Kepatuhan Alam terhadap Sang Pencipta
Kepatuhan Alam terhadap Sang Pencipta
Penulis
Sumarta
(Akang Marta)
Dalam perspektif syariat dan hakikat, semua makhluk di alam semesta ini,
baik yang sadar maupun tidak, pada hakikatnya tunduk kepada kehendak Allah.
Konsep ini menggarisbawahi bahwa segala yang ada di dunia ini berfungsi
berdasarkan aturan dan takdir yang telah ditentukan oleh Sang Pencipta.
Manusia, meskipun sering kali melawan perintah Allah dalam menjalankan ajaran
agama secara syariat, tetap tidak bisa lepas dari takdir-Nya yang sudah
ditetapkan. Kita tidak dapat menghindari kenyataan bahwa kematian, penyakit,
atau musibah datang tanpa dapat ditolak, meskipun kita berusaha sekuat tenaga.
Ini menunjukkan bahwa meskipun kita diberi kebebasan untuk memilih dan
bertindak sesuai dengan kehendak kita, pada akhirnya, kita tetap berada di
bawah takdir dan kekuasaan Allah. Dalam hal ini, semua makhluk, baik yang
tampak maupun yang tidak tampak, berada dalam kepatuhan yang tak terelakkan
kepada kehendak-Nya.
Salah satu manifestasi langsung dari kehendak Allah adalah kekuatan suara
yang dimiliki oleh malaikat Israfil. Tiupan sangkakala yang ditiup oleh Israfil
menjadi simbol kekuasaan Allah yang mutlak. Suara ini tidak hanya mengandung
makna fisik sebagai gelombang yang terdengar oleh telinga, tetapi juga sebagai
simbol kekuatan ilahi yang mampu menghancurkan dan membangkitkan kembali
seluruh alam semesta. Tiupan pertama sangkakala menandakan kehancuran dunia,
sementara tiupan kedua menandakan kebangkitan manusia dari kubur untuk
menghadapi kehidupan akhirat. Hal ini menggambarkan bahwa segala sesuatu yang
terjadi, baik itu kehidupan maupun kehancuran, berada dalam kendali Allah.
Tiupan Israfil, yang tak bisa ditentang oleh siapapun, menunjukkan bahwa tidak
ada kekuatan lain yang dapat menandingi kehendak Allah.
Fenomena ini menjadi refleksi penting bagi umat manusia dalam memahami bahwa
dunia ini adalah sementara, dan kehidupan akhirat adalah tujuan akhir yang
lebih kekal. Segala kemewahan dan kesenangan yang kita nikmati di dunia
hanyalah titipan sementara yang tidak bisa kita bawa mati. Keberadaan manusia
di dunia ini, meskipun dengan segala keinginan dan cita-cita, tidak bisa terlepas
dari kenyataan bahwa kehidupan yang abadi menanti di akhirat. Kehancuran yang
akan datang melalui tiupan sangkakala bukanlah ancaman, melainkan bagian dari
proses alam yang tak terelakkan. Proses ini mengingatkan kita akan pentingnya
mengorientasikan diri pada kehidupan akhirat dan mempersiapkan diri untuk
menghadapi kehidupan yang lebih kekal. Dalam konteks ini, setiap peristiwa yang
terjadi di dunia ini, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, adalah
bagian dari perjalanan menuju kehidupan yang lebih abadi.
Dari perspektif syariat, setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia
seharusnya tunduk kepada aturan yang telah ditetapkan oleh Allah. Meskipun
manusia diberikan akal untuk membuat pilihan, mereka tetap terikat oleh
aturan-aturan yang sudah ditentukan dalam agama. Kehidupan duniawi hanyalah
ujian sementara yang akan menentukan nasib kita di kehidupan akhirat.
Keberhasilan dan kegagalan dalam menjalani kehidupan ini tidak terlepas dari
takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap
Allah dalam menjalani kehidupan sehari-hari merupakan hal yang sangat penting.
Semua perintah dan larangan dalam syariat Islam adalah petunjuk untuk hidup
yang lebih baik dan lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Meskipun kita
mungkin tidak selalu menyadari, setiap langkah yang kita ambil sejatinya adalah
bagian dari ketundukan kita kepada kehendak-Nya.
Di sisi lain, pandangan tentang kepatuhan alam terhadap Sang Pencipta tidak
hanya terbatas pada manusia, tetapi juga mencakup seluruh makhluk hidup dan
alam semesta. Dalam ajaran Islam, semua yang ada di alam ini, baik yang tampak
maupun yang tidak tampak, berfungsi sesuai dengan takdir dan kehendak Allah.
Setiap hewan, tumbuhan, dan benda mati memiliki peran dalam menjaga keseimbangan
alam yang telah Allah ciptakan. Begitu pula dengan fenomena alam seperti hujan,
petir, atau angin, yang semuanya berjalan sesuai dengan aturan yang ditetapkan
oleh-Nya. Alam semesta ini, meskipun tampak beroperasi dengan hukum-hukum alam,
sejatinya tetap tunduk kepada kekuasaan Allah. Oleh karena itu, kita sebagai
manusia perlu menyadari bahwa kita tidak hidup sendiri di dunia ini, tetapi
berada dalam sebuah sistem besar yang diciptakan oleh Allah, yang mengatur dan
menjaga kelangsungan hidup semua makhluk-Nya.
Akhirnya, pemahaman mengenai kepatuhan alam terhadap Sang Pencipta
mengajarkan kita untuk hidup dengan kesadaran yang lebih tinggi. Setiap
langkah, keputusan, dan perbuatan yang kita lakukan harus selalu mengarah pada
ketundukan kepada kehendak Allah. Dalam setiap detik kehidupan kita, kita perlu
mengingat bahwa kita adalah bagian dari ciptaan-Nya yang lebih besar. Alam dan
segala isinya berfungsi berdasarkan takdir dan kekuasaan-Nya, dan kita sebagai
manusia adalah makhluk yang diberikan akal untuk memahami dan menjalani
kehidupan ini dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, setiap tindakan yang kita
ambil harus selalu disertai dengan kesadaran bahwa kita akan dimintai
pertanggungjawaban atas apa yang telah kita lakukan, baik di dunia maupun di akhirat.
Menyadari bahwa kehidupan ini hanya sementara dan bahwa kematian adalah bagian
dari takdir-Nya seharusnya mendorong kita untuk lebih mendekatkan diri kepada
Allah dan memperbaiki diri dalam setiap aspek kehidupan.
Daftar Pustaka
Al-Qur'an. (n.d.). Al-Qur'an al-Karim.
Suryanto, D. (2011). Kepatuhan Makhluk terhadap Takdir Tuhan dalam Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasr, S. H. (2003). Islamic Science: An Illustrated Study. World
Wisdom Inc.