Kode Politik Hasto: Pesan Tersirat di Balik Isu Jokowisme
Kode Politik Hasto: Pesan Tersirat di Balik Isu Jokowisme
Hasto Kristiyanto semakin menunjukkan keberanian untuk menyuarakan kritik
terhadap apa yang disebut sebagai narasi "Jokowisme." Sebagai
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto tidak ragu untuk mengangkat isu-isu sensitif
yang melibatkan keluarga Presiden Jokowi, seperti gratifikasi dan kontroversi
lain yang menjadi perbincangan publik. Bahkan, Hasto juga menyinggung dugaan
kriminalisasi terhadap tokoh oposisi seperti Anies Baswedan, yang memperkuat
kesan bahwa PDIP ingin menegaskan posisinya sebagai entitas politik yang
mandiri. Langkah ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah Hasto hanya
menyampaikan pendapat pribadi, ataukah ini merupakan strategi politik PDIP
untuk memisahkan diri dari bayang-bayang Jokowi menjelang tahun politik?
Pertemuan Hasto dengan Felicia Tissue menjadi salah satu momen yang menyita
perhatian publik. Felicia, yang dikenal luas karena hubungannya di masa lalu
dengan Kaesang Pangarep, kini hadir dalam dinamika politik sebagai simbol yang
kuat. Dengan latar belakangnya yang pernah dekat dengan keluarga Jokowi,
Felicia menjadi figur yang strategis untuk mendukung narasi yang ingin dibangun
Hasto. Pertemuan ini dilihat oleh banyak pihak bukan sekadar pertemuan biasa,
melainkan sebagai pesan politik tersirat yang diarahkan pada lingkaran kekuasaan
Presiden Jokowi. Dalam politik, simbolisme sering kali menjadi alat komunikasi
yang lebih efektif dibandingkan kata-kata eksplisit, dan pertemuan ini
tampaknya sengaja dirancang untuk membangkitkan interpretasi semacam itu.
Langkah Hasto yang kerap mengungkit isu sensitif ini juga memberikan
gambaran tentang dinamika internal PDIP. Sebagai partai yang secara historis
menjadi pendukung utama Jokowi, kritik terhadap narasi "Jokowisme"
dapat diartikan sebagai upaya untuk menciptakan jarak politik. PDIP, di bawah
kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, mungkin ingin menegaskan kembali identitas
dan kemandiriannya, terutama di tengah tekanan politik menjelang pemilu. Dalam
konteks ini, Hasto berperan sebagai juru bicara yang mengartikulasikan
pesan-pesan strategis partai, baik kepada publik maupun kepada para elite
politik.
Namun, pertemuan dengan Felicia juga menyisakan pertanyaan mendalam tentang
tujuan akhir dari langkah ini. Apakah Hasto benar-benar ingin membuka diskusi
tentang masalah gratifikasi dan isu kriminalisasi, ataukah ini hanyalah cara
untuk mengalihkan perhatian publik dari dinamika internal PDIP? Apa pun
tujuannya, pertemuan ini telah berhasil menciptakan gelombang spekulasi di
media dan di antara masyarakat. Ini menunjukkan bahwa politik di Indonesia
bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga soal bagaimana membangun narasi yang
mampu memengaruhi opini publik secara luas.
Pada akhirnya, tindakan Hasto dan pertemuannya dengan Felicia Tissue
menunjukkan bagaimana politik Indonesia sering kali bergerak melalui jalur
simbolisme dan komunikasi tersirat. Dengan memainkan isu-isu yang sensitif dan
mengundang perhatian, Hasto tampaknya sedang mengirimkan kode politik yang
hanya bisa ditafsirkan oleh mereka yang memahami kompleksitas dinamika
kekuasaan. Apakah ini akan membawa dampak besar pada peta politik nasional,
ataukah hanya menjadi bagian dari manuver sementara, masih perlu ditunggu
kelanjutannya.
Kontributor
Sumarta
(Akang Marta)