Korban Suci di Puncak Gunung Gede
Korban
Suci di Puncak Gunung Gede
Kontributor
Sumarta
(Akang Marta)
Ketika
rombongan pemuda itu akhirnya mencapai puncak Gunung Gede, mereka disambut oleh
pemandangan yang sangat menakjubkan sekaligus mengerikan. Kawah gunung yang
menganga lebar memuntahkan lava pijar dan asap tebal yang membubung tinggi ke
langit. Di tengah kepulan asap yang menyesakkan dada, muncul sosok yang sangat
memukau. Seorang perempuan cantik dengan rambut terurai panjang, matanya
memancarkan cahaya lembut yang menembus kegelapan.
Perempuan
misterius itu memperkenalkan diri sebagai Dewi Penjaga Gunung Gede. Dengan
suara yang merdu namun tegas, ia menjelaskan bahwa kemarahan gunung berapi yang
meletus dahsyat ini disebabkan oleh ketidakseimbangan alam yang telah
diciptakan oleh manusia. Selama berabad-abad, manusia telah mengeksploitasi
alam tanpa memperdulikan akibatnya. Kini, alam telah memberikan balasannya.
Dewi
Penjaga Gunung Gede mengungkapkan satu-satunya cara untuk meredakan amarah
gunung berapi dan menyelamatkan kerajaan Sumedang Larang. Ia meminta agar Keris
Emas, pusaka kerajaan yang sangat sakral, dikorbankan. Hanya dengan cara itu,
keseimbangan alam dapat dipulihkan dan bencana dapat dihentikan. Namun, ada
syarat yang harus dipenuhi, yaitu Keris Emas harus dikorbankan oleh pemilik
sahnya, Prabu Jayawisesa.
Permintaan
Dewi Penjaga Gunung Gede ini membuat rombongan pemuda tersebut sangat terkejut.
Mereka tidak pernah menyangka bahwa untuk menyelamatkan kerajaan, mereka harus
melakukan pengorbanan yang sangat besar. Namun, mereka sadar bahwa ini adalah
satu-satunya cara untuk menghentikan bencana. Dengan berat hati, mereka
memutuskan untuk menyampaikan pesan Dewi kepada Prabu Jayawisesa.
Kembali
ke istana, rombongan pemuda itu menceritakan semua yang telah mereka alami di
puncak Gunung Gede. Prabu Jayawisesa mendengarkan dengan seksama. Ia sadar
bahwa ini adalah ujian terberat dalam hidupnya. Di satu sisi, ia tidak ingin
kehilangan Keris Emas yang merupakan simbol kekuasaan kerajaan. Namun, di sisi
lain, ia juga tidak ingin melihat rakyatnya menderita. Setelah melalui
pergumulan batin yang panjang, akhirnya Prabu Jayawisesa mengambil keputusan
yang sangat sulit.