Bahaya Tafsir Tanpa Kitab: Menjaga Kesucian Pemahaman Al-Qur'an

 

Bahaya Tafsir Tanpa Kitab: Menjaga Kesucian Pemahaman Al-Qur'an

Penulis

Sumarta (Akang Marta)

 


Tafsir Al-Qur'an adalah ilmu yang sakral dan penuh kehati-hatian, yang harus dipelajari dengan rujukan yang sah dan jelas. Sebagai analogi, mengajarkan tafsir tanpa kitab bagaikan memasuki hutan tanpa peta. Tanpa peta yang jelas, perjalanan menuju tujuan akan sangat berisiko. Begitu pula dalam tafsir, tanpa rujukan yang jelas, seseorang bisa saja tersesat dalam pemahaman yang salah. Kitab-kitab tafsir klasik, seperti Tafsir Jalalayn, Al-Itqan karya Imam Suyuti, dan Faidul Khabir karya Mbah Mun, merupakan sumber utama yang mengandung penjelasan mendalam terkait makna ayat-ayat Al-Qur'an. Kitab-kitab ini bukan hanya memberikan penjelasan teks, tetapi juga memperkenalkan konteks sejarah, sosial, dan budaya yang menyertai wahyu Al-Qur'an, yang sangat penting untuk memahami makna asli yang dimaksud oleh Allah SWT.

Mbah Mun, seorang ulama besar dari Indonesia, dikenal sebagai ahli tafsir yang sanad keilmuannya sampai kepada Syekh Sayid Alawi. Tradisi sanad keilmuan ini menunjukkan betapa pentingnya transmisi ilmu yang turun-temurun, dari generasi ke generasi. Sanad bukan hanya menjadi penghubung antara pengajaran dan pengajaran sebelumnya, tetapi juga jaminan bahwa ilmu yang disampaikan tidak terputus dan tetap terjaga kualitasnya. Melalui sanad yang jelas, tafsir yang diberikan akan lebih mudah dipertanggungjawabkan dan tidak mudah dipelintir. Mengajar tafsir tanpa merujuk pada kitab-kitab yang sudah diakui otoritasnya, serta tanpa memperhatikan sanad, akan sangat berbahaya, karena bisa menyesatkan umat dan merusak esensi ajaran yang terkandung dalam Al-Qur'an.

Bagi seorang mufassir, kitab-kitab tafsir tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menjelaskan teks Al-Qur'an, tetapi juga sebagai penjaga agar pemahaman yang diberikan tetap berada dalam kerangka ajaran Islam yang sahih. Ketika seseorang memberikan tafsir tanpa merujuk pada kitab-kitab yang telah teruji keabsahannya, mereka membuka celah bagi pemahaman yang keliru. Pemahaman yang salah ini tidak hanya merugikan individu yang mendengarkannya, tetapi juga dapat memperburuk kondisi pemahaman umat secara umum. Oleh karena itu, kitab-kitab tafsir yang telah ada seharusnya dijadikan sumber rujukan utama, karena mereka memberikan pemahaman yang lebih holistik tentang teks Al-Qur'an, baik dari sisi bahasa, sejarah, maupun konteks sosial yang ada pada saat wahyu diturunkan.

Tafsir yang dilakukan tanpa kitab atau dasar ilmu yang kuat dapat menimbulkan kebingungan dan keraguan di kalangan umat Islam. Hal ini sangat berbahaya, karena setiap ayat dalam Al-Qur'an memiliki makna yang dalam dan luas. Salah satu kesalahan dalam tafsir dapat mengubah pemahaman terhadap ajaran Islam secara keseluruhan. Jika tafsir diberikan tanpa memperhatikan kitab dan sanad, hal itu akan membuka pintu bagi kesalahan tafsir yang lebih besar dan memperburuk pemahaman umat. Seperti yang diingatkan oleh para ulama, memberikan tafsir tanpa dasar yang jelas bukan hanya dapat menyesatkan orang lain, tetapi juga bisa dianggap sebagai tindakan yang mendekati kekufuran, karena dapat mengubah esensi wahyu yang sebenarnya.

Fenomena tafsir tanpa kitab ini, terutama di era modern, semakin marak. Banyak orang yang dengan percaya diri memberikan penafsiran Al-Qur'an berdasarkan opini atau pengalaman pribadi mereka, tanpa memperhatikan rujukan yang sah. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena dengan semakin banyaknya pendapat yang tidak berdasar, umat Islam bisa menjadi bingung dan terpecah dalam memahami Al-Qur'an. Padahal, tujuan dari tafsir adalah untuk memperjelas dan menjelaskan wahyu Allah agar umat Islam dapat menjalani hidup sesuai dengan petunjuk-Nya. Oleh karena itu, umat Islam harus berhati-hati dalam menerima tafsir yang tidak memiliki dasar ilmu yang jelas, karena hal tersebut bisa merusak pemahaman mereka terhadap ajaran Islam yang sebenarnya.

Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk selalu merujuk pada kitab-kitab tafsir yang sudah diakui kebenarannya dan memiliki sanad yang jelas. Kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Jalalayn, Al-Itqan, dan Faidul Khabir memiliki otoritas yang tak terbantahkan dalam dunia keilmuan Islam. Mengikuti pemahaman yang diajarkan dalam kitab-kitab tersebut adalah cara terbaik untuk memastikan bahwa tafsir yang diberikan sesuai dengan ajaran Islam yang murni dan tidak terpengaruh oleh pemahaman pribadi yang bisa menyesatkan. Dengan menjaga kesucian ilmu tafsir dan merujuk pada sumber yang sahih, umat Islam dapat memastikan bahwa mereka tetap berada di jalur yang benar dalam memahami wahyu Allah.

Referensi

  • Al-Shatibi, I. (2000). Al-Muwafaqat fi Usul al-Shariah. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
  • al-Jurjani, A. (2000). Al-Ta'rifat. Dar al-Maktabah al-‘Asriyyah.
  • Zubair, K. H. Maimoen. (2005). Majmu'ah Fatawa K.H. Maimoen Zubair. Dar al-Taqwa.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel