Kehebatan Pencak Silat dan Filosofi Bakiak: Kiai Abbas, Ulama dan Pendekar Legendaris
Kehebatan
Pencak Silat dan Filosofi Bakiak: Kiai Abbas, Ulama dan Pendekar Legendaris
Kontributor
Sumarta
(Akang Marta)
Kiai
Abbas Abdul Jamil dikenal sebagai sosok yang luar biasa dalam banyak aspek
kehidupan, tidak hanya sebagai seorang ulama besar, tetapi juga sebagai seorang
ahli pencak silat yang tak tertandingi. Di Pesantren Buntet, Cirebon, tempat
beliau mengabdikan dirinya sebagai pendidik dan pemimpin, Kiai Abbas sering
menguji kemampuan murid-muridnya dalam seni bela diri. Namun, yang membuat
kisahnya lebih menarik adalah kebiasaannya yang unik sebelum bertarung, yakni
selalu mengganti alas kakinya dengan bakiak. Keputusan untuk memakai bakiak
sebelum menghadapi para muridnya bukan sekadar soal kenyamanan atau kebiasaan,
tetapi memiliki makna filosofi yang mendalam. Bakiak, yang dianggap sederhana
oleh banyak orang, menjadi simbol kesederhanaan, keteguhan, dan kekuatan batin
yang mengiringi setiap langkah Kiai Abbas dalam berinteraksi dengan dunia.
Filosofi bakiak ini mengajarkan bahwa kekuatan sejati bukan hanya datang dari
fisik semata, tetapi dari keteguhan hati dan kebijaksanaan dalam menghadapi
tantangan hidup.
Kehebatan
Kiai Abbas dalam pencak silat sangat mencolok. Setiap kali bertarung, beliau
menunjukkan kecepatan gerakan yang luar biasa. Banyak yang mengatakan bahwa
Kiai Abbas bergerak seolah-olah tidak menempel di tanah, seperti tubuhnya
mengapung di udara. Gerakan beliau yang cepat dan lincah membuat lawan-lawannya
tidak dapat menyentuh tubuhnya, meskipun mereka berusaha keras. Hal ini menjadi
bukti bahwa kehebatan Kiai Abbas dalam pencak silat bukan hanya karena kekuatan
fisiknya, tetapi juga karena kedalaman ilmu yang beliau miliki. Dalam setiap
gerakan, terdapat keseimbangan antara kekuatan fisik dan kekuatan mental, yang
menjadi kunci utama dalam seni bela diri. Sebagai seorang ulama, Kiai Abbas
tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga nilai-nilai perjuangan,
keteguhan, dan keadilan melalui seni bela diri ini.
Selain
kecepatan dan kelincahan gerakannya, pukulan Kiai Abbas juga terkenal sangat
mematikan. Namun, meskipun kekuatan fisiknya sangat besar, beliau selalu
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam setiap tindakan. Keberanian dan kekuatan
yang dimiliki oleh Kiai Abbas dalam seni bela diri bukan digunakan untuk
menyakiti atau merendahkan orang lain, tetapi untuk melindungi dan mengajarkan
kedamaian. Seorang pendekar silat, Mang Kiyom, yang pernah menjadi murid Kiai
Abbas, mengatakan bahwa pukulan Kiai Abbas sangat mematikan, tetapi beliau
selalu mengutamakan kebaikan dan kesabaran dalam menghadapi setiap tantangan.
Dalam pandangan Kiai Abbas, pencak silat lebih dari sekadar bela diri fisik,
tetapi juga sarana untuk melatih ketenangan batin dan menjaga kehormatan diri.
Kisah
yang menarik juga datang dari seorang preman Belanda yang pernah menyerang Kiai
Abbas dengan belati. Dalam kejadian tersebut, meskipun preman tersebut mencoba
untuk melukai Kiai Abbas, beliau tidak membalasnya dengan kekerasan.
Sebaliknya, Kiai Abbas menunjukkan kesabaran dan keluhuran sikap, yang pada
akhirnya membuat preman tersebut terkesan. Melihat keluhuran dan kebijaksanaan
Kiai Abbas, preman itu akhirnya berubah sikap dan menjadi murid setia beliau.
Cerita ini menjadi salah satu bukti bahwa dalam setiap pertarungan, baik itu
fisik maupun mental, Kiai Abbas selalu menjunjung tinggi prinsip-prinsip
kemanusiaan dan kedamaian. Bagi beliau, seni bela diri bukan hanya untuk
membela diri, tetapi juga sebagai sarana untuk mendidik dan membimbing orang
lain ke jalan yang lebih baik.
Kehebatan
Kiai Abbas dalam pencak silat dan filosofi bakiak yang beliau ajarkan memiliki
pengaruh yang mendalam bagi banyak orang. Di Pesantren Buntet, para santri
tidak hanya diajarkan ilmu agama, tetapi juga seni bela diri yang mengajarkan
disiplin, keteguhan, dan kebijaksanaan. Dengan mengajarkan nilai-nilai
kemanusiaan dan kesederhanaan, Kiai Abbas menunjukkan bahwa pencak silat bukan
hanya soal menang dan kalah, tetapi juga tentang menghargai kehidupan dan
menghormati orang lain. Melalui cerita-cerita seperti ini, kita bisa melihat
betapa dalamnya hubungan antara spiritualitas dan seni bela diri dalam
kehidupan Kiai Abbas, dan bagaimana beliau berhasil menggabungkan keduanya
untuk memberikan teladan hidup yang penuh kebijaksanaan dan keberanian.