Makruh dan Pemahaman yang Tepat

 

Makruh dan Pemahaman yang Tepat

Penulis

Sumarta (Akang Marta)

 


Makruh adalah istilah dalam fikih yang merujuk pada tindakan yang sebaiknya ditinggalkan, namun tidak sampai dihukumi haram. Istilah ini sering digunakan dalam berbagai konteks fiqh untuk menggambarkan perbuatan yang berada di antara yang dianjurkan dan yang terlarang. Sebagai contoh, merokok setelah Maghrib dalam beberapa pandangan dianggap makruh, meskipun perbuatan tersebut tidak dianggap haram. Ini menunjukkan bahwa makruh adalah kategori yang lebih fleksibel dibandingkan dengan haram, memberikan ruang bagi umat Islam untuk mempertimbangkan baik buruknya suatu tindakan dalam kerangka moral dan agama. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa makruh bukanlah perbuatan yang harus dihindari dengan cara yang sama seperti haram, tetapi lebih kepada perbuatan yang sebaiknya ditinggalkan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan lebih dekat dengan Allah.

Pemahaman yang tepat mengenai makruh sangat diperlukan agar tidak ada kesalahpahaman yang dapat menyesatkan umat. Salah satu kesalahan umum yang sering terjadi adalah ketika istilah makruh disamakan dengan tindakan yang tidak penting atau sepele. Padahal, meskipun makruh tidak dihukumi haram, ia tetap merupakan perbuatan yang harus dihindari untuk mencapai kesempurnaan dalam beragama. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak umat Islam yang meremehkan hal-hal yang dianggap makruh karena menganggapnya tidak terlalu berdampak pada amal ibadah mereka. Namun, dalam pandangan ulama, meninggalkan perbuatan yang makruh merupakan bentuk kedekatan seseorang dengan Allah, karena hal tersebut menunjukkan kesungguhan dalam berusaha menjauhi segala yang dapat mengurangi kualitas ibadah dan ketakwaan.

Ulama memainkan peran penting dalam memberikan penjelasan yang mendalam tentang istilah makruh. Mereka membantu umat untuk memahami nuansa antara hal yang makruh dan yang haram serta memberikan contoh-contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari. Ulama mengingatkan umat agar tidak hanya fokus pada apa yang haram, tetapi juga memperhatikan hal-hal yang makruh sebagai bagian dari pengendalian diri dan kedekatan dengan Allah. Sebagai contoh, meskipun merokok tidak haram, kebiasaan merokok setelah Maghrib bisa dianggap makruh karena dapat mengganggu ibadah dan kesehatan tubuh, yang merupakan amanah dari Allah. Melalui pemahaman yang tepat, umat Islam diharapkan dapat menjalani kehidupan yang lebih baik, lebih sehat, dan lebih terarah sesuai dengan tuntunan agama.

Kesalahpahaman terhadap makruh juga sering muncul karena kurangnya pemahaman tentang istilah ini dalam konteks syariat. Banyak orang yang merasa bahwa selama tidak melakukan perbuatan yang haram, maka mereka sudah bebas dari dosa, padahal tindakan yang makruh pun bisa menjadi penghalang bagi seseorang untuk meraih derajat yang lebih tinggi di sisi Allah. Menurut pandangan ulama, meninggalkan perbuatan yang makruh meskipun tidak dihukumi haram menunjukkan bahwa seseorang berusaha maksimal untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip syariat. Sebagai contoh, seseorang yang berusaha menghindari hal-hal yang makruh meskipun tidak ada perintah langsung untuk melakukannya akan lebih mudah meraih kebajikan dan ketakwaan dalam hidupnya, yang tentunya akan mendekatkannya pada keridhaan Allah.

Pengabaian terhadap perbuatan yang makruh dapat menjadi pemicu munculnya sikap acuh tak acuh terhadap ajaran Islam secara keseluruhan. Ketika seseorang tidak memedulikan hal-hal yang dianggap makruh, mereka dapat dengan mudah jatuh dalam perbuatan yang lebih besar dan lebih merugikan bagi kehidupan spiritual mereka. Ini menjadi penting untuk menjaga sikap hati-hati dalam menjalani kehidupan, dengan senantiasa berusaha menghindari segala perbuatan yang dapat mengurangi kualitas ibadah dan ketakwaan. Menghormati dan menghargai perintah agama, termasuk yang bersifat makruh, merupakan langkah yang tepat dalam menjaga keseimbangan hidup yang penuh dengan keberkahan.

Akhirnya, penting bagi setiap Muslim untuk senantiasa mendalami dan memahami makruh dalam kerangka syariat Islam. Dengan pemahaman yang tepat, umat Islam dapat menjalani kehidupan yang lebih berkualitas, lebih dekat dengan Allah, dan lebih memperhatikan aspek moralitas dalam setiap tindakan. Oleh karena itu, belajar dari para ulama dan menelaah kembali ajaran agama sangat penting dalam menghindari kesalahpahaman terhadap makruh dan dalam meningkatkan kualitas hidup beragama. Dalam setiap langkah hidup, umat Islam diajarkan untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat mengurangi kedekatan mereka dengan Allah, meskipun perbuatan tersebut tidak sampai dihukumi haram.

Referensi

  • al-Ghazali, A. (2004). Ihya' Ulum al-Din. Dar al-Maktabah al-‘Asriyyah.
  • al-Shatibi, I. (2000). Al-Muwafaqat fi Usul al-Shariah. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
  • al-Qardawi, Y. (1999). Fiqh al-Zakat: A Comparative Study of Zakat Legislation and Practice Among Muslim Societies. Dar al-Taqwa.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel