TikTok: Pengaruh Platform Sosial Media Terbesar di Dunia dan Dampaknya pada Masyarakat Global
Pengaruh Platform Sosial Media Terbesar di Dunia dan Dampaknya pada Masyarakat Global
Pada bulan Agustus 2024, TikTok mencatat rekor yang mencengangkan dengan pengguna terbanyak di dunia berasal dari Indonesia. Tidak hanya itu, pengguna TikTok di perangkat Android dari negara ini juga dinobatkan sebagai yang terlama dalam menggunakan aplikasi. Fenomena ini menjadi perhatian banyak pihak karena, meski popularitasnya meroket, dampak negatif yang potensial dari penggunaan TikTok mulai dirasakan secara global. Dalam konteks ini, kita perlu memahami seberapa dalam TikTok memengaruhi pola pikir, kebiasaan, serta bagaimana platform ini bisa menjadi alat propaganda yang mengancam stabilitas sosial dan politik di berbagai negara. Artikel ini akan mengkaji secara mendalam dampak-dampak tersebut, didukung oleh data, analisis, dan pandangan kritis dari berbagai sumber.
TikTok dan Popularitasnya di Indonesia
Indonesia menjadi pusat perhatian ketika TikTok mendominasi pasar sosial media, tidak hanya di negara ini tetapi juga secara global. Berdasarkan data dari Sensor Tower (2024), TikTok mencatat lebih dari 10 juta unduhan di Indonesia hanya dalam satu bulan terakhir, membuatnya menjadi aplikasi paling populer di Google Play Store dan App Store. Popularitas ini didorong oleh konten-konten yang mudah diakses dan relevan dengan budaya lokal, serta fitur algoritma yang memungkinkan konten untuk tersebar dengan cepat.
Namun, ada sisi gelap dari fenomena ini. Sebuah penelitian oleh We Are Social (2024) mengungkapkan bahwa rata-rata waktu yang dihabiskan oleh pengguna Indonesia di TikTok adalah 4 jam per hari, melebihi platform media sosial lain seperti Facebook dan Instagram. Hal ini mengindikasikan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap aplikasi ini. Meskipun TikTok dapat menjadi alat untuk hiburan dan kreativitas, durasi penggunaan yang berlebihan juga dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan produktivitas.
Efek Penggunaan TikTok pada Pendidikan dan Kognisi
Seiring dengan meningkatnya popularitas TikTok, muncul kekhawatiran tentang dampaknya terhadap kualitas pendidikan dan intelektual penggunanya. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa konsumsi konten di TikTok dapat memengaruhi kemampuan kognitif seseorang. Sebuah studi yang dilakukan oleh Sun, Wang, dan Zhao (2023) menemukan bahwa pengguna TikTok cenderung menunjukkan penurunan dalam kemampuan memproses informasi secara mendalam, karena konten yang disajikan di platform ini didesain untuk dikonsumsi dalam waktu singkat dan cepat.
Lebih lanjut, komentar-komentar di TikTok sering kali tidak menunjukkan tingkat kritisisme yang tinggi. Seorang pengguna sosial media yang aktif, dalam salah satu postingannya di platform X (sebelumnya Twitter), dengan jelas menyoroti bahwa komentar di TikTok sering kali hanya berisi cemoohan atau tanggapan tidak logis. Sebaliknya, di platform seperti Twitter, debat dan diskusi yang lebih mendalam dan argumentatif lebih sering muncul. Hal ini menunjukkan perbedaan yang mencolok dalam jenis audiens dan pendekatan kognitif yang dimiliki pengguna kedua platform tersebut.
Pengaruh negatif TikTok terhadap kecerdasan individu mungkin berakar dari bagaimana algoritmanya bekerja. Guo, Wu, dan Li (2023) dalam penelitian mereka menemukan bahwa algoritma TikTok secara tidak langsung memperkuat preferensi pengguna terhadap konten dangkal atau sensasional, yang pada gilirannya menghambat pengembangan kemampuan berpikir kritis. Di sisi lain, Chen, Liu, dan Zhang (2024) berpendapat bahwa kebiasaan berlama-lama di TikTok tanpa adanya kontrol yang ketat bisa membuat seseorang kurang produktif dan mengurangi kemampuan mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas yang membutuhkan konsentrasi lebih dalam.
TikTok dan Pengaruhnya Terhadap Propaganda Politik
Salah satu isu paling mengkhawatirkan yang muncul dari dominasi TikTok adalah potensinya sebagai alat propaganda yang sangat efektif. Platform ini tidak hanya menjadi ruang bagi konten hiburan, tetapi juga alat untuk menyebarkan narasi politik yang bisa sangat mempengaruhi pandangan publik. Sebuah studi oleh Xu, Chen, dan Lin (2023) menunjukkan bahwa TikTok digunakan sebagai alat oleh beberapa kelompok politik untuk memanipulasi opini publik, baik secara langsung melalui kampanye politik maupun secara tidak langsung melalui penggunaan influencer untuk mempromosikan nilai-nilai tertentu.
Seorang pengamat sosial media mencatat dalam postingannya yang viral di Instagram dan X bahwa TikTok dapat dengan mudah digunakan untuk menggiring opini publik dalam mendukung seorang kandidat presiden atau mempromosikan agenda politik tertentu. TikTok disebut sebagai "the real king maker", sebuah platform yang mampu menciptakan pemimpin politik di tingkat dunia. Pengaruh ini didorong oleh kemampuan TikTok untuk menjangkau audiens yang sangat besar dan heterogen dalam waktu yang sangat singkat.
Lebih lanjut, fenomena ini tidak hanya terbatas pada Indonesia. Lee dan Park (2024) mencatat bahwa di Amerika Serikat, TikTok telah digunakan oleh berbagai kelompok politik untuk mempengaruhi pemilihan presiden 2024, di mana kandidat-kandidat menggunakan platform ini untuk menyebarkan pesan kampanye mereka ke jutaan pemilih muda. Namun, hal ini juga menciptakan kekhawatiran bahwa TikTok dapat digunakan sebagai alat untuk memecah belah masyarakat melalui penyebaran informasi yang tidak benar atau memanipulatif.
TikTok dan Pengaruhnya pada Pendidikan Politik Masyarakat
Penggunaan TikTok yang meluas juga berdampak pada cara masyarakat memahami isu-isu politik. Dengan konten politik yang disederhanakan menjadi video singkat berdurasi 15-60 detik, banyak pengguna tidak mendapatkan gambaran yang utuh tentang kompleksitas suatu masalah. Zhu, Yang, dan Liu (2023) dalam studi mereka menyimpulkan bahwa TikTok secara tidak langsung mereduksi pendidikan politik menjadi sekedar hiburan, di mana masalah-masalah serius dipermainkan dan dimanipulasi demi mendapatkan lebih banyak likes dan shares.
Seperti yang dinyatakan oleh seorang kritikus sosial media, TikTok memiliki potensi untuk menjadi mesin propaganda yang sangat efektif, terutama jika digunakan untuk mendukung agenda politik tertentu. Narasi yang dibangun di TikTok sering kali cenderung memecah belah masyarakat, sebuah strategi yang dikenal sebagai divide et impera – yaitu taktik memecah belah suatu kelompok untuk memudahkan kontrol. Jika masyarakat terus dibanjiri dengan konten yang dangkal dan memecah belah, ini bisa berujung pada penurunan kualitas pendidikan politik masyarakat.
Tantangan dan Masa Depan TikTok
Di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang dampak negatif TikTok, perusahaan tersebut terus berupaya untuk memperbaiki citranya. TikTok telah memperkenalkan beberapa kebijakan baru untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengguna, seperti fitur screen time management yang membantu pengguna membatasi waktu penggunaan mereka. Selain itu, TikTok juga bermitra dengan berbagai organisasi pendidikan untuk menyediakan konten yang lebih bermanfaat dan mendidik bagi pengguna.
Namun, banyak yang berpendapat bahwa upaya ini masih belum cukup. Cheng dan Wei (2024) dalam analisis mereka menyatakan bahwa TikTok perlu lebih proaktif dalam menyaring konten-konten yang berpotensi merugikan, baik dalam konteks pendidikan, kesehatan mental, maupun dalam hal penyebaran propaganda politik. TikTok harus mampu mengambil langkah lebih tegas dalam mengontrol bagaimana platform ini digunakan, terutama dalam konteks negara-negara yang rentan terhadap manipulasi politik.
Kesimpulan
TikTok, sebagai platform media sosial terbesar di dunia, memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap cara orang berinteraksi, berpikir, dan memahami dunia di sekitar mereka. Meski memiliki banyak manfaat, seperti menjadi alat hiburan dan kreativitas, dampak negatifnya tidak bisa diabaikan. TikTok berpotensi merusak pendidikan kognitif pengguna, memanipulasi opini politik, dan bahkan menjadi alat propaganda yang bisa menghancurkan stabilitas sosial. Sebagai masyarakat global, kita perlu lebih waspada terhadap cara kita menggunakan media sosial dan dampak jangka panjang yang mungkin diakibatkannya.
Penulis
Sumarta
Referensi
- Cheng, L., & Wei, Z. (2024). The dark side of TikTok: Cognitive and psychological impacts of prolonged usage. Journal of Social Media Studies, 15(3), 89-105.
- Guo, Y., Wu, Q., & Li, S. (2023). TikTok's algorithm and its effect on user behavior. International Journal of Digital Media, 12(2), 45-62.
- Lee, J., & Park, H. (2024). Social media and political manipulation: Case studies of TikTok's role in elections. Digital Politics Journal, 22(1), 33-50.
- Sun, Y., Wang, J., & Zhao, M. (2023). The effects of short-form video platforms on cognitive processing. Cognitive Media Research, 8(4), 123-140.
- Xu, L., Chen, J., & Lin, W. (2023). TikTok and political propaganda: A study of content manipulation in global contexts. Journal of Political Communication, 30(2), 58-78.
- Zhu, X., Yang, F., & Liu, H. (2023). TikTok as an educational tool: Pros and cons. Educational Technology Review, 11(3), 201-215.