Pertarungan Spiritual Sunan Kalijaga dan Nyi Roro Kidul: Kekalahan Tanpa Kekerasan
Kekalahan Tanpa Kekerasan
Di tengah bentang lautan luas, diiringi angin kencang dan deburan ombak yang
menerjang pantai, pertarungan epik antara Sunan Kalijaga dan Nyi Roro Kidul
hampir tak terhindarkan. Suara gemuruh dari ombak yang bergulung-gulung
seolah-olah menyuarakan amarah Ratu Pantai Selatan, Nyi Roro Kidul. Pertarungan
ini bukan sekadar pertempuran fisik atau pamer kekuatan gaib, melainkan lebih
dalam dari itu—ini adalah pertarungan antara kebijaksanaan dan kekuasaan,
antara cinta dan dendam, antara kedamaian dan kekerasan.
Nyi Roro Kidul, penguasa lautan yang megah dan ditakuti, merasa terguncang
oleh kehadiran Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga, dengan kesederhanaan dan
kelembutannya, berdiri di tepi pantai, tanpa sedikit pun menunjukkan ketakutan.
Cahaya lembut yang memancar dari tubuhnya membuat makhluk-makhluk gaib yang
dipanggil Nyi Roro Kidul untuk melawannya terhenti. Mereka tidak mampu
mendekati Sunan, seolah-olah ada kekuatan yang jauh lebih besar yang
melindunginya.
“Kenapa kau tidak melawan dengan kekuatan?” Nyi Roro Kidul bertanya dengan
nada penuh frustrasi. Ia terbiasa menghadapi musuh yang menantangnya dengan
kekerasan, dengan kekuatan gaib yang luar biasa, namun kali ini, lawannya
berbeda. Sunan Kalijaga tidak menunjukkan tanda-tanda ingin menyerang, apalagi
menggunakan kekuatan untuk melawannya. Ratu lautan itu tak habis pikir,
bagaimana mungkin seseorang dengan kekuatan sebesar Sunan Kalijaga memilih
untuk tidak melawan?
Sunan Kalijaga tersenyum, tatapannya penuh dengan ketenangan dan
kebijaksanaan. "Kekuatan sejati bukan tentang menghancurkan lawan,"
jawabnya. "Kekuatan sejati adalah membawa kedamaian, di dalam diri dan di
sekitarmu. Apa gunanya memenangkan pertarungan jika hatimu hancur oleh
amarah?"
Kata-kata Sunan Kalijaga menggema dalam jiwa Nyi Roro Kidul. Pertarungan
yang tadinya dipenuhi dengan kemarahan dan kebencian mulai berubah menjadi
sebuah momen refleksi bagi Nyi Roro Kidul. Dalam hati, ia mulai merasakan
getaran yang tak pernah ia rasakan sebelumnya—getaran kebingungan, dan sedikit
rasa malu. Selama ini, ia menggunakan kekuatannya untuk menaklukkan, untuk
menebarkan ketakutan, namun sekarang, di hadapan Sunan Kalijaga, kekuatan itu
terasa begitu hampa.
Nyi Roro Kidul mencoba menyerang lagi, kali ini dengan memanggil seluruh
makhluk gaib dari lautan. Ombak setinggi gunung muncul di belakangnya, siap
menghantam Sunan Kalijaga dan meluluhlantakkan daratan. Namun, setiap kali
makhluk-makhluk itu mendekati Sunan, mereka terhenti oleh cahaya lembut yang
memancar dari tubuhnya. Gelombang besar yang seharusnya menghancurkan daratan,
terbelah dengan damai di kedua sisi Sunan Kalijaga, seolah tunduk pada kekuatan
yang jauh lebih besar.
“Kau tidak bisa mengalahkan kekuatan cinta dengan kekerasan,” kata Sunan
Kalijaga. "Aku tidak datang untuk menghancurkanmu, Nyi Roro Kidul. Aku
hanya ingin mengingatkanmu bahwa dunia ini bisa hidup dalam damai tanpa
kekerasan dan penderitaan."
Kata-kata Sunan Kalijaga mengguncang hati Nyi Roro Kidul. Dalam
kebingungannya, ia bertanya, “Mengapa kau tidak melawanku? Mengapa kau hanya
bertahan?”
Sunan Kalijaga menatapnya dengan penuh kebijaksanaan. “Kekuatan yang
sesungguhnya bukan untuk menghancurkan, tetapi untuk menyembuhkan,” jawabnya
dengan lembut. "Apa gunanya memenangkan pertarungan jika hatimu penuh
dengan kemarahan dan kebencian?"
Pertarungan ini, yang awalnya dipenuhi amarah dan kekerasan, kini berubah
menjadi sebuah dialog antara dua jiwa. Nyi Roro Kidul mulai merasakan bahwa
kekuatannya, baik fisik maupun gaib, tidak mampu menandingi ketenangan dan
ketulusan hati Sunan Kalijaga. Di hadapan Sunan Kalijaga, ia mulai merasa
kecil, bukan karena kekalahan, tetapi karena ia menyadari bahwa kekuatannya
yang selama ini ia banggakan ternyata tidak memiliki arti dibandingkan dengan
kebijaksanaan dan kesabaran yang dimiliki Sunan Kalijaga.
Air mata mulai mengalir di sudut mata Nyi Roro Kidul. “Aku pikir kekuatan
berasal dari rasa takut dan penaklukan,” bisiknya dengan suara yang hampir tak
terdengar. "Tapi kau telah menunjukkan bahwa kekuatan sejati berasal dari
cinta dan pengabdian."
Sunan Kalijaga mengulurkan tangannya ke arah Nyi Roro Kidul. Namun, tangan
itu bukan untuk menyerang, melainkan untuk merangkul. "Setiap makhluk
memiliki peran di dunia ini, termasuk dirimu," kata Sunan dengan lembut.
"Kau tidak perlu menggunakan kekuatan untuk menghancurkan. Kau bisa
menjaga lautan dengan kasih sayang dan kebijaksanaan."
Nyi Roro Kidul menatap tangan Sunan Kalijaga yang terulur dengan berat hati.
Ia tahu bahwa menerima uluran tangan itu berarti menyerah, namun bukan dalam
pengertian kekalahan yang biasa ia rasakan. Perlahan, ia menyentuh tangan Sunan
Kalijaga, dan dalam sekejap, semua rasa dendam, kemarahan, dan kebenciannya
mulai memudar. Ia merasa, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, bahwa kedamaian
bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan yang lebih besar daripada
kekerasan.
"Aku berterima kasih telah menunjukkan jalan yang benar," kata Nyi
Roro Kidul dengan nada yang jauh lebih tenang. “Aku pikir aku kuat, tetapi kau
telah menunjukkan bahwa kekuatan sejati datang dari hati yang penuh cinta.”
Sunan Kalijaga tersenyum. "Aku hanya seorang hamba yang menjalankan
kehendak Sang Pencipta," jawabnya dengan rendah hati. "Kekuatan ini
bukan milikku, melainkan dari-Nya."
Nyi Roro Kidul mengangguk, merasa bahwa pertarungan yang semula ia pikir
akan berakhir dengan kehancuran, ternyata membawa pencerahan yang selama ini ia
cari. Ia menyadari bahwa kekuatan yang ia miliki bukanlah untuk menaklukkan,
melainkan untuk melindungi, dan bahwa dunia ini lebih membutuhkan kedamaian
daripada kekerasan.
Hari itu, pertarungan yang diperkirakan akan menjadi bencana besar berakhir
dengan kedamaian yang penuh makna. Sunan Kalijaga, dengan kebijaksanaannya,
berhasil mengubah amarah dan kebencian menjadi kedamaian yang abadi. Kekuatan
Sunan Kalijaga bukanlah kekuatan fisik atau gaib semata, melainkan kekuatan
hati yang tulus dan penuh cinta.
Kisah ini menyebar ke seluruh pelosok Jawa, bukan sebagai cerita tentang
seorang wali yang menaklukkan dengan kekuatan, tetapi sebagai kisah seorang
pemimpin yang membawa perubahan melalui cinta, kesabaran, dan kebijaksanaan. Di
tengah dunia yang penuh konflik, Sunan Kalijaga memilih untuk menjadi pembawa
damai, merangkul semua pihak dengan cinta yang tak terbatas.
Penulis
Sumarta
Sumber
https://youtu.be/Q-jKzaKYXd8