politik
Selama masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), modernisasi
Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi salah satu fokus utama dalam kebijakan
pertahanan negara. Berbagai upaya dilakukan untuk memperkuat pertahanan
nasional dan meningkatkan profesionalisme militer Indonesia. Namun, dalam
perjalanan tersebut muncul berbagai dinamika yang menunjukkan adanya
tarik-menarik antara kebutuhan profesionalisme dan kepentingan politik.
Analisis ini mengupas hasil kajian lembaga strategis bernama "Lab
", yang mengeluarkan sebuah paper berjudul "Modernisasi TNI di Bawah
Jokowi: Profesional atau Politis." Paper ini mengkaji berbagai kebijakan
strategis yang diterapkan selama masa pemerintahan Jokowi, khususnya terkait
dengan modernisasi TNI dan dampaknya terhadap struktur dan budaya organisasi
militer. Artikel ini akan mengulas beberapa isu penting yang mencuat dari
kajian tersebut, termasuk peran Sri Mulyani sebagai calon menteri pertahanan,
situasi anggaran pertahanan, jabatan strategis, dan bagaimana budaya mencatat
pencapaian sebuah rezim.
Nominasi Sri Mulyani
sebagai Menteri Pertahanan
Dalam satu kesempatan, Presiden Jokowi pernah menanyakan usulan calon
menteri pertahanan, dan salah satu nama yang muncul adalah Sri Mulyani, Menteri
Keuangan yang sangat dihormati di kalangan birokrasi dan masyarakat umum.
Usulan ini mungkin mengejutkan sebagian pihak, mengingat latar belakang Sri
Mulyani yang lebih berkutat pada kebijakan fiskal daripada pertahanan.
Namun, pengusulan Sri Mulyani bukan tanpa alasan. Situasi anggaran
pertahanan yang menurun menjadi perhatian utama, karena pada saat itu, anggaran
pertahanan Indonesia berada di bawah 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Kondisi ini dipandang sebagai suatu situasi yang mengkhawatirkan, karena
anggaran di bawah ambang batas tersebut mengakibatkan sulitnya mempertahankan
kekuatan militer yang ada, bahkan cenderung memicu pengurangan kemampuan
pertahanan. Mengangkat seorang tokoh dengan latar belakang finansial seperti
Sri Mulyani mungkin dilihat sebagai upaya untuk memperkuat aspek pengelolaan
anggaran pertahanan secara lebih efektif dan efisien.
Tantangan Anggaran
Pertahanan
Anggaran pertahanan yang memadai menjadi prasyarat utama untuk menjaga
keberlanjutan modernisasi militer. Salah satu kekhawatiran yang muncul dalam
analisis Lab adalah bahwa dengan anggaran yang rendah, organisasi militer
berisiko mengalami penurunan kemampuan operasional dan sulit melakukan
modernisasi secara menyeluruh. Situasi ini bisa menyebabkan reduksi dalam
jumlah personel atau alutsista yang tersedia.
Apabila organisasi militer tidak diperkuat dengan anggaran yang cukup,
daya saing dan kemampuan TNI dalam menjalankan fungsi pertahanannya akan
berkurang. Oleh karena itu, isu anggaran pertahanan tidak hanya berdampak pada
kemampuan teknis dan operasional TNI, tetapi juga memengaruhi moral dan
motivasi personel di seluruh lini.
Jabatan Setmilpres
sebagai Calon Bintang Satu
Jabatan Sekretaris Militer Presiden (Setmilpres) sering kali diabaikan
ketika membahas peran strategis dalam struktur militer Indonesia. Padahal,
jabatan ini memiliki signifikansi tertentu karena dapat menjadi batu loncatan
bagi perwira TNI untuk mendapatkan kenaikan pangkat menjadi bintang satu (Brigadir
Jenderal). Tradisi ini tidak berlaku untuk semua pejabat yang menduduki posisi
Setmilpres, namun dalam beberapa kasus, posisi tersebut bisa menjadi ajang
persiapan untuk mencapai posisi yang lebih tinggi sebelum memasuki masa
pensiun.
Ketika perwira tinggi diangkat menjadi Setmilpres, tidak sedikit yang
akhirnya memasuki masa pensiun setelah menjalani jabatan tersebut. Ini
menimbulkan persepsi bahwa Setmilpres hanya merupakan jabatan administratif
dengan sedikit signifikansi strategis dalam kerangka besar kebijakan
pertahanan. Namun, di bawah pemerintahan Jokowi, penempatan personel di posisi
ini diatur dengan lebih selektif untuk memastikan hanya perwira dengan
kemampuan strategis dan politik yang kuat yang dipilih.
Budaya Mencatat
Pencapaian Rezim
Salah satu isu menarik yang dibahas dalam kajian ini adalah budaya
mencatat dan mengakui pencapaian sebuah pemerintahan atau rezim. Seperti halnya
yang dilakukan oleh Lab , pencatatan ini dianggap penting untuk memberikan
evaluasi yang objektif terhadap keberhasilan atau kegagalan kebijakan yang
diterapkan. Dalam konteks pertahanan, pencatatan pencapaian ini mencakup
pengadaan alutsista, peningkatan anggaran, serta upaya untuk memodernisasi
struktur organisasi dan operasi militer.
Lab melakukan pencatatan dan analisis kritis terhadap kebijakan
pertahanan dan modernisasi TNI selama masa kepemimpinan Jokowi, yang akan
segera berakhir setelah hampir sepuluh tahun menjabat. Pencatatan ini tidak
hanya menjadi tolok ukur keberhasilan pemerintahan saat ini, tetapi juga sebagai
pelajaran bagi pemerintahan berikutnya untuk memperbaiki kelemahan yang ada dan
melanjutkan program yang dinilai berhasil.
Kajian Kebijakan
Modernisasi TNI
Dalam papernya, Lab menyampaikan bahwa modernisasi TNI selama
pemerintahan Jokowi berfokus pada tiga aspek utama: peningkatan kapasitas
alutsista, profesionalisme personel, dan restrukturisasi organisasi militer.
Namun, ada kritik bahwa modernisasi ini belum berjalan optimal dan sering kali
dipengaruhi oleh kepentingan politik, baik di dalam pemerintahan maupun dari
aktor eksternal.
- Peningkatan
Kapasitas Alutsista
Selama periode
Jokowi, pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk memperkuat alutsista,
termasuk pengadaan pesawat tempur, kapal perang, dan kendaraan tempur lainnya.
Namun, proses pengadaan sering kali terhambat oleh berbagai masalah, seperti
korupsi, ketidakjelasan prosedur pengadaan, dan keterlambatan produksi.
Meskipun ada peningkatan dalam hal kuantitas dan kualitas alutsista, masih
terdapat kelemahan dalam integrasi dan pemeliharaan.
- Profesionalisme
Personel
Kebijakan untuk
meningkatkan profesionalisme personel TNI bertujuan untuk memastikan bahwa
militer Indonesia beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalisme yang
diterima secara internasional. Ini termasuk pelatihan yang lebih baik, penataan
ulang struktur karier, dan peningkatan kesejahteraan personel. Namun, masalah
loyalitas politik sering menjadi faktor yang mempengaruhi kebijakan karier
personel, yang menimbulkan kekhawatiran bahwa profesionalisme dapat terganggu
oleh intervensi politik.
- Restrukturisasi
Organisasi
Restrukturisasi
organisasi militer dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
operasi TNI. Hal ini mencakup penataan ulang struktur komando dan peningkatan
kemampuan operasional. Meskipun ada kemajuan, beberapa kebijakan
restrukturisasi dinilai belum sepenuhnya menyesuaikan dengan tantangan
pertahanan yang dihadapi Indonesia. Dalam beberapa kasus, restrukturisasi
tersebut malah menimbulkan kebingungan dalam rantai komando dan penugasan.
Profesionalisme vs.
Politisasi
Salah satu pertanyaan mendasar yang diangkat dalam kajian Lab adalah
apakah modernisasi TNI selama masa Jokowi lebih bersifat profesional atau
justru dipengaruhi oleh kepentingan politik. Ada indikasi bahwa beberapa
kebijakan pertahanan tidak sepenuhnya dilandasi oleh kebutuhan teknis dan
operasional, melainkan dipengaruhi oleh pertimbangan politik dan loyalitas. Ini
terlihat dari sejumlah penempatan personel di posisi strategis yang dianggap
lebih bersifat politis ketimbang profesional.
Beberapa pengamat menilai bahwa adanya campur tangan politik dalam
penentuan kebijakan pertahanan dapat melemahkan institusi TNI sebagai lembaga
yang seharusnya netral dan profesional. Politisasi kebijakan pertahanan juga
dikhawatirkan dapat memengaruhi stabilitas politik dan keamanan negara dalam
jangka panjang.
Menuju Kebijakan
Pertahanan yang Lebih Efektif
Seiring dengan berakhirnya masa kepemimpinan Presiden Jokowi, Indonesia
dihadapkan pada tantangan untuk meneruskan kebijakan pertahanan yang efektif
dan responsif terhadap dinamika global. Meningkatkan anggaran pertahanan dan
memastikan pengelolaannya yang transparan menjadi langkah awal yang penting.
Selain itu, reformasi struktural di dalam tubuh TNI harus berorientasi pada
peningkatan profesionalisme dan bukan dipengaruhi oleh loyalitas politik.
Kebijakan modernisasi TNI harus dikelola secara komprehensif, mencakup
semua aspek pertahanan mulai dari pengadaan alutsista, peningkatan kualitas
sumber daya manusia, hingga restrukturisasi organisasi. Dengan demikian,
diharapkan TNI dapat berfungsi secara optimal sebagai garda pertahanan negara
yang tangguh, profesional, dan mandiri.
Modernisasi TNI di era Jokowi mencerminkan kompleksitas kebijakan
pertahanan yang selalu berada di persimpangan antara kebutuhan profesionalisme
dan kepentingan politik. Ke depannya, tantangan yang lebih besar adalah
bagaimana menjaga keseimbangan antara keduanya demi mewujudkan pertahanan
negara yang kuat dan stabil.
Saya lebih suka respons ini
ChatGPT
Penulis
Sumarta
Sumber
Dialog Podcast
Akbar Faizal Uncensored dengan Andi Wijayanto (Mantan
Gubernur Lemhanas Era Presiden Joko Widodo) tanggal 12 Nopember 2024