Perjalanan Spiritual: Dari Pertanyaan Mengapa Saya Harus Memeluk Islam Hingga Kembali ke Jalan Allah

Dari Pertanyaan Mengapa Saya Harus Memeluk Islam Hingga Kembali ke Jalan Allah




Dalam sebuah forum pengajian di Musala Nurul, seorang jemaah mengangkat tangan untuk bertanya. Dengan rasa ingin tahu yang mendalam, dia meminta izin kepada Ustaz yang memimpin acara untuk bertanya. Tirai pemisah antara jemaah pria dan wanita sedikit dibuka agar penanya bisa melihat siapa yang berbicara di hadapan mereka.

Setelah izin diberikan, penanya pun memperkenalkan diri dan bertanya, "Kenapa saya harus Islam?" Sebuah pertanyaan yang mendalam dan penuh makna, membuat suasana di dalam musala sejenak hening, menanti jawaban dari Ustaz. Dengan penuh kebijaksanaan, Ustaz menjawab, "Lakukan yang kamu mau di hadapan Allah. Ceritakan segala pilu, kebahagiaan, dan kesenanganmu. Allah akan menyayangimu, jika kamu menyayangi-Nya."

Jawaban itu sederhana namun penuh kekuatan. Penanya mulai menerima logika yang disampaikan oleh Ustaz. Hati yang tadinya dipenuhi dengan kebingungan mulai tersentuh oleh kebijaksanaan kata-kata tersebut. Namun, penanya belum selesai. Ia kembali bertanya, "Kalau saya menyembah Islam, apa yang akan diberikan Islam kepada saya?" Ustaz menjawab, "Berkah, kesehatan, kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Jika kamu mensyukuri Allah dan agamamu, itu sudah cukup."

Perlahan tapi pasti, hati penanya mulai merasakan kehangatan iman. Ketika azan Maghrib berkumandang, suasana semakin khusyuk. Penanya yang masih merasakan getaran dalam dirinya, duduk bersujud, menangis dalam diam. Suara azan itu seolah memenuhi ruang-ruang kosong dalam hatinya, menggema dengan satu kata yang terus-menerus terngiang, "Islam." Saat itulah penanya akhirnya memutuskan, "Oke, saya Islam."

Namun, perjalanan penanya tidak berhenti di situ. Setelah salat Isya, dia meminta seorang teman untuk menemaninya menemui Ustaz. Penanya ingin diislamkan secara resmi. Dengan penuh ketulusan, dia menyatakan, "Allah sudah ada dalam diri saya." Penanya ingin mengetahui lebih dalam tentang Islam, bagaimana seorang muslim menjalankan agamanya dengan sungguh-sungguh.

Perjalanan Spiritual yang Berliku

Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat dan resmi memeluk Islam, penanya pulang ke rumah dengan hati penuh kebahagiaan. Ia menceritakan keputusannya kepada ibunya. Ibunya yang sejak awal memberikan kebebasan kepada penanya untuk memilih jalan hidupnya, menyambut kabar itu dengan pelukan dan air mata. Ibunya mendukung keputusan tersebut dengan sepenuh hati.

Seiring berjalannya waktu, penanya mulai belajar lebih dalam tentang Islam. Ia mengikuti kajian, mempelajari akidah, dan mendalami surah-surah pendek. Penanya benar-benar berkomitmen untuk menjalankan ajaran Islam dengan sepenuh hati. Bukan hanya sebagai identitas, tetapi sebagai pedoman hidup yang harus ditaati. Namun, dalam perjalanan spiritualnya, penanya dihadapkan pada cobaan yang berat.

Kehidupan tidak selalu berjalan mulus. Ketika ayahnya sakit, penanya berdoa kepada Allah dengan penuh harap agar ayahnya disembuhkan. Namun, takdir berkata lain. Sang ayah meninggal dunia. Meskipun berat, penanya berusaha menerima kenyataan itu dengan ikhlas. Tetapi, cobaan belum berakhir. Tak lama setelah ayahnya meninggal, ibunya juga jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia.

Kehilangan kedua orang tua dalam waktu yang singkat membuat penanya merasa hancur. Rasa kecewa dan marah kepada Allah mulai menyelimuti hatinya. Penanya merasa doanya tidak pernah didengar. Dalam kepedihan yang mendalam, ia mulai mempertanyakan kembali imannya. "Kalau memang Tuhan ada, kenapa Dia tidak mendengar doaku? Kenapa Dia mengambil kedua orang tuaku?" Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui pikirannya, membuatnya kehilangan arah.

Kehilangan Keimanan dan Pencarian Kembali

Setelah kepergian ibunya, penanya merasa kosong. Ia mulai menjauh dari ajaran Islam. Salat, puasa, dan segala bentuk ibadah yang dulu ia lakukan dengan penuh semangat, kini ditinggalkan. Rasa putus asa membuatnya merasa tidak ada gunanya lagi beribadah. Penanya bahkan mulai melanggar larangan-larangan agama, memakan makanan yang haram, dan mengabaikan segala ajaran yang pernah ia pelajari.

Namun, dalam kegelapan itu, suatu malam, penanya bermimpi. Dalam mimpinya, ibunya datang dan berkata, "Bangunlah, Nak. Meskipun Mami tidak ada lagi di sampingmu, bukan berarti Tuhan tidak sayang padamu. Tuhan mengambil Mami karena Dia tahu Mami sudah tidak kuat menanggung penderitaan lebih lama. Allah menyayangi Mami, dan itulah sebabnya Mami diambil."

Kata-kata dalam mimpi itu seolah menjadi tamparan bagi penanya. Ia tersadar bahwa kematian bukanlah hukuman dari Tuhan, melainkan bagian dari rencana-Nya. Allah menyayangi ibunya dan tidak ingin melihatnya menderita lebih lama. Dari situ, penanya mulai bangkit kembali. Ia menyadari bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari ujian hidup yang harus dihadapinya dengan kesabaran dan keikhlasan.

Kembali ke Jalan Allah

Setelah mendapat pencerahan dari mimpinya, penanya mulai kembali mendekatkan diri kepada Allah. Ia memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan yang telah dilakukannya selama masa kegelapan. Penanya berjanji untuk kembali menjalankan ajaran Islam dengan sepenuh hati, bukan hanya secara lahir, tetapi juga batin.

Kini, setiap malam sebelum tidur, penanya selalu melakukan ritual mengirimkan Al-Fatihah untuk dirinya sendiri. Ia memohon maaf kepada Allah, memaafkan orang-orang yang pernah menyakitinya, dan berjanji untuk memulai hari baru dengan penuh rasa syukur. Bagi penanya, salat dan ibadah bukanlah sesuatu yang harus dipamerkan kepada orang lain. Ibadah adalah hubungan pribadi antara dirinya dengan Allah.

Perjalanan spiritual penanya adalah cerminan dari perjuangan batin yang dihadapi banyak orang dalam mencari makna hidup. Terkadang, cobaan hidup membuat seseorang merasa kehilangan arah. Namun, pada akhirnya, keyakinan dan keikhlasanlah yang akan membawa kita kembali ke jalan yang benar.

Bagi penanya, Islam bukan sekadar agama, tetapi jalan hidup yang membimbingnya menuju kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat. Islam mengajarkan bahwa semua cobaan yang diberikan Allah adalah bentuk kasih sayang-Nya. Dan melalui cobaan-cobaan itu, kita bisa menemukan kekuatan iman yang sejati.

 

Perjalanan Spiritual: Dari Pertanyaan Mengapa Saya Harus Memeluk Islam Hingga Kembali ke Jalan Allah

Dalam sebuah forum pengajian di Musala Nurul, seorang jemaah mengangkat tangan untuk bertanya. Dengan rasa ingin tahu yang mendalam, dia meminta izin kepada Ustaz yang memimpin acara untuk bertanya. Tirai pemisah antara jemaah pria dan wanita sedikit dibuka agar penanya bisa melihat siapa yang berbicara di hadapan mereka.

Setelah izin diberikan, penanya pun memperkenalkan diri dan bertanya, "Kenapa saya harus Islam?" Sebuah pertanyaan yang mendalam dan penuh makna, membuat suasana di dalam musala sejenak hening, menanti jawaban dari Ustaz. Dengan penuh kebijaksanaan, Ustaz menjawab, "Lakukan yang kamu mau di hadapan Allah. Ceritakan segala pilu, kebahagiaan, dan kesenanganmu. Allah akan menyayangimu, jika kamu menyayangi-Nya."

Jawaban itu sederhana namun penuh kekuatan. Penanya mulai menerima logika yang disampaikan oleh Ustaz. Hati yang tadinya dipenuhi dengan kebingungan mulai tersentuh oleh kebijaksanaan kata-kata tersebut. Namun, penanya belum selesai. Ia kembali bertanya, "Kalau saya menyembah Islam, apa yang akan diberikan Islam kepada saya?" Ustaz menjawab, "Berkah, kesehatan, kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Jika kamu mensyukuri Allah dan agamamu, itu sudah cukup."

Perlahan tapi pasti, hati penanya mulai merasakan kehangatan iman. Ketika azan Maghrib berkumandang, suasana semakin khusyuk. Penanya yang masih merasakan getaran dalam dirinya, duduk bersujud, menangis dalam diam. Suara azan itu seolah memenuhi ruang-ruang kosong dalam hatinya, menggema dengan satu kata yang terus-menerus terngiang, "Islam." Saat itulah penanya akhirnya memutuskan, "Oke, saya Islam."

Namun, perjalanan penanya tidak berhenti di situ. Setelah salat Isya, dia meminta seorang teman untuk menemaninya menemui Ustaz. Penanya ingin diislamkan secara resmi. Dengan penuh ketulusan, dia menyatakan, "Allah sudah ada dalam diri saya." Penanya ingin mengetahui lebih dalam tentang Islam, bagaimana seorang muslim menjalankan agamanya dengan sungguh-sungguh.

Perjalanan Spiritual yang Berliku

Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat dan resmi memeluk Islam, penanya pulang ke rumah dengan hati penuh kebahagiaan. Ia menceritakan keputusannya kepada ibunya. Ibunya yang sejak awal memberikan kebebasan kepada penanya untuk memilih jalan hidupnya, menyambut kabar itu dengan pelukan dan air mata. Ibunya mendukung keputusan tersebut dengan sepenuh hati.

Seiring berjalannya waktu, penanya mulai belajar lebih dalam tentang Islam. Ia mengikuti kajian, mempelajari akidah, dan mendalami surah-surah pendek. Penanya benar-benar berkomitmen untuk menjalankan ajaran Islam dengan sepenuh hati. Bukan hanya sebagai identitas, tetapi sebagai pedoman hidup yang harus ditaati. Namun, dalam perjalanan spiritualnya, penanya dihadapkan pada cobaan yang berat.

Kehidupan tidak selalu berjalan mulus. Ketika ayahnya sakit, penanya berdoa kepada Allah dengan penuh harap agar ayahnya disembuhkan. Namun, takdir berkata lain. Sang ayah meninggal dunia. Meskipun berat, penanya berusaha menerima kenyataan itu dengan ikhlas. Tetapi, cobaan belum berakhir. Tak lama setelah ayahnya meninggal, ibunya juga jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia.

Kehilangan kedua orang tua dalam waktu yang singkat membuat penanya merasa hancur. Rasa kecewa dan marah kepada Allah mulai menyelimuti hatinya. Penanya merasa doanya tidak pernah didengar. Dalam kepedihan yang mendalam, ia mulai mempertanyakan kembali imannya. "Kalau memang Tuhan ada, kenapa Dia tidak mendengar doaku? Kenapa Dia mengambil kedua orang tuaku?" Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui pikirannya, membuatnya kehilangan arah.

Kehilangan Keimanan dan Pencarian Kembali

Setelah kepergian ibunya, penanya merasa kosong. Ia mulai menjauh dari ajaran Islam. Salat, puasa, dan segala bentuk ibadah yang dulu ia lakukan dengan penuh semangat, kini ditinggalkan. Rasa putus asa membuatnya merasa tidak ada gunanya lagi beribadah. Penanya bahkan mulai melanggar larangan-larangan agama, memakan makanan yang haram, dan mengabaikan segala ajaran yang pernah ia pelajari.

Namun, dalam kegelapan itu, suatu malam, penanya bermimpi. Dalam mimpinya, ibunya datang dan berkata, "Bangunlah, Nak. Meskipun Mami tidak ada lagi di sampingmu, bukan berarti Tuhan tidak sayang padamu. Tuhan mengambil Mami karena Dia tahu Mami sudah tidak kuat menanggung penderitaan lebih lama. Allah menyayangi Mami, dan itulah sebabnya Mami diambil."

Kata-kata dalam mimpi itu seolah menjadi tamparan bagi penanya. Ia tersadar bahwa kematian bukanlah hukuman dari Tuhan, melainkan bagian dari rencana-Nya. Allah menyayangi ibunya dan tidak ingin melihatnya menderita lebih lama. Dari situ, penanya mulai bangkit kembali. Ia menyadari bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari ujian hidup yang harus dihadapinya dengan kesabaran dan keikhlasan.

Kembali ke Jalan Allah

Setelah mendapat pencerahan dari mimpinya, penanya mulai kembali mendekatkan diri kepada Allah. Ia memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan yang telah dilakukannya selama masa kegelapan. Penanya berjanji untuk kembali menjalankan ajaran Islam dengan sepenuh hati, bukan hanya secara lahir, tetapi juga batin.

Kini, setiap malam sebelum tidur, penanya selalu melakukan ritual mengirimkan Al-Fatihah untuk dirinya sendiri. Ia memohon maaf kepada Allah, memaafkan orang-orang yang pernah menyakitinya, dan berjanji untuk memulai hari baru dengan penuh rasa syukur. Bagi penanya, salat dan ibadah bukanlah sesuatu yang harus dipamerkan kepada orang lain. Ibadah adalah hubungan pribadi antara dirinya dengan Allah.

Perjalanan spiritual penanya adalah cerminan dari perjuangan batin yang dihadapi banyak orang dalam mencari makna hidup. Terkadang, cobaan hidup membuat seseorang merasa kehilangan arah. Namun, pada akhirnya, keyakinan dan keikhlasanlah yang akan membawa kita kembali ke jalan yang benar.

Bagi penanya, Islam bukan sekadar agama, tetapi jalan hidup yang membimbingnya menuju kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat. Islam mengajarkan bahwa semua cobaan yang diberikan Allah adalah bentuk kasih sayang-Nya. Dan melalui cobaan-cobaan itu, kita bisa menemukan kekuatan iman yang sejati.

Sumber: https://youtu.be/v7XAgHw9ly8

Editor

SM Indramayu tradisi

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel