Bakiak dan Kesaktian dalam Perang Surabaya: Legenda Kiai Abbas yang Menginspirasi

 

Bakiak dan Kesaktian dalam Perang Surabaya: Legenda Kiai Abbas yang Menginspirasi

Kontributor

Sumarta (Akang Marta)

 


Salah satu kisah paling mengesankan dalam sejarah Perang Surabaya 10 November 1945 adalah peran Kiai Abbas Abdul Jamil, seorang ulama besar dari Pesantren Buntet Cirebon, yang tidak hanya terlibat dalam perjuangan fisik, tetapi juga memegang peranan spiritual yang sangat kuat. Sebelum berangkat menuju medan perang, Kiai Abbas mempersiapkan diri dengan cara yang sangat sederhana namun penuh makna. Dalam perjalanannya, beliau menitipkan sebuah bungkusan kepada pengawalnya, Abdul Wahid, yang ternyata hanya berisi sepasang bakiak. Benda sederhana ini bukan hanya sekadar alas kaki, tetapi memiliki makna yang mendalam dalam perjalanan spiritual dan simbolik Kiai Abbas. Bakiak tersebut diyakini menjadi lambang keteguhan hati, perjuangan, dan semangat yang tak tergoyahkan oleh segala rintangan. Sebagai seorang ulama, Kiai Abbas memahami bahwa dalam perjuangan, selain keberanian fisik, keteguhan iman dan spiritualitas yang tinggi juga sangat dibutuhkan.

Setibanya di Surabaya, Kiai Abbas ditunjuk oleh para ulama, termasuk Kiai Hasyim Asy'ari, untuk menjadi komandan dalam pertempuran melawan pasukan Sekutu. Penunjukan ini bukan tanpa alasan, karena Kiai Abbas dikenal bukan hanya sebagai seorang pemimpin spiritual, tetapi juga sebagai seorang yang memiliki kemampuan luar biasa dalam memimpin pasukan. Dalam medan perang, keberanian dan karisma Kiai Abbas sangat terasa. Salah satu hal yang paling menonjol dalam pertempuran tersebut adalah cara beliau berperang. Dengan mengenakan bakiak, Kiai Abbas seakan menunjukkan simbol keteguhan hati dan keyakinan yang tak tergoyahkan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bakiak yang digunakan bukanlah sekadar alas kaki, tetapi juga menjadi simbol dari semangat juang yang tidak terhalang oleh apapun, bahkan oleh keterbatasan fisik sekalipun. Tindakan Kiai Abbas ini menjadi inspirasi bagi banyak pejuang yang ikut berperang di Surabaya, menunjukkan bahwa senjata yang paling ampuh adalah keberanian, keteguhan hati, dan doa.

Selain keberaniannya, terdapat pula kisah-kisah luar biasa mengenai karamah atau keistimewaan yang dimiliki oleh Kiai Abbas. Menurut kesaksian dari para santrinya, beliau mampu melakukan hal-hal yang tak terjangkau oleh akal sehat. Dalam pertempuran Surabaya, Kiai Abbas dikatakan mampu melumpuhkan pesawat-pesawat sekutu dengan hanya menggunakan doa dan tasbih. Meskipun secara fisik tidak ada senjata yang digunakan, pesawat-pesawat tersebut dilumpuhkan dengan kekuatan doa dan ketenangan hati Kiai Abbas. Sebagai seorang ulama, beliau mengandalkan kekuatan spiritual dalam perjuangan ini, dan hal ini menjadi bukti bahwa dalam medan perang, spiritualitas juga memiliki peranan yang sangat besar. Karamah yang ditunjukkan Kiai Abbas bukan hanya sekadar legenda, tetapi menjadi kenyataan yang menguatkan keyakinan umat Islam bahwa keberanian dan doa bisa menjadi senjata yang lebih kuat daripada apapun yang tampak di dunia fisik.

Keberadaan Kiai Abbas dalam pertempuran Surabaya bahkan diyakini bisa berada di dua tempat sekaligus. Menurut cerita yang berkembang di kalangan santri dan pejuang, Kiai Abbas mampu menggerakkan alu dan lesung sebagai senjata, bahkan menghancurkan puluhan pesawat hanya dengan kibasan sorban. Kisah ini semakin mempertegas bahwa Kiai Abbas memiliki kesaktian yang luar biasa, yang tidak hanya terlihat di medan perang, tetapi juga dalam setiap langkah hidupnya. Keberadaannya yang dianggap ada di dua tempat sekaligus memberikan kesan bahwa kekuatan spiritual Kiai Abbas mampu menembus ruang dan waktu. Ini bukan hanya menunjukkan karamah yang luar biasa, tetapi juga mengilhami para pejuang untuk tetap teguh dalam keyakinan mereka, meskipun menghadapi lawan yang jauh lebih besar. Kisah Kiai Abbas ini akhirnya menjadi bagian dari sejarah perjuangan Indonesia, yang mengajarkan bahwa dalam setiap peperangan, tidak hanya fisik yang harus dipersiapkan, tetapi juga kekuatan iman dan doa.

Pesan yang bisa diambil dari kisah heroik Kiai Abbas dalam Perang Surabaya adalah pentingnya perpaduan antara kekuatan fisik dan spiritual dalam mencapai tujuan yang lebih besar. Meskipun Perang Surabaya dihadapkan pada tantangan besar, dengan keberanian dan semangat juang yang tinggi, Kiai Abbas menunjukkan bahwa perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia juga memerlukan keteguhan iman dan kekuatan batin yang tidak kalah penting. Bakiak, yang sederhana namun penuh makna, menjadi simbol dari semangat juang yang tak terhingga, dan karamah Kiai Abbas menunjukkan bahwa dalam menghadapi musuh, doa dan keteguhan hati bisa menjadi senjata yang lebih ampuh daripada apapun. Hingga kini, kisah Kiai Abbas menjadi legenda yang tak hanya dikenang dalam sejarah, tetapi juga dijadikan teladan oleh banyak generasi penerus bangsa untuk terus berjuang, tidak hanya dengan kekuatan fisik, tetapi juga dengan kekuatan hati dan iman yang kokoh.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel