Jalaluddin Rumi: Tarian Menuju Kekasih Ilahi

 

Jalaluddin Rumi: Tarian Menuju Kekasih Ilahi

Penulis

Sumarta (Akang Marta)

 


Jalaluddin Rumi, seorang ulama dan penyair sufi yang terkenal, memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang kematian dibandingkan dengan pandangan umum. Dalam pandangan Rumi, kematian bukanlah sebuah akhir, melainkan sebuah awal menuju kebebasan sejati, yaitu kembali kepada Sang Kekasih, Allah. Bagi Rumi, kematian adalah proses yang sangat natural dan seharusnya tidak dipandang dengan kesedihan atau rasa takut. Ketika seorang murid menangisi kematian gurunya, Rumi menyebutnya sebagai ketidaktahuan karena mereka tidak memahami hakikat sejati kehidupan dan kematian. Menurut Rumi, kehidupan dunia ini hanya merupakan sebuah fase sementara yang penuh dengan ujian dan penderitaan, sedangkan kematian adalah pembebasan dari segala penderitaan tersebut. Bagi Rumi, perayaan kematian justru merupakan perayaan kebebasan spiritual yang sejati, bukan sesuatu yang harus diratapi.

Pandangan Rumi tentang kematian dan kehidupan ini tentunya bertentangan dengan banyak pandangan agama dan budaya lainnya. Kebanyakan orang memandang kematian sebagai kehilangan yang menyedihkan, dan sering kali kematian dihubungkan dengan perasaan takut dan cemas. Namun, dalam ajaran Rumi, kematian adalah saat di mana jiwa akhirnya bisa melepaskan diri dari dunia fana yang penuh dengan keterikatan dan penyesalan. Oleh karena itu, Rumi mengajarkan kepada pengikutnya untuk tidak takut atau bersedih hati ketika menghadapi kematian, tetapi untuk menyambutnya dengan hati yang lapang, penuh cinta, dan kebahagiaan. Rumi menggambarkan kematian sebagai perjalanan menuju pertemuan dengan Tuhan, dan bagi para pengikutnya, ini adalah sebuah janji akan kedamaian dan kebahagiaan yang abadi.

Ajaran Rumi tentang kematian sebagai kebebasan spiritual ini memiliki pengaruh besar terhadap banyak orang, terutama dalam masyarakat yang sering kali terjebak dalam materialisme dan keterikatan pada duniawi. Rumi menyatakan bahwa kehidupan dunia adalah sumber penderitaan yang tiada habisnya, karena manusia selalu terperangkap dalam keinginan dan keterikatan yang tak berujung. Bagi Rumi, kebahagiaan sejati hanya bisa ditemukan ketika seseorang mampu melepaskan diri dari semua ketergantungan duniawi tersebut dan kembali kepada Tuhan. Pandangan ini memberikan sebuah penghiburan yang sangat mendalam bagi orang-orang yang menghadapi kesulitan hidup. Dengan memahami bahwa kematian adalah pintu untuk mencapai kebebasan sejati, seseorang dapat menjalani kehidupan dengan lebih lapang dan lebih siap dalam menghadapi segala cobaan.

Dalam banyak puisi dan syairnya, Rumi menggunakan metafora cinta dan kerinduan untuk menggambarkan hubungan antara manusia dan Tuhan. Cinta, menurut Rumi, adalah kekuatan yang menggerakkan seluruh alam semesta dan menjadi dasar dari kehidupan spiritual. Dalam pandangan Rumi, cinta kepada Tuhan adalah cinta yang tak terhingga dan abadi, yang menjadi tujuan akhir dari setiap jiwa. Kehidupan ini, dalam pandangan Rumi, adalah tarian menuju kekasih Ilahi, sebuah perjalanan spiritual di mana setiap langkah kita semakin mendekat kepada Tuhan. Rumi menganggap bahwa kehidupan yang benar-benar berarti adalah kehidupan yang dipenuhi dengan kerinduan dan cinta kepada Tuhan, yang membawa seseorang pada penyatuan dengan-Nya. Oleh karena itu, Rumi mengajarkan bahwa kematian, sebagai titik peralihan, adalah saat di mana cinta kepada Tuhan tercapai dengan sempurna, ketika jiwa akhirnya bebas dari belenggu dunia.

Tarian menuju Tuhan yang diajarkan oleh Rumi bukanlah tarian fisik semata, tetapi lebih merujuk pada perjalanan batin yang penuh makna. Tarian ini adalah simbol dari proses spiritual yang dihadapi oleh setiap individu dalam perjalanan menuju Tuhan. Dalam ajarannya, tarian ini menggambarkan kebebasan batin yang diperoleh dengan melepaskan ego dan keterikatan duniawi. Rumi menekankan bahwa hanya dengan mengosongkan diri dari segala keinginan dan kepentingan dunia, seseorang dapat merasakan kedamaian yang sejati dan mengalami penyatuan dengan Tuhan. Proses ini, meskipun kadang penuh dengan tantangan dan ujian, pada akhirnya membawa seseorang menuju kedamaian yang hakiki. Rumi mengajarkan bahwa tarian ini harus dilakukan dengan penuh cinta, kerinduan, dan kesadaran yang mendalam akan hakikat hidup yang sejati.

Pandangan Rumi tentang kematian dan kehidupan ini memberikan pengajaran yang sangat relevan di zaman modern yang sering kali dihantui oleh ketakutan dan kecemasan terhadap kematian. Banyak orang merasa terjebak dalam rutinitas kehidupan duniawi yang materialistis, yang menuntut mereka untuk selalu mengejar kesuksesan dan kekayaan. Rumi mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada pencapaian duniawi, tetapi pada kedamaian batin yang berasal dari hubungan yang dekat dengan Tuhan. Ajaran Rumi mengajarkan kita untuk menghadapi kematian dengan penuh cinta dan penerimaan, serta untuk menjalani kehidupan dengan penuh kerinduan akan Tuhan. Dengan demikian, Rumi mengajarkan bahwa kehidupan adalah sebuah perjalanan menuju Tuhan yang penuh dengan cinta dan harapan, dan kematian adalah bagian dari perjalanan itu yang harus dirayakan, bukan ditakuti.

Referensi

Barks, C. (1995). The Essential Rumi. HarperOne.
Shah, I. (1998). The Sufis. Anchor Books.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel