Dialog dengan Nabi Musa: Kritik dan Sentimen dalam Mi’raj

 

Dialog dengan Nabi Musa: Kritik dan Sentimen dalam Mi’raj

Penulis

Sumarta (Akang Marta)

 


Perjalanan Mi’raj Nabi Muhammad SAW membawa beliau melewati berbagai langit, dan salah satu momen yang paling menarik adalah dialog dengan Nabi Musa AS. Ketika Nabi Muhammad menerima perintah Allah SWT untuk melaksanakan salat lima puluh kali sehari, Nabi Musa, yang telah berpengalaman dalam memimpin umat Bani Israel, memberikan kritik yang konstruktif. Nabi Musa menyarankan agar jumlah salat tersebut dikurangi, mengingat beban berat yang harus ditanggung oleh umat Nabi Muhammad. Hal ini didasarkan pada pengalamannya ketika beliau memimpin umat Bani Israel yang juga diberikan perintah serupa, tetapi tidak mampu melaksanakannya dengan baik karena banyaknya beban dan kesulitan. Dialog ini menunjukkan perhatian Nabi Musa yang mendalam terhadap umat Muhammad, mengingat tantangan yang dihadapi umat manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Nabi Musa berargumen bahwa umat Nabi Muhammad akan kesulitan melaksanakan salat sebanyak itu, mengingat faktor-faktor fisik, sosial, dan spiritual yang bisa membebani umat manusia. Ia mengingat betul bagaimana umat Bani Israel merasakan kesulitan yang besar ketika mereka diperintahkan untuk melakukan ibadah yang sangat berat. Keprihatinan Nabi Musa didasarkan pada pengalamannya sebagai seorang pemimpin yang memahami keadaan umatnya dengan sangat baik. Dia mengetahui bahwa umat manusia memiliki keterbatasan, baik secara fisik maupun mental, sehingga sebuah perintah yang sangat berat bisa menyebabkan kesulitan dan bahkan kegagalan dalam menjalankan ibadah tersebut. Oleh karena itu, Nabi Musa menyarankan agar jumlah salat tersebut dikurangi demi kemudahan umat Nabi Muhammad.

Mendengar saran Nabi Musa, Nabi Muhammad kemudian kembali kepada Allah SWT beberapa kali untuk memohon keringanan. Setiap kali Nabi Muhammad kembali, Allah SWT memberikan pengurangan jumlah salat, hingga akhirnya jumlah salat diwajibkan hanya lima waktu sehari. Meskipun jumlah salat berkurang, pahala yang didapatkan umat Islam dari lima waktu salat tersebut tetap setara dengan lima puluh waktu salat. Hal ini menunjukkan kebesaran rahmat Allah yang senantiasa memberikan kemudahan kepada umat-Nya. Meskipun jumlah salat yang diperintahkan berkurang, namun substansi dan pahala dari ibadah tersebut tetap dijaga oleh Allah. Keputusan ini menggambarkan kasih sayang Allah terhadap umat manusia, memberikan keringanan tanpa mengurangi nilai ibadah yang harus dilaksanakan.

Dialog antara Nabi Muhammad dan Nabi Musa ini juga mencerminkan adanya elemen sentimen dan rasa persaudaraan antar nabi. Meskipun keduanya memiliki peran dan tugas yang berbeda dalam sejarah umat manusia, terdapat rasa saling peduli dan perhatian yang mendalam antara mereka. Nabi Musa, dengan segala pengalamannya, tidak hanya memberi nasihat, tetapi juga menunjukkan bahwa ia mengerti tantangan yang dihadapi oleh umat Muhammad. Dalam hal ini, sentimen yang muncul adalah bentuk perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan umat manusia. Keprihatinan Nabi Musa terhadap kesulitan umat Muhammad menunjukkan bahwa para nabi memiliki hubungan yang erat, meskipun mereka hidup di zaman yang berbeda dan dihadapkan pada kondisi yang berbeda pula.

Lebih dari sekadar kritik konstruktif, dialog ini juga menunjukkan adanya semangat kompetisi spiritual yang sehat antara para nabi. Setiap nabi berusaha memberikan yang terbaik untuk umatnya, baik dalam hal ibadah maupun dalam menjalankan perintah Allah. Nabi Musa ingin agar umat Muhammad mendapatkan kemudahan, namun dalam waktu yang sama, beliau juga menginginkan agar umat tersebut tetap memiliki kesempatan untuk meraih pahala yang besar. Ini menggambarkan kompetisi dalam kebaikan yang wajar di kalangan para nabi, yang selalu berusaha untuk menuntun umatnya ke jalan yang benar, meskipun mereka saling berbeda dalam pengalaman dan pendekatan mereka.

Dialog ini juga mengajarkan umat Islam tentang pentingnya berdoa dan memohon keringanan kepada Allah SWT ketika menghadapi beban hidup yang berat. Umat Nabi Muhammad, dengan ajaran salat yang telah disyariatkan, diingatkan untuk selalu berusaha melaksanakan ibadah dengan penuh keikhlasan dan ketulusan, meskipun terkadang tantangan dan kesulitan hadir dalam kehidupan sehari-hari. Namun, umat Islam juga diajarkan bahwa Allah SWT adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang selalu memberikan kemudahan kepada hamba-Nya. Dengan demikian, umat Islam dapat belajar untuk bersabar, berdoa, dan berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan perintah Allah, sambil meyakini bahwa rahmat-Nya akan selalu mencukupi.

Referensi

Al-Qur'an al-Karim, Surah Al-Baqarah: 45-47.
Al-Bukhari, M. (1997). Sahih al-Bukhari (Vol. 1). Dar al-Ilm li al-Malayin.
Muslim, I. (1998). Sahih Muslim (Vol. 2). Dar al-Ma'arifah.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel