Kepala Negara, Kepala Lisan: Evaluasi Etika Pejabat Negara dalam Menciptakan Keteladanan
Kepala Negara, Kepala Lisan: Evaluasi Etika Pejabat Negara dalam Menciptakan Keteladanan
Selamat pagi, pemirsa! Terkadang, sebuah kalimat yang terucap bisa lebih
tajam dari sekadar kata-kata yang diucapkan dalam sebuah rapat atau pidato
resmi. Ketika seorang pejabat negara berbicara, apalagi yang menyandang posisi
penting seperti utusan khusus presiden, setiap kata yang terucap memancarkan
wibawa dan memengaruhi persepsi publik terhadap institusi yang mereka wakili.
Namun, apa yang terjadi ketika kata-kata yang keluar justru melukai,
merendahkan, dan menciptakan ketegangan sosial? Inilah yang terjadi dalam kasus
pernyataan yang dikeluarkan oleh Miftah Maulana, utusan khusus presiden bidang
kerukunan beragama dan pembinaan sarana keagamaan, yang baru-baru ini memantik
kemarahan publik.
Pernyataan Miftah yang diduga merendahkan seorang penjual es teh, meskipun
dalam bentuk bercanda, telah memunculkan polemik. Hal ini menjadi topik hangat
di kalangan masyarakat, karena seharusnya seorang pejabat negara—terlebih
seorang penceramah agama—menjadi teladan dalam berbicara, bukan justru
menggunakan kata-kata yang bisa menyakitkan orang lain. Dalam konteks bercanda
sekalipun, ucapan yang terlontar seharusnya tetap memperhatikan norma dan etika
yang berlaku, terutama ketika kita berbicara tentang seseorang yang berada di
posisi yang berpengaruh terhadap masyarakat.
Editorial Media Indonesia edisi Jumat, 6 Desember 2024, dengan tema
"Mulutmu, Perangaimu," membahas lebih jauh tentang bagaimana
pernyataan Miftah mencerminkan sikap yang tidak patut dari seorang pejabat
negara. Dalam editorial ini, dibahas juga bagaimana efek dari perkataan seorang
pejabat bisa jauh lebih besar daripada yang kita bayangkan. Tidak hanya
berdampak pada individu yang menjadi sasaran ejekan, tetapi juga menciptakan
suasana ketidakpercayaan terhadap pejabat dan lembaga negara. Bahkan, ada
kekhawatiran bahwa peristiwa ini dapat merusak citra Indonesia yang selama ini
dikenal sebagai negara dengan nilai-nilai toleransi dan keberagaman.
Kontributor
Sumarta