Mengapa Orang-Orang Merasa Kosong Meski Kaya dan Terkenal?
Mengapa Orang-Orang Merasa Kosong Meski Kaya dan Terkenal?
Kesepian
adalah fenomena yang semakin sering dialami oleh banyak orang di era modern.
Ironisnya, hal ini sering terjadi meskipun seseorang tampak memiliki semua hal
yang diinginkan seperti kekayaan, popularitas, dan pengakuan sosial. Kesepian
ini terutama disebabkan oleh pola hidup individualistik yang mengabaikan
pentingnya interaksi sosial yang mendalam dan hubungan yang bermakna
(Holt-Lunstad et al., 2010).
Sebagai
masalah psikologis, kesepian berdampak serius pada kesehatan mental dan fisik.
Kurangnya hubungan sosial yang dalam dapat meningkatkan risiko gangguan
kesehatan mental, termasuk depresi dan kecemasan. Bahkan, sebuah penelitian
menunjukkan bahwa kesepian dapat meningkatkan risiko kematian dini setara
dengan merokok atau obesitas, mengingat dampaknya pada tekanan darah dan sistem
kekebalan tubuh (Hawkley & Cacioppo, 2010).
Kesepian
juga berkontribusi pada meningkatnya risiko depresi yang sering dialami oleh
individu yang merasa terisolasi, meski memiliki koneksi di media sosial.
Hubungan yang dangkal di platform digital tidak memberikan manfaat emosional
yang sama seperti interaksi tatap muka atau percakapan mendalam dengan teman
dan keluarga (Twenge et al., 2019). Ini menunjukkan bahwa jumlah teman di media
sosial tidak berbanding lurus dengan rasa kebahagiaan atau kepuasan.
Dalam
kasus yang parah, kesepian bahkan dapat mengarah pada tindakan ekstrem seperti
bunuh diri. Merasa terisolasi secara sosial adalah salah satu faktor risiko
signifikan dalam pencegahan bunuh diri, karena perasaan ini menimbulkan rasa
putus asa dan ketidakberdayaan. Oleh sebab itu, kedekatan dengan orang lain
menjadi penting dalam mengurangi risiko ini (Joiner, 2007).
Untuk
mengatasi kesepian, penelitian merekomendasikan agar seseorang membangun
hubungan yang bermakna dan saling mendukung. Hubungan ini tidak hanya
memberikan dukungan emosional, tetapi juga membantu mengembangkan rasa memiliki
dan keterikatan dengan lingkungan sosial. Koneksi yang dalam ini membangun
ketahanan mental, yang bermanfaat dalam menghadapi berbagai stresor kehidupan
(Cohen & Wills, 1985).
Selain
itu, meluangkan waktu untuk berinteraksi dengan keluarga atau teman-teman dekat
dapat mengurangi perasaan kesepian dan meningkatkan kesejahteraan psikologis.
Aktivitas sosial seperti pertemuan keluarga atau percakapan dengan teman
memberikan rasa keterhubungan yang sangat penting bagi kesejahteraan mental
(Diener & Seligman, 2002).
Secara
keseluruhan, meskipun kesuksesan material terlihat penting, hubungan sosial
yang sehat adalah fondasi utama kebahagiaan. Kebahagiaan sejati terletak pada
kedekatan dan koneksi dengan orang-orang di sekitar kita, bukan sekadar status
sosial atau materi. Membangun hubungan yang bermakna membantu seseorang
merasakan keterhubungan dan memberikan makna dalam kehidupan yang lebih luas
(Ryff & Singer, 2000).
Penulis
Sumarta
Sumber Referensi:
- Cohen, S., & Wills, T.
A. (1985). Stress, social support, and the buffering hypothesis. Psychological
Bulletin, 98(2), 310–357.
- Diener, E., & Seligman,
M. E. P. (2002). Very happy people. Psychological Science, 13(1),
81–84.
- Hawkley, L. C., &
Cacioppo, J. T. (2010). Loneliness matters: A theoretical and empirical
review of consequences and mechanisms. Annals of Behavioral Medicine,
40(2), 218–227.
- Holt-Lunstad, J., Smith, T.
B., & Layton, J. B. (2010). Social relationships and mortality risk: A
meta-analytic review. PLOS Medicine, 7(7), e1000316.
- Joiner, T. E. (2007). Why
people die by suicide. Harvard University Press.
- Ryff, C. D., & Singer,
B. (2000). Interpersonal flourishing: A positive health agenda for the new
millennium. Personality and Social Psychology Review, 4(1), 30–44.
- Twenge, J. M., Spitzberg, B.
H., & Campbell, W. K. (2019). Less in-person social interaction with
peers among U.S. adolescents in the 21st century and links to loneliness. Journal
of Social and Personal Relationships, 36(6), 1892–1913.