Doa untuk Orang yang Telah Meninggal: Tradisi dan Kontroversi

 

Doa untuk Orang yang Telah Meninggal: Tradisi dan Kontroversi

Penulis

Sumarta (Akang Marta)

 


Doa untuk orang yang telah meninggal merupakan salah satu tradisi yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ajaran Islam. Dalam banyak budaya Muslim, tradisi ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang kepada orang yang telah berpulang. Praktik ini bervariasi, mulai dari doa pribadi hingga doa bersama dalam bentuk tahlil atau mitung dino, yaitu tradisi doa bersama pada hari ketujuh setelah kematian. Doa-doa ini biasanya dipanjatkan untuk memohonkan ampunan dan rahmat Allah bagi orang yang telah meninggal. Meski demikian, tradisi ini tidak lepas dari perdebatan di kalangan umat Islam, terutama mengenai apakah praktik-praktik seperti tahlil itu termasuk dalam kategori bid'ah ataukah sahih sebagai bentuk kasih sayang dan penghormatan. Sebagian pihak melihatnya sebagai perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang murni, sementara yang lain menganggapnya sebagai bentuk solidaritas sosial dan spiritual yang memberi kebaikan bagi almarhum.

Kontroversi terkait doa bersama untuk orang yang meninggal ini terpusat pada interpretasi terhadap ajaran Islam itu sendiri. Mereka yang menentang praktik seperti tahlil sering menganggap bahwa ibadah yang tidak diajarkan secara eksplisit dalam Al-Qur'an dan Hadis dapat dianggap sebagai bid'ah (inovasi dalam agama). Pandangan ini mengacu pada prinsip dasar bahwa ibadah hanya sah jika berdasarkan pada petunjuk yang jelas dalam teks-teks agama. Sebaliknya, mereka yang mendukung tradisi ini berargumen bahwa doa bersama adalah bentuk kasih sayang yang alami, di mana keluarga dan kerabat berkumpul untuk mendoakan orang yang telah meninggal, sebagaimana halnya doa-doa yang kita panjatkan untuk diri kita sendiri. Hal ini menggambarkan bagaimana doa tidak hanya dianggap sebagai kewajiban, tetapi juga sebagai bentuk ikatan emosional yang terus berlanjut meskipun orang tersebut telah tiada.

Pada dasarnya, doa adalah bentuk komunikasi antara hamba dengan Allah, yang diyakini memiliki kekuatan untuk memberikan manfaat bagi orang yang telah meninggal. Dalam Al-Qur'an, terdapat ayat-ayat yang menekankan pentingnya doa untuk orang lain, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Salah satunya adalah doa yang sering dibaca oleh banyak Muslim, yakni "Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghira" yang artinya "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, dan kasihilah keduanya sebagaimana mereka mengasihiku ketika aku masih kecil" (QS. Al-Isra: 24). Doa ini menjadi pengingat bahwa orang tua, yang telah meninggal, tetap membutuhkan doa kita, dan inilah yang menjadi landasan bagi banyak orang untuk mendoakan almarhum mereka, berharap agar mereka mendapat ampunan dan rahmat dari Allah.

Pandangan bahwa doa untuk orang yang telah meninggal dapat memberi kebaikan tidak hanya untuk si mati, tetapi juga untuk yang hidup, juga dipertegas oleh Hadis Nabi Muhammad SAW. Dalam salah satu hadisnya, beliau bersabda, "Apabila seorang anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang shaleh untuknya" (HR. Muslim). Hadis ini memperlihatkan bahwa doa anak yang shaleh memiliki nilai penting dan menjadi amal jariyah bagi orang tua yang telah meninggal. Ini menjelaskan mengapa banyak umat Islam berdoa untuk orang yang telah meninggal, karena diyakini bahwa doa tersebut tidak hanya membawa manfaat bagi almarhum, tetapi juga bagi yang mendoakan, terutama bagi mereka yang melakukannya dengan penuh keikhlasan dan ketaatan kepada Allah.

Secara teologis, doa bagi orang yang telah meninggal juga dipandang sebagai wujud kasih sayang yang berkelanjutan meskipun fisik orang yang telah meninggal tidak lagi ada. Dalam banyak pemikiran Islam, meskipun tubuh fisik telah berpulang, jiwa tetap ada dalam dimensi yang berbeda dan akan menghadapi konsekuensi perbuatan yang dilakukan di dunia. Oleh karena itu, doa menjadi sarana untuk mengirimkan kebaikan dan ampunan bagi mereka yang telah meninggal, terutama yang masih memiliki hubungan darah dengan kita. Hal ini menjadi bagian dari penghormatan terakhir yang dapat kita berikan kepada mereka. Dengan berdoa, kita tidak hanya berharap bahwa mereka akan mendapatkan ampunan, tetapi juga agar hubungan kita tetap terjaga dalam bentuk doa yang berkelanjutan, meskipun mereka telah tiada.

Sementara itu, meskipun ada kontroversi terkait praktik doa bersama seperti tahlil, esensi dari doa bagi orang yang telah meninggal tetap penting dan menjadi bagian integral dalam tradisi Islam. Doa bukan hanya sarana untuk memohon ampunan dan rahmat, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terakhir yang dapat dilakukan oleh keluarga yang ditinggalkan. Sebagai umat Islam, kita diingatkan bahwa tujuan dari doa ini adalah untuk mengingatkan diri kita tentang kehidupan setelah mati dan untuk merenungkan hakikat kehidupan di dunia. Dalam berbagai tradisi, doa untuk orang yang telah meninggal juga berfungsi sebagai sarana untuk menyatukan keluarga dan masyarakat dalam kebersamaan dan kasih sayang. Meskipun perdebatan tentang praktik-praktik tertentu mungkin terus berlanjut, esensi dari doa itu sendiri tetap menjadi bentuk kasih sayang dan penghormatan yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Referensi

Al-Qur'an al-Karim, Surah Al-Isra: 24.
Muslim, I. (1998). Sahih Muslim (Vol. 2). Dar al-Ma'arifah.
Al-Bukhari, M. (1997). Sahih al-Bukhari (Vol. 1). Dar al-Ilm li al-Malayin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel