Membangun Bangsa Melalui Politik yang Bermakna

 Membangun Bangsa Melalui Politik yang Bermakna



Artikel ini tidak hanya menggambarkan perjalanan seorang kandidat dalam Pilkada Jakarta, tetapi juga menawarkan pandangan mendalam tentang bagaimana politik dapat menjadi alat untuk membawa perubahan nyata. Kandidat ini menekankan pentingnya integritas dan visi yang berfokus pada rakyat. Dalam teori kontrak sosial yang dipopulerkan oleh Jean-Jacques Rousseau, politik adalah bentuk kesepakatan antara rakyat dan pemimpin untuk mencapai kesejahteraan bersama (Rousseau, 1762). Pandangan ini mengajarkan bahwa demokrasi seharusnya menjadi alat pembebasan, bukan sekadar panggung permainan kekuasaan.

Kepercayaan kandidat ini pada skenario Tuhan memberikan dimensi spiritual dalam politik. Ia percaya bahwa setiap hasil Pilkada adalah bagian dari rancangan Tuhan, mengajak masyarakat untuk ikhlas menerima hasilnya. Pandangan ini selaras dengan teori teleologis Aristoteles, yang menyatakan bahwa semua tindakan manusia memiliki tujuan akhir yang baik jika dilakukan dengan benar (Aristoteles, 2004). Melalui pendekatan ini, politik menjadi sarana untuk mencapai keharmonisan dan kesejahteraan.

Ia juga mengangkat pentingnya memenuhi kebutuhan dasar masyarakat sebagai prioritas utama. Kandidat ini menekankan bahwa tanpa rasa aman, pembangunan apa pun akan sia-sia. Hal ini sejalan dengan hierarki kebutuhan Abraham Maslow, di mana rasa aman adalah kebutuhan fundamental yang harus dipenuhi sebelum individu dapat mencapai potensi maksimalnya (Maslow, 1943). Dengan memenuhi kebutuhan dasar ini, politik dapat menjadi pondasi bagi pembangunan yang berkelanjutan.

Penolakannya terhadap politik transaksional mencerminkan harapan akan praktik politik yang lebih bersih dan transparan. Kandidat ini mengimbau masyarakat untuk tidak memilih berdasarkan janji materi, melainkan berdasarkan visi dan program. Pandangan ini berakar pada teori keadilan distributif oleh Michael Walzer, yang menyatakan bahwa sumber daya dan kekuasaan harus didistribusikan berdasarkan kebutuhan dan kontribusi, bukan kepentingan pribadi (Walzer, 1983).

Pilkada, bagi kandidat ini, adalah cermin perjalanan bangsa. Ia menegaskan bahwa bukan hanya kandidat yang diuji, tetapi juga rakyat sebagai pemilih. Dalam konteks ini, teori hegemoni Antonio Gramsci relevan, yang menekankan bahwa kesadaran politik masyarakat adalah kunci dalam menentukan arah perubahan sosial (Gramsci, 1971). Dengan memilih pemimpin yang tepat, rakyat dapat mengarahkan bangsa menuju masa depan yang lebih baik.

Kandidat ini juga mengingatkan pentingnya persatuan di tengah perbedaan. Dalam Pilkada, meskipun terjadi persaingan, masyarakat harus tetap menjaga keharmonisan sosial. Hal ini sesuai dengan teori solidaritas Emile Durkheim, yang menyatakan bahwa kekuatan masyarakat terletak pada kemampuan individu-individunya untuk bekerja sama demi kepentingan bersama (Durkheim, 1984).

Harapan besar yang ia sampaikan adalah bahwa politik dapat menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang. Dengan fokus pada pembangunan berkelanjutan, ia mengajak masyarakat untuk melihat politik sebagai sarana untuk menciptakan dampak positif jangka panjang. Teori keadilan intergenerasional oleh John Rawls menegaskan pentingnya kebijakan yang mempertimbangkan kebutuhan generasi mendatang, sejalan dengan visi ini (Rawls, 1971).

Kandidat ini juga menekankan perlunya moralitas dalam politik. Ia percaya bahwa pemimpin yang baik harus memiliki integritas dan bertindak berdasarkan prinsip-prinsip yang adil. Perspektif ini didukung oleh teori etika publik Immanuel Kant, yang menyatakan bahwa tindakan politik harus memenuhi prinsip universalitas dan dapat diterima oleh semua pihak (Kant, 1785).

Dalam refleksinya, ia mengingatkan masyarakat bahwa perubahan dimulai dari kesadaran individu. Dengan menjadi pemilih yang kritis dan bertanggung jawab, masyarakat dapat memainkan peran besar dalam menentukan arah politik. Teori ruang publik Jurgen Habermas relevan di sini, karena menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam membentuk opini publik yang kritis (Habermas, 1991).

Pilkada Jakarta adalah simbol dari demokrasi yang hidup, di mana rakyat memiliki kekuatan untuk memilih pemimpin yang benar-benar mewakili mereka. Kandidat ini mengajak masyarakat untuk menjadikan momen ini sebagai pembelajaran kolektif. Pandangan ini sejalan dengan teori demokrasi partisipatif oleh Carole Pateman, yang menekankan pentingnya keterlibatan langsung rakyat dalam proses politik (Pateman, 1970).

Dengan segala tantangan yang ada, ia berharap bahwa Pilkada ini menjadi awal dari perubahan yang lebih besar. Ia percaya bahwa meskipun politik sering kali dipandang sebagai sesuatu yang kotor, masih ada ruang untuk idealisme dan kejujuran. Hal ini mencerminkan pandangan optimisme politik, di mana perubahan selalu mungkin terjadi jika didukung oleh tekad dan kesadaran kolektif (Dahl, 1989).

Sebagai penutup, ia menyerukan persatuan, integritas, dan komitmen untuk membangun bangsa. Kandidat ini mengingatkan bahwa masa depan bangsa ada di tangan rakyat yang mampu memilih dengan bijak. Dengan menjadikan demokrasi sebagai alat pembebasan, bukan sekadar panggung kekuasaan, ia berharap bahwa politik Indonesia ke depan akan lebih berfokus pada kepentingan rakyat.

Kontributor

Sumarta Indramayutradisi.com

 

Referensi:

·         Aristoteles. (2004). Nicomachean Ethics. Cambridge: Cambridge University Press.

·         Dahl, R. A. (1989). Democracy and Its Critics. New Haven: Yale University Press.

·         Durkheim, E. (1984). The Division of Labor in Society. New York: Free Press.

·         Gramsci, A. (1971). Selections from the Prison Notebooks. New York: International Publishers.

·         Habermas, J. (1991). The Structural Transformation of the Public Sphere. Cambridge: MIT Press.

·         Kant, I. (1785). Groundwork for the Metaphysics of Morals. New York: Harper & Row.

·         Maslow, A. H. (1943). A Theory of Human Motivation. Psychological Review, 50(4), 370-396.

·         Official iNews. (28 November 2024) Sebut Skenario Tuhan, Dharma Pongrekun Puji Pramono-Rano Penolong. https://www.youtube.com/@OfficialiNews

·         Pateman, C. (1970). Participation and Democratic Theory. Cambridge: Cambridge University Press.

·         Rawls, J. (1971). A Theory of Justice. Cambridge: Harvard University Press.

·         Rousseau, J. J. (1762). The Social Contract. London: Penguin.

·         Walzer, M. (1983). Spheres of Justice: A Defense of Pluralism and Equality. New York: Basic Books.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel