CN-235: Teknologi Canggih yang Menjadi Kontroversi

Perdebatan tentang kemampuan pesawat 



CN-235 merupakan pesawat yang dirancang sebagai produk unggulan industri penerbangan Indonesia pada masanya, khususnya oleh IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara). Pesawat ini didesain untuk menghadapi berbagai kondisi cuaca dan dilengkapi dengan teknologi navigasi canggih yang terintegrasi dengan sistem elektronik kokpit, memungkinkan pilot untuk terbang dalam situasi yang rumit dengan lebih aman (Habibie, 1992). Namun, kecelakaan CN-235 yang menimpa penerbangan Merpati Airlines MZ5601 mengundang perdebatan tentang kemampuan pesawat ini dalam kondisi ekstrem, yang menimbulkan tanda tanya pada ketahanan teknologi canggih dalam penerbangan sipil.

Tragedi tersebut membuka diskusi tentang faktor keselamatan dan prosedur penerbangan, di mana ahli berpendapat bahwa teknologi canggih saja tidak cukup untuk menjamin keamanan. Meskipun dilengkapi dengan instrumen navigasi yang mutakhir, pengambilan keputusan oleh pilot menjadi krusial, terutama saat menghadapi cuaca buruk seperti awan cumulonimbus. Dalam konteks ini, teknologi CN-235 dinilai tetap memiliki keterbatasan, terutama ketika faktor manusia memainkan peran penting dalam menghadapi situasi sulit di lapangan (Sumolang, 1992).

Baharudin Jusuf Habibie, Direktur Utama IPTN pada waktu itu, menekankan bahwa pilot harus lebih berhati-hati dalam menurunkan ketinggian pesawat. Habibie menilai bahwa keputusan untuk turun terlalu cepat dan mengandalkan pendekatan visual bisa menjadi penyebab kecelakaan tersebut. Menurutnya, teknologi CN-235 dirancang agar pilot dapat beroperasi dengan mengandalkan instrumen secara maksimal, terutama dalam situasi berisiko tinggi. Namun, pernyataan ini menimbulkan reaksi dari pihak keluarga pilot dan sejumlah praktisi penerbangan yang menilai bahwa kondisi cuaca ekstrem juga berperan besar dalam insiden tersebut (Kompas, 1992).

Meski demikian, CN-235 sebenarnya dilengkapi dengan teknologi untuk menghadapi tantangan cuaca. Pesawat ini memiliki sistem avionik modern yang memungkinkan operasi penerbangan di malam hari dan dalam kondisi visibilitas rendah. Meskipun begitu, saat terjadi perubahan dari navigasi instrumen ke pendekatan visual, risiko kecelakaan meningkat, apalagi di area pegunungan dengan medan yang sulit dijangkau seperti di sekitar Gunung Puntang. Hal ini menunjukkan bahwa bahkan teknologi yang dirancang khusus sekalipun tetap membutuhkan pengambilan keputusan yang tepat dari pilot untuk menghindari bahaya (Tempo, 1992).

Para ahli aviasi berpendapat bahwa dalam cuaca ekstrem, prosedur navigasi instrumen harus diutamakan, terutama ketika visibilitas sangat terbatas. Teknologi CN-235 memang dirancang untuk membantu pilot dalam situasi yang sulit, tetapi tanpa koordinasi dan prosedur yang ketat, faktor cuaca dan medan tetap menjadi ancaman besar. Banyak yang menyarankan agar pilot diinstruksikan untuk tetap mengandalkan instrumen, terutama saat terbang di area pegunungan (NTSB, 1993).

Kecelakaan CN-235 Merpati ini menunjukkan bahwa selain teknologi, pelatihan dan prosedur standar yang ketat sangat diperlukan untuk mengantisipasi situasi kritis. Walaupun CN-235 memiliki fitur keamanan dan navigasi yang memadai, peran manusia sebagai pengambil keputusan akhir tetap menjadi faktor penentu keselamatan penerbangan. Tragedi ini mengajarkan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap prosedur penerbangan dan memastikan bahwa setiap pilot dilatih dengan baik dalam menggunakan teknologi pesawat, terutama di kondisi darurat (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 1993).

Kesimpulannya, CN-235 sebagai produk unggulan industri penerbangan Indonesia pada masanya memiliki kemampuan teknologi yang mumpuni, tetapi teknologi tersebut tetap memiliki batasan dalam kondisi cuaca ekstrem. Tragedi ini menyoroti pentingnya integrasi antara teknologi dan keputusan manusia, serta perlunya protokol yang lebih ketat dalam menghadapi kondisi cuaca buruk di area dengan medan yang menantang. Kecelakaan ini menjadi pengingat bahwa keselamatan penerbangan membutuhkan kerja sama antara teknologi dan kebijakan keselamatan yang baik.

Penulis

Sumarta

 

Sumber Referensi:

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. (1993). Laporan Investigasi Kecelakaan CN-235 Merpati Airlines. Jakarta: Kementerian Perhubungan.

Habibie, B. J. (1992). Pandangan mengenai Faktor Keselamatan CN-235. Jakarta: IPTN.

Kompas. (1992). "Kontroversi Teknologi CN-235 dalam Tragedi Gunung Puntang". Kompas, 20 Oktober.

NTSB. (1993). Aircraft Accident Report: Merpati Airlines Flight MZ5601. Washington, DC: National Transportation Safety Board.

Sumolang, F. (1992). Komentar terkait Keselamatan dan Teknologi CN-235. Jakarta: Merpati Nusantara Airlines.

Tempo. (1992). "Tragedi CN-235: Teknologi dan Keputusan Manusia". Tempo, 25 Oktober.

Tempo.co. Pesawat Merpati Jatuh di Gunung Puntang: PUTAR BALIK. dari

https://www.youtube.com/@TempoVideoChannel pada 03 Nopember 2024

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel