Mencari Makna Hidup yang Lebih dari Sekadar Materi
Dunia yang semakin materialistis
Dalam
dunia yang semakin materialistis, banyak orang percaya bahwa kekayaan adalah
kunci kebahagiaan. Keyakinan ini didorong oleh pandangan bahwa memiliki banyak
uang membuat hidup lebih nyaman dan bebas dari beban keuangan, sehingga
diharapkan kebahagiaan akan tercapai (Diener & Oishi, 2000). Sementara itu,
media sering kali mempromosikan gaya hidup mewah sebagai tujuan hidup,
menanamkan pemahaman bahwa kekayaan berlimpah adalah sesuatu yang harus dicapai
jika ingin bahagia (Kasser, 2002).
Namun,
riset menunjukkan bahwa uang dan kekayaan mungkin tidak memiliki dampak yang
sebesar itu terhadap kebahagiaan seseorang. Penelitian oleh Kahneman dan Deaton
(2010) mengungkapkan bahwa meskipun pendapatan yang lebih tinggi dapat
meningkatkan kebahagiaan sampai pada tingkat tertentu, hubungan tersebut
menurun setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Ini menunjukkan bahwa, setelah batas
tertentu, tambahan kekayaan tidak selalu sejalan dengan peningkatan
kebahagiaan.
Di sisi
lain, penelitian oleh Harvard yang berlangsung selama lebih dari 75 tahun
menunjukkan bahwa faktor yang paling berkaitan dengan kebahagiaan dan kesehatan
mental jangka panjang adalah hubungan sosial yang baik (Waldinger & Schulz,
2015). Orang yang memiliki hubungan yang sehat dan mendalam dengan keluarga,
teman, dan komunitas mereka cenderung merasa lebih bahagia dan memiliki umur
yang lebih panjang. Koneksi sosial yang positif terbukti mampu menyediakan
dukungan emosional yang tidak bisa digantikan oleh kekayaan material (House et
al., 1988).
Terlepas
dari anggapan umum bahwa kekayaan dan ketenaran membawa kepuasan, banyak orang
yang sudah sukses secara finansial tetap merasa ada kekosongan dalam hidup
mereka. Hal ini sering terjadi karena fokus berlebihan pada pencapaian materi
dapat mengalihkan perhatian dari aspek hidup yang lebih bermakna, seperti
koneksi sosial, spiritualitas, dan pemenuhan diri (Ryan & Deci, 2000).
Ketika seseorang mengorbankan hubungan sosial demi ambisi finansial, mereka
justru bisa merasa lebih terisolasi dan mengalami penurunan kesejahteraan
mental (Cacioppo & Patrick, 2008).
Selain
itu, perasaan kesepian yang dialami oleh individu kaya dan terkenal semakin
menjadi perhatian. Data dari berbagai studi menunjukkan bahwa kesepian dapat
menjadi salah satu penyebab terbesar depresi dan masalah kesehatan mental
lainnya (Holt-Lunstad et al., 2015). Individu yang terlalu fokus pada kekayaan
dan ketenaran sering kali mengabaikan kebutuhan sosialnya, yang akhirnya memicu
perasaan hampa meskipun secara materi mereka tidak kekurangan.
Kebahagiaan
ternyata lebih kompleks dari sekadar angka di rekening bank. Pada akhirnya,
penelitian menunjukkan bahwa kepuasan hidup dan kebahagiaan cenderung datang
dari aspek-aspek non-material, seperti kedekatan dengan orang terkasih,
kebebasan dalam menjalani hidup, dan kesempatan untuk tumbuh sebagai pribadi
yang lebih baik (Seligman, 2002). Menurut konsep kesejahteraan subjektif,
kebahagiaan seseorang sangat bergantung pada persepsi subjektif mereka atas
hidupnya, bukan sekadar pencapaian materi (Diener et al., 1999).
Dengan
demikian, meskipun kekayaan bisa memberikan kenyamanan dan kesempatan, ia
bukanlah faktor penentu kebahagiaan sejati. Kebahagiaan adalah tentang kualitas
hubungan sosial, tujuan hidup yang bermakna, dan kemampuan untuk menghargai
momen kecil dalam hidup. Maka, dalam mengejar kesuksesan, penting untuk menjaga
keseimbangan dan memberikan nilai lebih pada aspek-aspek non-material yang
sering kali terabaikan.
Penulis
Sumarta
Sumber Referensi:
Cacioppo,
J. T., & Patrick, W. (2008). Loneliness: Human nature and the need for
social connection. W.W. Norton & Company.
Diener,
E., & Oishi, S. (2000). Money and happiness: Income and subjective
well-being across nations. In E. Diener & E. Suh (Eds.), Culture and
subjective well-being (pp. 185-218). MIT Press.
Diener,
E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L. (1999). Subjective well-being:
Three decades of progress. Psychological Bulletin, 125(2), 276-302.
Holt-Lunstad,
J., Smith, T. B., Baker, M., Harris, T., & Stephenson, D. (2015).
Loneliness and social isolation as risk factors for mortality: A meta-analytic
review. Perspectives on Psychological Science, 10(2), 227-237.
House, J.
S., Landis, K. R., & Umberson, D. (1988). Social relationships and health. Science,
241(4865), 540-545.
Kahneman,
D., & Deaton, A. (2010). High income improves evaluation of life but not
emotional well-being. Proceedings of the National Academy of Sciences, 107(38),
16489-16493.
Kasser,
T. (2002). The high price of materialism. MIT Press.
Ryan, R.
M., & Deci, E. L. (2000). Self-determination theory and the facilitation of
intrinsic motivation, social development, and well-being. American Psychologist,
55(1), 68-78.
Seligman,
M. E. P. (2002). Authentic happiness: Using the new positive psychology to
realize your potential for lasting fulfillment. Free Press.
Waldinger,
R., & Schulz, M. S. (2015). The Harvard study of adult development. Harvard
Gazette.