Dari Pemikiran Keilmuan ke Profesionalisme Akademis

Perguruan Tinggi Islam di Indonesia



Perguruan tinggi Islam di Indonesia, khususnya IAIN dan UIN, telah lama menjadi sumber utama pemikiran keislaman. Institusi ini tidak hanya menghasilkan lulusan dengan pemahaman mendalam tentang agama, tetapi juga pemikir-pemikir yang membentuk wacana Islam progresif di Indonesia. Namun, dalam dekade terakhir, ada perubahan signifikan di dunia akademis Islam di mana perguruan tinggi Islam kini semakin menitikberatkan pada profesionalisme. Perubahan ini mengikuti tren global yang juga terjadi di universitas-universitas di Barat. Hal ini membawa dampak besar pada pola pemikiran dan semangat pembaruan di kalangan intelektual muslim.

Artikel ini akan mengulas perubahan-perubahan radikal dalam dunia akademis Islam di Indonesia, dari transformasi akademik yang profesional hingga melemahnya gairah pembaruan pemikiran Islam. Kita akan melihat bagaimana minat intelektual generasi muda turut terpengaruh dalam konteks perubahan zaman dan dampaknya terhadap pengembangan pemikiran Islam.

Pergeseran Menuju Profesionalisme Akademis

Dalam beberapa dekade terakhir, profesionalisasi di perguruan tinggi Islam mengalami peningkatan signifikan. Penghargaan terhadap karier akademik menjadi lebih jelas, termasuk adanya insentif finansial, status sosial, dan jalur karier yang terjamin. Bagi sebagian besar akademisi, menjadi profesor dianggap lebih menarik dan prestisius daripada aktif dalam kegiatan yang bertujuan membangun demokrasi atau melahirkan pemikiran-pemikiran baru.

Perguruan tinggi kini lebih fokus menghasilkan akademisi yang andal dalam publikasi ilmiah yang terindeks di jurnal internasional, alih-alih mendorong intelektual muda untuk mengemukakan gagasan inovatif yang memperkaya pemikiran Islam di Indonesia. Akibatnya, para sarjana Islam lebih tertarik menulis untuk jurnal-jurnal terindeks yang menjanjikan kredibilitas internasional daripada jurnal-jurnal lokal yang lebih menekankan gagasan kritis. Situasi ini berbanding terbalik dengan semangat pada masa lampau, di mana jurnal-jurnal seperti Ulumul Quran, Prisma, dan Pesantren menjadi platform penting bagi gagasan pembaruan Islam.

Kemerosotan Gairah Pembaruan Pemikiran Islam

Gairah untuk memperbaharui pemikiran Islam tampaknya mengalami penurunan. Kini, semakin sedikit akademisi yang tertarik mengeksplorasi gagasan baru yang berpotensi kontroversial atau provokatif. Salah satu alasannya adalah karena orientasi akademik yang terlalu berfokus pada profesionalisme. Padahal, untuk dapat mendorong pembaruan pemikiran, perguruan tinggi Islam diharapkan mampu memelihara kebebasan berpikir dan memberikan ruang bagi lahirnya ide-ide baru yang segar dan berani.

Gus Ulil Abshar Abdalla, seorang intelektual Muslim Indonesia, menyoroti hal ini dalam sebuah wawancara. Menurutnya, gairah pembaruan pemikiran Islam kini memudar karena banyak akademisi muda lebih memilih stabilitas karier. Faktor lain yang turut berperan adalah perubahan generasi. Zaman telah berubah, dan dengan itu, cita-cita generasi baru juga ikut bergeser. Generasi muda lebih tertarik untuk mengikuti jalur profesional dengan menghasilkan publikasi yang terindeks internasional dibandingkan menulis artikel yang bertujuan membangkitkan wacana keislaman baru di Indonesia.

Menurunnya Minat Baca dan Tantangan Literasi

Gairah membaca di kalangan generasi muda juga mengalami penurunan. Menurut Gus Ulil, minat baca ini penting untuk mempertahankan daya kritis dalam melihat persoalan-persoalan sosial, politik, dan keagamaan. Namun, sekarang ini, banyak anak muda yang lebih tertarik pada bacaan-bacaan ringan di internet dibandingkan buku-buku serius yang dapat memancing analisis mendalam. Fenomena ini membawa dampak pada kemampuan mereka dalam memahami dan merenungkan isu-isu penting dalam dunia Islam dan pemikiran Islam.

Salah satu tantangan utama adalah bagaimana meningkatkan minat baca di kalangan anak muda terhadap literatur-literatur keislaman yang serius. Literasi yang baik bukan hanya soal membaca, melainkan juga soal bagaimana seseorang mampu berpikir kritis terhadap apa yang dibacanya. Di sini, institusi pendidikan Islam memegang peran penting. Perguruan tinggi dapat memainkan peran krusial dengan menyediakan lingkungan yang mendukung untuk menumbuhkan minat baca di kalangan mahasiswa dan mendorong diskusi kritis dalam upaya meningkatkan kualitas pemikiran Islam.

Pembaruan Pemikiran Islam dan Bacaan yang Kritis

Menurut Gus Ulil, pemikiran Islam dapat diperbarui dengan cara meningkatkan keterlibatan intelektual muda terhadap karya-karya penting yang mampu memberikan perspektif baru. Salah satu contoh yang diangkat oleh Gus Ulil adalah buku “What is Islam?” oleh Shahab Ahmed, seorang akademisi Harvard yang menawarkan pendekatan baru dalam memahami Islam. Buku ini berhasil menarik perhatian di kancah internasional karena mampu memecahkan batasan-batasan tradisional dalam kajian Islam. Gus Ulil menyarankan agar mahasiswa Islam di Indonesia membaca buku ini sebagai bagian dari upaya mengembangkan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap Islam.

Buku-buku seperti “What is Islam?” seharusnya menjadi referensi penting bagi mahasiswa yang ingin mendalami pemikiran Islam, bukan hanya sebagai syarat akademik semata, melainkan sebagai bahan refleksi untuk memahami kompleksitas Islam dalam konteks global. Dengan memahami gagasan-gagasan baru ini, mahasiswa diharapkan dapat memunculkan wacana-wacana segar yang relevan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Solusi untuk Meningkatkan Minat Intelektual di Kalangan Mahasiswa

Untuk menghadapi tantangan-tantangan di atas, beberapa langkah penting perlu dilakukan oleh perguruan tinggi Islam di Indonesia:

  1. Meningkatkan Kualitas Jurnal Keilmuan Lokal: Perguruan tinggi perlu mendukung penerbitan jurnal-jurnal yang mendorong pemikiran kritis dan inovatif. Jurnal-jurnal seperti Ulumul Quran perlu dihidupkan kembali dengan dukungan dana dan publikasi yang lebih luas.

  2. Menanamkan Pentingnya Pemikiran Kritis dalam Kurikulum: Kurikulum perguruan tinggi harus dirancang untuk menumbuhkan pemikiran kritis. Mahasiswa seharusnya didorong untuk mengeksplorasi ide-ide baru yang mungkin bertentangan dengan pemahaman konvensional.

  3. Menyediakan Bacaan yang Memprovokasi Pemikiran: Perguruan tinggi dapat mendistribusikan literatur-literatur Islam yang menawarkan perspektif baru dan menantang pemahaman-pemahaman lama. Buku seperti karya Shahab Ahmed dapat menjadi bahan diskusi di kelas-kelas kajian Islam.

  4. Mengadakan Diskusi-diskusi Kritis dan Workshop Literasi: Diskusi dan workshop literasi penting untuk mengasah kemampuan mahasiswa dalam membaca dan menulis karya-karya ilmiah yang serius.

  5. Membangun Koneksi Internasional: Koneksi dengan akademisi internasional akan memperluas wawasan mahasiswa tentang isu-isu Islam global. Hal ini bisa dilakukan dengan mengundang pembicara tamu dari universitas luar negeri atau mengadakan seminar-seminar internasional.

  6. Membangun Jaringan Alumni yang Kuat: Alumni perguruan tinggi Islam yang memiliki prestasi di bidang akademik dan pemikiran keislaman dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa. Melalui jaringan alumni, mahasiswa dapat belajar dari pengalaman para senior mereka dan mendapatkan wawasan tentang dunia akademis yang sesungguhnya.

Kesimpulan

Perguruan tinggi Islam di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan tradisi keilmuan yang kuat di tengah profesionalisasi akademis yang intensif. Pergeseran dari pemikiran kritis menuju profesionalisme akademis ini dapat melemahkan semangat pembaruan pemikiran Islam yang dulu sangat hidup di kampus-kampus IAIN dan UIN. Untuk mempertahankan tradisi intelektual ini, perlu ada upaya untuk menumbuhkan minat baca yang serius, memperkuat jaringan akademis internasional, dan mendukung penerbitan jurnal yang mendorong diskusi kritis.

Perguruan tinggi Islam memiliki tanggung jawab untuk mencetak generasi intelektual muslim yang tidak hanya andal secara akademis, tetapi juga memiliki semangat untuk memperbaharui pemikiran Islam dalam konteks global yang dinamis. Ini adalah tantangan sekaligus peluang bagi perguruan tinggi Islam di Indonesia untuk tetap relevan dan berkontribusi dalam pembentukan pemikiran Islam yang progresif dan adaptif terhadap perubahan zaman.

Penulis

Sumarta

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel