Propaganda di Era TikTok: Ancaman dan Peluang di Tengah Pemilu dan Pilkada

Ancaman dan Peluang di Tengah Pemilu dan Pilkada



Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi, media sosial telah menjadi alat yang ampuh untuk menyebarkan berbagai bentuk informasi, termasuk propaganda politik. Salah satu platform yang menarik perhatian adalah TikTok. Dengan basis pengguna yang besar dan interaksi yang tinggi, TikTok berpotensi menjadi sarana efektif untuk mempengaruhi opini publik. Namun, di balik popularitasnya, muncul kekhawatiran tentang penggunaan TikTok sebagai alat propaganda, terutama dalam konteks pemilu dan pilkada. Artikel ini akan membahas bagaimana propaganda dapat terwujud di TikTok, dampaknya terhadap demokrasi, dan tantangan yang dihadapi masyarakat dalam menyikapi informasi yang beredar di platform ini.

TikTok: Platform yang Mengubah Cara Berkomunikasi

TikTok, platform berbagi video pendek yang berkembang pesat, telah mengubah cara orang berinteraksi dan berbagi informasi. Menurut data terbaru, TikTok memiliki lebih dari satu miliar pengguna aktif di seluruh dunia, dengan lebih dari 200 juta pengguna di Indonesia saja (Statista, 2024). Konten yang bersifat viral dan mudah diakses memungkinkan pengguna untuk berpartisipasi dalam diskusi yang lebih luas. Namun, di balik kemudahan ini, terdapat risiko besar terkait penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan.

Propaganda Politik di TikTok: Metode dan Strategi

Pembuatan Akun Kosong

Salah satu cara propaganda dilakukan di TikTok adalah dengan menciptakan akun-akun palsu atau “kosong.” Akun-akun ini dapat dibuat dalam jumlah besar dan diatur untuk memposting konten yang mendukung satu ideologi atau kandidat tertentu. Hal ini menciptakan ilusi dukungan yang masif, padahal sebenarnya hanya melibatkan sedikit orang di belakang layar. Penelitian menunjukkan bahwa konten yang dipromosikan oleh akun-akun ini dapat dengan mudah viral, terutama jika konten tersebut emosional dan provokatif (Zhang, 2022).

Konten Emosional dan Sensasional

Konten yang menarik perhatian sering kali berfokus pada emosi. Dalam konteks politik, video yang menampilkan momen dramatis atau pernyataan yang menyesatkan dapat mempengaruhi persepsi publik. Riset menunjukkan bahwa pengguna yang lebih rentan terhadap informasi emosional cenderung mengambil keputusan berdasarkan emosi, bukan fakta (Roberts, 2020). Oleh karena itu, video yang menyudutkan satu kandidat atau yang mendukung kandidat lain dengan cara yang dramatis dapat dengan cepat menjadi viral, memengaruhi opini masyarakat.

Viralitas dan Algoritma TikTok

Algoritma TikTok memiliki peran penting dalam menentukan konten mana yang ditampilkan kepada pengguna. Konten yang mendapat banyak interaksi, seperti like dan komentar, cenderung lebih banyak ditampilkan. Hal ini menciptakan siklus di mana konten yang sensasional mendapatkan lebih banyak perhatian, sementara konten yang informatif dan seimbang sering kali terabaikan. Menurut Zhang et al. (2021), hal ini mengarah pada terbentuknya “echo chamber” di mana pandangan tertentu semakin diperkuat, sementara pandangan lain diabaikan.

Dampak Propaganda di TikTok terhadap Pemilu dan Pilkada

Penggunaan TikTok sebagai alat propaganda dalam pemilu dan pilkada dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan demokrasi. Dalam konteks ini, beberapa dampak utama meliputi:

Misinformasi dan Ketidakpercayaan

Misinformasi yang disebarkan melalui TikTok dapat mengakibatkan ketidakpercayaan publik terhadap proses demokrasi. Ketika pengguna dihadapkan pada informasi yang salah atau menyesatkan, mereka mungkin mengembangkan pandangan skeptis terhadap semua informasi politik, termasuk yang benar. Hal ini menciptakan suasana di mana masyarakat tidak lagi dapat membedakan antara fakta dan fiksi (Zeng, Li, & Zhang, 2021).

Polarisasi Opini

Propaganda yang berhasil dapat menciptakan polarisasi di masyarakat. Konten yang menjelekkan satu kandidat dapat membuat pendukungnya semakin terpecah belah dari mereka yang mendukung kandidat lain. Polaritas ini dapat menghambat dialog yang sehat dan konstruktif, serta menciptakan konflik di antara kelompok-kelompok yang berbeda (Jiang, 2020).

Keterlibatan Pemilih yang Rendah

Pengaruh negatif dari propaganda di TikTok juga dapat menyebabkan keterlibatan pemilih yang rendah. Ketika masyarakat terpapar pada konten yang memecah belah, mereka mungkin merasa apatis dan kurang termotivasi untuk berpartisipasi dalam pemilu. Ini merupakan ancaman besar bagi demokrasi, karena partisipasi pemilih yang rendah dapat mengarah pada hasil pemilu yang tidak mencerminkan kehendak rakyat.

Tantangan dalam Menyikapi Propaganda di TikTok

Menghadapi tantangan propaganda di TikTok memerlukan usaha dari berbagai pihak. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini:

Pendidikan Literasi Digital

Penting bagi masyarakat untuk dibekali dengan literasi digital yang baik. Pemahaman yang lebih dalam tentang cara kerja media sosial, termasuk algoritma dan potensi misinformasi, dapat membantu individu lebih kritis terhadap informasi yang mereka konsumsi. Program pendidikan yang berfokus pada literasi digital harus diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan di semua tingkatan (Roberts, 2020).

Pengawasan Konten

Platform media sosial, termasuk TikTok, harus mengambil langkah proaktif untuk mengawasi konten yang beredar. Penegakan kebijakan yang lebih ketat terhadap konten yang bersifat menyesatkan atau provokatif dapat membantu mengurangi penyebaran propaganda. Kerja sama dengan pihak ketiga untuk memverifikasi fakta juga dapat menjadi langkah yang efektif (Zhang et al., 2021).

Promosi Konten Edukasi

Masyarakat perlu didorong untuk memproduksi dan membagikan konten yang bersifat edukatif dan informatif. Konten yang menjelaskan proses politik, memperkenalkan calon, dan membahas isu-isu penting dengan cara yang konstruktif dapat membantu melawan propaganda negatif. Kolaborasi antara influencer dan lembaga pendidikan dapat menjadi salah satu cara untuk mempromosikan konten semacam ini.

Kesimpulan

Propaganda di TikTok merupakan tantangan besar dalam konteks pemilu dan pilkada. Dengan kemampuannya untuk menyebarkan informasi secara cepat dan luas, TikTok dapat menjadi alat yang digunakan untuk memanipulasi opini publik. Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih kritis dalam menyikapi informasi yang mereka temui di platform ini. Melalui pendidikan literasi digital, pengawasan konten, dan promosi konten edukasi, kita dapat membangun masyarakat yang lebih paham dan tanggap terhadap informasi yang beredar, serta menjaga kesehatan demokrasi di era digital ini.

Penulis 

Sumarta

Referensi

  • Jiang, Y. (2020). TikTok and the Politics of Social Media. Journal of Social Media Studies, 15(2), 1-25.
  • Roberts, S. (2020). The Rise of Misinformation on TikTok: What to Watch For. Media and Communication, 8(3), 45-59.
  • Zhang, L., Chen, X., & Li, H. (2022). Understanding Propaganda on Social Media: A Study of TikTok. International Journal of Digital Media, 14(1), 34-50.
  • Zeng, Q., Li, Y., & Zhang, T. (2021). The Role of Emotion in Social Media Propaganda: Evidence from TikTok. Journal of Communication Research, 12(4), 67-82.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel