Kebahagiaan adalah Perjalanan yang Lebih Dalam

Kebahagiaan adalah Perjalanan yang Lebih Dalam



Banyak orang mengejar kekayaan, popularitas, dan kesuksesan karier dengan harapan bahwa pencapaian-pencapaian tersebut akan membawa kebahagiaan. Namun, sering kali mereka akhirnya merasa ada yang kurang atau bahkan hampa setelah meraih semua itu. Menurut Ryan dan Deci (2001), kebahagiaan sejati lebih dari sekadar pencapaian materi; itu adalah tentang rasa kepuasan batin yang diperoleh melalui hubungan yang bermakna dengan orang-orang di sekitar.

Baca Juga: Mencapai kesuksesan dan hidup lebih nyaman

Kebahagiaan sejati lebih banyak ditemukan dalam hubungan sosial yang erat, di mana seseorang dapat berbagi perasaan, baik suka maupun duka, dengan orang-orang yang dipercayai. Hubungan dengan keluarga, sahabat, dan pasangan yang mendalam memberikan dukungan emosional dan psikologis yang penting bagi kesejahteraan individu. Diener dan Seligman (2002) menyebut bahwa orang yang memiliki hubungan yang kuat cenderung merasa lebih bahagia dan lebih puas dalam hidup.

Studi menunjukkan bahwa individu yang memiliki hubungan sosial yang baik dan mendalam cenderung lebih sehat, baik secara mental maupun fisik. Mereka memiliki tekanan darah yang lebih stabil, sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat, dan risiko yang lebih rendah untuk mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan (Cohen & Wills, 1985). Interaksi sosial yang bermakna ini memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan hidup.

Baca Juga: Segalanya Adalah Satu: Memahami Keterhubungan dalam Alam Semesta

Selain kesehatan fisik, hubungan sosial yang baik juga mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Koneksi emosional yang erat memberikan dukungan saat menghadapi tantangan hidup, yang dapat meningkatkan ketahanan psikologis. Sebuah penelitian yang telah berlangsung selama lebih dari 75 tahun oleh Harvard mengungkapkan bahwa orang yang memiliki hubungan sosial yang positif cenderung hidup lebih lama dan merasa lebih bahagia (Waldinger & Schulz, 2010).

Dalam dunia yang semakin individualistik, kualitas hubungan yang mendalam semakin langka. Meskipun banyak orang memiliki ratusan “teman” di media sosial, mereka tetap merasa kesepian jika hubungan tersebut bersifat dangkal. Menurut Twenge et al. (2019), hubungan yang bermakna dan mendalam lebih penting daripada kuantitas interaksi di media sosial, yang seringkali hanya memberikan kebahagiaan sementara.

Baca Juga: Mengapa Kita Harus Fokus pada Hal-Hal yang Membuat Hidup Bermakna

Kebahagiaan yang diperoleh dari hubungan yang bermakna membantu seseorang menghadapi berbagai tekanan dan tantangan dalam hidup. Ketika seseorang merasa didukung, ia lebih mungkin merasa optimis dan mampu mengatasi stres yang muncul. Penelitian oleh Holt-Lunstad et al. (2010) menunjukkan bahwa dukungan sosial yang baik membantu menurunkan risiko gangguan kesehatan mental dan fisik yang disebabkan oleh stres.

Secara keseluruhan, kekayaan dan popularitas tidak menjamin kebahagiaan. Hubungan yang mendalam dengan orang-orang di sekitar kita, tempat di mana kita merasa diterima dan dicintai, adalah sumber kebahagiaan yang lebih langgeng. Kebahagiaan sejati tercipta saat kita memiliki koneksi yang bermakna, yang memungkinkan kita untuk saling berbagi, mendukung, dan tumbuh bersama dalam kehidupan (Ryff & Singer, 2000).

Penulis

Sumarta

 

Sumber Referensi:

  • Cohen, S., & Wills, T. A. (1985). Stress, social support, and the buffering hypothesis. Psychological Bulletin, 98(2), 310–357.
  • Diener, E., & Seligman, M. E. P. (2002). Very happy people. Psychological Science, 13(1), 81–84.
  • Holt-Lunstad, J., Smith, T. B., & Layton, J. B. (2010). Social relationships and mortality risk: A meta-analytic review. PLOS Medicine, 7(7), e1000316.
  • Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2001). On happiness and human potentials: A review of research on hedonic and eudaimonic well-being. Annual Review of Psychology, 52(1), 141–166.
  • Ryff, C. D., & Singer, B. (2000). Interpersonal flourishing: A positive health agenda for the new millennium. Personality and Social Psychology Review, 4(1), 30–44.
  • Twenge, J. M., Spitzberg, B. H., & Campbell, W. K. (2019). Less in-person social interaction with peers among U.S. adolescents in the 21st century and links to loneliness. Journal of Social and Personal Relationships, 36(6), 1892–1913.
  • Waldinger, R. J., & Schulz, M. S. (2010). The long reach of nurturing family environments: Links with midlife emotion-regulatory styles and late-life security in intimate relationships. Psychological Science, 21(9), 1260–1267.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel