Institusional Reform dan Peran Kelas Menengah dalam Tantangan Ekonomi-Demokrasi di Indonesia

Analisis Dinamika Kelas Menengah dan Reformasi Institusional



Pemerintahan Presiden Jokowi telah melalui dua periode dengan tantangan yang berbeda, khususnya terkait dinamika ekonomi dan demokrasi. Salah satu fokus utama dalam analisis situasi ini adalah kelas menengah Indonesia, yang memegang peran penting dalam pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik negara. Dalam periode kedua pemerintahan Jokowi, kelas menengah menunjukkan penurunan yang signifikan, baik dari segi pendapatan maupun pengaruh politik. Artikel ini akan membahas faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kelas menengah tersebut, dampaknya terhadap demokrasi, dan tantangan yang dihadapi pemerintahan selanjutnya.

Kelas Menengah sebagai Pilar Ekonomi yang Terancam



Kelas menengah memiliki peran krusial dalam perekonomian Indonesia, khususnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi domestik. Selama dua periode pemerintahan Jokowi, peran ini mengalami perubahan signifikan. Penurunan daya beli kelas menengah akibat krisis ekonomi multidimensi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 dan guncangan ekonomi global telah berdampak besar pada laju pertumbuhan ekonomi. Data dari Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa konsumsi domestik menyumbang sekitar 53-54% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dengan kontribusi terbesar berasal dari kelas menengah (World Bank, 2021; BPS, 2022). Penurunan daya beli kelas menengah menyebabkan pelambatan pertumbuhan ekonomi, yang diperkirakan hanya mencapai 4,8-4,9% pada tahun 2024, di bawah target pemerintah sebesar 5,1-5,2% (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023).

Kebijakan Ekonomi yang Kontroversial

Selama periode kedua Jokowi, beberapa kebijakan ekonomi yang kontroversial, seperti kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM), menjadi sorotan karena dianggap kurang berpihak pada kelas menengah dan menyebabkan inflasi yang tinggi. Kebijakan ini berdampak langsung pada daya beli masyarakat serta memicu ketidakpuasan publik. Menurut survei dari Bank Indonesia (2023), kebijakan kenaikan harga BBM menyebabkan fluktuasi indeks kepercayaan konsumen, sementara kebijakan minyak goreng yang tidak konsisten juga memperburuk kondisi ekonomi rumah tangga. Sebagai hasilnya, banyak individu dari kelas menengah yang jatuh ke dalam kategori rentan miskin (Bank Indonesia, 2023).

Kelemahan Struktural dalam Pengembangan Institusi

Penurunan kualitas institusi negara, seperti KPK, kepolisian, dan Mahkamah Konstitusi, menambah kompleksitas tantangan yang dihadapi selama pemerintahan Jokowi. Penelitian oleh Transparency International Indonesia (2023) menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap lembaga penegakan hukum telah menurun, terutama setelah revisi undang-undang KPK yang dianggap melemahkan fungsi lembaga tersebut sebagai lembaga anti-korupsi. Hal ini diiringi dengan penurunan kredibilitas kepolisian karena adanya kasus korupsi dan regenerasi kepemimpinan yang tidak transparan. Mahkamah Konstitusi juga menghadapi tantangan terkait isu politisasi dan dugaan keterlibatan dalam kepentingan politik, terutama menjelang Pemilu 2024 (Transparency International Indonesia, 2023).

Reformasi Institusi sebagai Kunci Keberhasilan

Penguatan institusi menjadi prioritas dalam menghadapi tantangan yang ada. Daron Acemoglu dan James A. Robinson (2012), dalam "Why Nations Fail," menegaskan bahwa kelemahan institusi dapat menyebabkan kegagalan suatu negara, karena pembangunan ekonomi yang tidak sejalan dengan demokrasi dapat berujung pada regresi sosial. Reformasi institusional yang berkelanjutan dan terarah diperlukan untuk memperkuat fondasi demokrasi dan ekonomi Indonesia. Dalam konteks ini, penting untuk memperkuat fungsi lembaga-lembaga penegakan hukum dan memperbaiki kualitas demokrasi dengan memastikan kebijakan yang transparan dan akuntabel (Acemoglu & Robinson, 2012).

Potensi Dampak Penurunan Kelas Menengah terhadap Demokrasi

Penurunan kelas menengah mempengaruhi stabilitas politik dan kualitas demokrasi di Indonesia. Kelas menengah yang kritis terhadap kebijakan pemerintah merupakan konstituen politik yang signifikan. Ketika daya beli mereka melemah, terjadi penurunan partisipasi politik yang efektif, yang dapat berdampak pada melemahnya kualitas demokrasi (Lipset, 1959). Fenomena regresi demokrasi ini terlihat dari beberapa indikator, seperti kebijakan yang dianggap membatasi kebebasan sipil, tindakan represif terhadap media, dan penurunan kualitas institusi penegakan hukum (Freedom House, 2023). Keterkaitan antara ekonomi dan demokrasi ini menunjukkan bahwa penurunan kelas menengah dapat memperburuk kondisi demokrasi yang sudah rentan.

Arsitektur Kebijakan Ekonomi dalam Konteks Tantangan Global

Tantangan ekonomi global, seperti krisis ekonomi akibat pandemi dan disrupsi rantai pasokan, menambah tekanan terhadap perekonomian Indonesia. Hilirisasi komoditas, yang merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi, belum memberikan hasil optimal karena penurunan permintaan global. Kebijakan utang luar negeri untuk mendukung pertumbuhan ekonomi menjadi opsi yang tidak terhindarkan, meskipun membawa risiko jangka panjang jika kebijakan fiskal tidak dikelola dengan bijaksana (International Monetary Fund, 2023). Pengalaman ini menggarisbawahi pentingnya reformasi kebijakan ekonomi yang inklusif dan berorientasi jangka panjang.

Kesimpulan 

Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan dalam menentukan arah pembangunan ekonomi dan demokrasi. Dengan tantangan yang dihadapi selama periode kedua pemerintahan Jokowi, penguatan kelas menengah dan reformasi institusional yang berkelanjutan menjadi langkah yang mendesak. Tanpa upaya serius untuk memperbaiki kelemahan struktural dan kebijakan ekonomi yang mendukung stabilitas daya beli, risiko regresi ekonomi dan demokrasi akan terus membayangi, yang dapat berdampak pada stabilitas politik dan sosial jangka panjang di Indonesia.

Penulis

Sumarta

 

Referensi

1.       Acemoglu, D., & Robinson, J. A. (2012). Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty. Crown Business.

2.       Badan Pusat Statistik. (2022). Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2021. Jakarta: BPS.

3.       Bank Indonesia. (2023). Indeks Kepercayaan Konsumen Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.

4.       Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. (2023). Kajian Ekonomi Indonesia 2023. Jakarta: FEB UI.

5.       Freedom House. (2023). Freedom in the World 2023: Indonesia. Washington, DC: Freedom House.

6.       International Monetary Fund. (2023). World Economic Outlook 2023. Washington, DC: IMF.

7.       Lipset, S. M. (1959). Some Social Requisites of Democracy: Economic Development and Political Legitimacy. American Political Science Review, 53(1), 69-105.

8.       Transparency International Indonesia. (2023). Corruption Perceptions Index 2023: Indonesia. Jakarta: Transparency International Indonesia.

9.       World Bank. (2021). Indonesia Economic Prospects: Towards a Secure and Fast Recovery. Washington, DC: World Bank.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel