Kejadian Tragis di Gunung Puntang
Kecelakaan pesawat CN-235 Merpati di Gunung Puntang
Kecelakaan pesawat CN-235 Merpati di Gunung Puntang pada 18 Oktober 1992
menjadi salah satu tragedi paling memilukan dalam sejarah penerbangan
Indonesia. Pesawat yang berangkat dari Jakarta menuju Bandung ini membawa 27
penumpang dan empat awak, termasuk sang pilot, Firda Basaria Panggabean. Firda
adalah seorang pilot muda yang berpengalaman dengan lebih dari 6.000 jam
terbang, sehingga keputusannya untuk terbang dalam kondisi cuaca yang buruk
tidak mengejutkan bagi rekan-rekannya (Tempo, 1992). Di bawah arahan petugas
kontrol lalu lintas udara di Bandara Soekarno-Hatta, Firda menurunkan pesawat
ke ketinggian 8.500 kaki dan menginformasikan bahwa ia akan melakukan
pendekatan visual untuk mendarat di Bandara Husein Sastranegara.
Sinyal komunikasi pesawat tiba-tiba terputus
Pada pukul 13.40, sinyal komunikasi pesawat tiba-tiba terputus, yang membuat
petugas pengendali lalu lintas udara dan para penumpang yang menunggu di
Bandung merasa cemas. Beberapa saat setelah itu, warga di Desa Cipaganti, Garut,
mendengar suara dentuman keras yang menggetarkan kawasan sekitar. Ketika tim
penyelamat berhasil mencapai lokasi kecelakaan, mereka menemukan pesawat dalam
kondisi hancur berkeping dan hangus terbakar di lereng Gunung Puntang. Tidak
ada yang selamat dalam peristiwa ini; seluruh penumpang dan awak pesawat,
termasuk Firda, tewas seketika di tempat kejadian (Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, 1993).
Firda ditemukan dalam keadaan kedua tangannya masih menggenggam kendali pesawat
Sebuah temuan mengungkap bahwa Firda ditemukan dalam keadaan kedua tangannya
masih menggenggam kendali pesawat, menunjukkan bahwa ia mungkin berusaha keras
untuk mengendalikan pesawat hingga detik-detik terakhir. Kondisi cuaca yang
buruk, dengan awan tebal dan hujan deras, diduga menjadi faktor utama yang
menyebabkan hilangnya kendali pesawat. Menurut laporan investigasi yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, cuaca buruk dan medan
pegunungan yang sulit telah menghalangi pandangan Firda, yang mengakibatkan
pesawat kehilangan ketinggian secara drastis (NTSB, 1993).
Selain kondisi cuaca, investigasi lebih lanjut menyebutkan adanya faktor
teknis yang mungkin memperparah kecelakaan tersebut. Pesawat CN-235, hasil
kerja sama IPTN dengan CASA Spanyol, dikenal memiliki beberapa kendala mekanis
yang sering dikeluhkan pilot Merpati. Masalah pada sirip pesawat atau flap
diketahui dapat memengaruhi stabilitas penerbangan, khususnya saat pesawat
berada dalam kondisi turbulen. Firda sendiri pernah mengalami kendala serupa
saat menerbangkan pesawat ini di tahun-tahun sebelumnya, namun dapat mengatasi
masalah tersebut dengan aman (Direktorat Perhubungan Udara, 1993).
Persiapan teknis dan pelatihan pilot
Beberapa ahli penerbangan menyatakan bahwa persiapan teknis dan pelatihan
pilot dalam menghadapi cuaca ekstrem di kawasan pegunungan seperti Puntang
seharusnya lebih ditingkatkan. Firda mungkin tidak sepenuhnya siap menghadapi
kondisi angin ekstrem yang sering terjadi di daerah tersebut, meskipun ia
berpengalaman. Angin di pegunungan sering kali menciptakan turbulensi yang
tidak bisa diprediksi dan bisa mengganggu stabilitas pesawat (Sumolang, 1992).
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kesiapan operasional dan perlengkapan
pesawat yang digunakan dalam kondisi berisiko tinggi.
Tugu peringatan di Cipaganti
Pascatragedi ini, Merpati Nusantara Airlines mendirikan tugu peringatan di
Cipaganti untuk mengenang para korban. Kejadian ini juga memicu langkah
reformasi dalam kebijakan keselamatan penerbangan di Indonesia, termasuk
perbaikan prosedur pendekatan visual di bandara-bandara dengan medan yang sulit
dijangkau. Perbaikan ini diharapkan dapat meminimalkan risiko kecelakaan serupa
di masa mendatang (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 1993).
Tragedi Gunung Puntang mengingatkan kita bahwa keselamatan penerbangan harus
selalu menjadi prioritas utama. Kehilangan nyawa para korban, serta kisah
perjuangan sang pilot yang berusaha mengendalikan pesawat hingga detik
terakhir, menggugah kesadaran tentang pentingnya pemeliharaan teknis dan
kesiapan operasional dalam menghadapi kondisi alam yang tidak terduga. Tragedi
ini menjadi pengingat pahit bagi dunia penerbangan Indonesia akan pentingnya
terus meningkatkan standar keselamatan penerbangan.
Penulis
Sumarta
Sumber Referensi:
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. (1993). Laporan Investigasi
Kecelakaan CN-235 Merpati Airlines. Jakarta: Kementerian Perhubungan.
NTSB. (1993). Aircraft Accident Report: Merpati Airlines Flight MZ5601.
Washington, DC: National Transportation Safety Board.
Sumolang, F. (1992). Pernyataan terkait Kecelakaan CN-235 di Gunung
Puntang. Jakarta: Merpati Nusantara Airlines.
Tempo. (1992). "Kejanggalan Pesawat CN-235 Merpati dan Penyelidikan
Kecelakaan di Gunung Puntang". Tempo, 31 Oktober.
Tempo.co. Pesawat Merpati Jatuh di Gunung
Puntang: PUTAR BALIK. dari
https://www.youtube.com/@TempoVideoChannel
pada 03 Nopember 2024