Relasi Sipil dan Militer di Era Jokowi: Menelaah Pola Pengelolaan dan Reformasi TNI
Menelaah Pola Pengelolaan dan Reformasi TNI
Pola
kepemimpinan dan pengelolaan organisasi militer, khususnya TNI, telah menjadi
perhatian publik di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan
banyaknya perubahan dalam pengaturan karir dan mekanisme penunjukan pejabat
militer strategis, berbagai pandangan muncul mengenai dampak kebijakan ini
terhadap profesionalisme dan reformasi TNI. Artikel ini akan membahas beberapa
aspek utama dari pendekatan Jokowi dalam mengelola organisasi TNI, termasuk
proses mekanisme Wanjakti (Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi), pengaruh
hubungan personal antara presiden dan panglima TNI, serta bagaimana hal ini
berdampak pada struktur komando dan pengawasan sipil atas militer.
Mekanisme Wanjakti dan Penunjukan Pejabat
Militer
Wanjakti
merupakan mekanisme penting dalam struktur TNI yang bertugas menilai dan
merekomendasikan pejabat militer yang akan mengisi jabatan strategis. Dalam
konteks ini, presiden sebagai panglima tertinggi memiliki kewenangan untuk
menyetujui atau menolak rekomendasi yang diberikan. Namun, selama era
pemerintahan Jokowi, mekanisme ini mengalami perubahan yang cukup signifikan,
terutama pada masa kepemimpinan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI dan
Letjen Dudung Abdurachman sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Pada
masa tersebut, proses Wanjakti tampaknya terabaikan atau tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Penunjukan pejabat militer strategis sering kali lebih
bergantung pada hubungan langsung antara presiden dengan panglima TNI, bukan
berdasarkan proses penilaian yang lebih formal dan terstruktur melalui
Wanjakti. Hal ini menimbulkan kesan bahwa mekanisme penunjukan tersebut menjadi
semakin personal dan tidak sepenuhnya mengikuti jalur institusional yang
biasanya dijalankan. Situasi ini memunculkan kritik bahwa hubungan personal
antara presiden dan panglima lebih mendominasi daripada pendekatan profesional
dan objektif dalam pembinaan karir militer.
Pengaruh Hubungan Personal dalam Penunjukan Panglima
TNI
Fenomena
ini menjadi lebih jelas ketika melihat beberapa penunjukan pejabat militer di
masa kepemimpinan Jokowi. Beberapa jenderal yang menempati posisi strategis,
seperti Panglima TNI atau KSAD, sering kali memiliki hubungan personal yang dekat
dengan presiden. Misalnya, kasus Jenderal Hadi Tjahjanto yang pernah menjabat
sebagai Sesmilpres (Sekretaris Militer Presiden) sebelum kemudian diangkat
menjadi Panglima TNI. Hal ini mengindikasikan bahwa pengalaman di lingkungan
sekitar presiden dapat menjadi faktor penting dalam penunjukan pejabat
strategis, di samping jalur karir formal yang biasanya ditempuh.
Dalam
konteks ini, hubungan personal tampaknya memegang peranan lebih besar
dibandingkan dengan pola pembinaan karir tradisional. Proses seperti ini
mengundang spekulasi dan kritik mengenai kemungkinan adanya politisasi dalam
penempatan jabatan militer strategis. Meskipun setiap presiden memiliki hak
prerogatif untuk menunjuk pejabat tinggi, mekanisme yang kurang transparan
dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap profesionalisme TNI sebagai
institusi yang seharusnya netral dan tidak terpengaruh oleh kepentingan
politik.
Peran dan Pengaruh Panglima dalam Reformasi
Struktur TNI
Di masa
kepemimpinan Jenderal Andika, terjadi beberapa perubahan signifikan dalam
struktur organisasi TNI, khususnya di Angkatan Darat. Validasi organisasi yang
dilakukan mengakibatkan perubahan dalam jenjang vertikal struktur komando.
Beberapa jabatan yang secara tradisional dianggap kurang strategis diberikan
pangkat yang lebih tinggi, seperti kepala pusat rumah sakit di Angkatan Darat
yang diberikan pangkat bintang tiga, sementara atasannya di Mabes TNI hanya
berpangkat bintang dua. Ini juga terjadi pada jabatan Polisi Militer Angkatan
Darat yang lebih tinggi dibandingkan Polisi Militer di Mabes TNI.
Perubahan
ini dapat dilihat sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat struktur internal
Angkatan Darat, namun juga menimbulkan perdebatan mengenai efektivitasnya.
Beberapa pihak berpendapat bahwa perubahan ini lebih didasarkan pada
kepentingan tertentu daripada kebutuhan organisasi secara menyeluruh. Hal ini
dapat dilihat dari upaya validasi organisasi yang tidak selalu konsisten dengan
prinsip kesetaraan dan kejelasan jenjang karir dalam TNI secara keseluruhan.
Kontrol Sipil atas Militer dan Reformasi TNI
Salah
satu kritik yang sering dilontarkan terhadap pemerintahan Jokowi adalah
kurangnya komitmen dalam menjaga mandat reformasi TNI yang sudah dicanangkan
sejak era Reformasi 1998. Kontrol sipil atas militer merupakan salah satu
prinsip utama dari reformasi tersebut, dengan tujuan untuk memastikan bahwa TNI
tetap berada di bawah kendali pemerintahan sipil yang demokratis dan tidak
kembali ke praktik-praktik militeristik seperti di era Orde Baru.
Namun,
beberapa pengamat mencatat bahwa relasi antara pemerintah sipil dan militer di
masa Jokowi cenderung lebih mengakomodasi kepentingan militer daripada menjaga
prinsip kontrol sipil yang kuat. Hal ini terlihat dari penunjukan sejumlah
pejabat militer ke jabatan sipil serta pola pengelolaan TNI yang kadang
dianggap terlalu mengandalkan hubungan personal. Situasi ini mengundang
kekhawatiran bahwa reformasi yang sudah dicapai sebelumnya bisa mengalami
kemunduran.
Mencari Model Pengelolaan TNI di Masa Depan
Dengan
mendekati akhir masa jabatan Presiden Jokowi, muncul pertanyaan tentang
bagaimana model pengelolaan TNI di masa depan, terutama dengan kemungkinan
terpilihnya presiden baru yang memiliki latar belakang militer seperti Prabowo
Subianto. Prabowo yang merupakan mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad
memiliki pemahaman mendalam tentang organisasi TNI, dan diperkirakan akan
menerapkan pola pengelolaan yang berbeda dibandingkan dengan Jokowi.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam penataan model pengelolaan TNI ke depan
termasuk pembinaan karir yang lebih konsisten dan berbasis meritokrasi,
pemulihan peran mekanisme Wanjakti sebagai penentu utama dalam penunjukan
pejabat militer, serta menjaga prinsip kontrol sipil yang kuat. Untuk
mengurangi spekulasi dan kritik tentang politisasi dalam TNI, transparansi
dalam proses penunjukan pejabat militer dan konsistensi dalam pembinaan karir
harus dijaga.
Kesimpulan
Pola
pengelolaan TNI di era Presiden Jokowi menunjukkan adanya pengaruh signifikan
dari hubungan personal dan pendekatan informal dalam penunjukan pejabat militer
strategis. Meskipun beberapa perubahan dalam struktur organisasi TNI dilakukan
untuk memperkuat institusi, kritik tetap muncul terkait transparansi dan
konsistensi dalam penerapan prinsip-prinsip reformasi.
Ke
depan, reformasi TNI harus terus dijaga untuk memastikan profesionalisme dan
netralitas militer. Dengan memperbaiki mekanisme pembinaan karir dan memperkuat
kontrol sipil atas militer, Indonesia dapat menjaga TNI sebagai institusi yang
tangguh, profesional, dan berorientasi pada kepentingan bangsa.
Penulis
Sumarta
Sumber
Dialog Podcast
Akbar Faizal Uncensored dengan Andi Wijayanto (Mantan
Gubernur Lemhanas Era Presiden Joko Widodo) tanggal 12 Nopember 2024