Penyelidikan dan Spekulasi

Tragedi pertama yang melibatkan pesawat buatan IPTN



Kecelakaan pesawat CN-235 Merpati di Gunung Puntang pada 1992 mencatatkan diri sebagai tragedi pertama yang melibatkan pesawat buatan IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara). Pada saat itu, CN-235 tergolong baru dan baru mengantongi sekitar 2.000 jam terbang. Sebagai pesawat yang diproduksi secara lokal, kecelakaan ini langsung mengundang perhatian, terutama terkait kredibilitas IPTN sebagai produsen pesawat (Tempo, 1992). Dari pihak IPTN, Direktur Utama Baharudin Jusuf Habibie mengemukakan pandangannya bahwa faktor manusia, khususnya kesalahan pilot, menjadi penyebab utama kecelakaan.

Menurut Habibie, pilot Firda Basaria Panggabean membuat keputusan yang kurang tepat dengan menurunkan ketinggian terlalu cepat, tanpa mengikuti prosedur baku dalam panduan penerbangan. Habibie mengklaim bahwa seharusnya Firda tetap mempertahankan ketinggian hingga mencapai jarak aman dari bandara. Pernyataan ini menuai reaksi keras, terutama dari keluarga Firda yang merasa bahwa tuduhan itu tidak didasari bukti konkret (Kompas, 1992). Sebagian besar keluarga korban menuntut penjelasan yang lebih rinci dan ilmiah untuk menjelaskan apa yang terjadi dalam tragedi ini.

Instruktur penerbangan Merpati, Kapten Toto Subandoro, memberikan perspektif lain. Toto menyoroti kondisi cuaca ekstrem yang dihadapi Firda pada saat itu, yang seharusnya membuat pilot tetap menggunakan panduan instrumen ketimbang visual. Ia menyebutkan bahwa pendekatan visual dalam kondisi cuaca buruk dan medan pegunungan adalah keputusan yang berisiko. Toto juga menambahkan bahwa dalam situasi seperti itu, sistem navigasi dan pengendalian instrumen lebih aman untuk diikuti guna menghindari potensi kecelakaan (NTSB, 1993).

Para ahli penerbangan kemudian mempertimbangkan kemungkinan adanya masalah teknis pada pesawat CN-235 itu sendiri. Meski baru beroperasi, ada beberapa laporan sebelumnya terkait ketidakstabilan pada pesawat ini dalam kondisi tertentu. Pesawat yang digunakan Merpati ini didesain untuk memenuhi standar keselamatan internasional, namun kondisi pegunungan dan cuaca yang tak terduga kerap memerlukan pengendalian yang lebih rumit dari biasanya (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 1993).

Terkait dugaan kesalahan manusia, pihak Merpati melakukan penyelidikan internal untuk meninjau kembali pelatihan pilot dalam menghadapi cuaca ekstrem dan pendekatan di area pegunungan. Di dalam penyelidikan ini, muncul spekulasi bahwa mungkin ada kekurangan dalam simulasi pendekatan visual di medan yang sulit seperti Gunung Puntang. Hasil investigasi tersebut diharapkan dapat menjadi panduan untuk meningkatkan prosedur keselamatan di masa mendatang (Sumolang, 1992).

Kecelakaan ini akhirnya memicu perdebatan luas tentang standar keselamatan penerbangan di Indonesia, terutama dalam pengoperasian pesawat-pesawat yang diproduksi dalam negeri. Perdebatan yang mengemuka mencakup tidak hanya aspek teknis dan kemampuan pilot, tetapi juga perlunya standarisasi prosedur operasional di bawah kondisi yang berisiko tinggi. Beberapa pihak menilai bahwa perlu ada peningkatan dalam pelatihan pilot serta perbaikan sistem navigasi pesawat dalam kondisi cuaca buruk (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 1993).

Tragedi Gunung Puntang menjadi cermin penting bagi dunia penerbangan Indonesia. Polemik tentang kesalahan manusia dan kecukupan standar keselamatan menunjukkan adanya ruang untuk peningkatan pada aspek pelatihan dan pemeliharaan pesawat. Dengan menelisik kembali tragedi ini, dunia penerbangan Indonesia diharapkan dapat lebih siap dalam mengantisipasi situasi darurat serupa dan meningkatkan keselamatan penumpang di masa depan.

Penulis

Sumarta

 

Sumber Referensi:

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. (1993). Laporan Investigasi Kecelakaan CN-235 Merpati Airlines. Jakarta: Kementerian Perhubungan.

Kompas. (1992). "Kontroversi Terkait Penyebab Kecelakaan Pesawat Merpati di Gunung Puntang". Kompas, 20 Oktober.

NTSB. (1993). Aircraft Accident Report: Merpati Airlines Flight MZ5601. Washington, DC: National Transportation Safety Board.

Sumolang, F. (1992). Pernyataan terkait Kecelakaan CN-235 di Gunung Puntang. Jakarta: Merpati Nusantara Airlines.

Tempo. (1992). "Spekulasi Penyebab Kecelakaan Pesawat CN-235". Tempo, 25 Oktober.

Tempo.co. Pesawat Merpati Jatuh di Gunung Puntang: PUTAR BALIK. dari

https://www.youtube.com/@TempoVideoChannel pada 03 Nopember 2024

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel